oleh Tom
Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Masih ada beberapa yayasan
atau lembaga pendidikan yang tidak mau hormat terhadap bendera merah putih,
bendera Indonesia. Alasannya, menghormat bendera adalah musyrik dan menganggu
akidah Islam. Padahal, tak ada seorang pun yang menganggap bahwa bendera itu
Tuhan atau menganggap bendera sebagai sesembahan. Sikap hormat bendera itu kan
sebagai penghormatan kepada para pahlawan, kesetiaan terhadap persatuan dan
kesatuan, pernyataan implisit untuk kukuh dalam persaudaraan, tekad untuk
membangun bersama sesuai potensi masing-masing, penghargaan pada spiritual
kebangsaan, dan lain sebagainya.
Anehnya, lembaga-lembaga pendidikan atau Ormas-ormas itu
meskipun tidak mau menghormati bendera, setelah diselidiki, ternyata tetap
makan uang bantuan operasional sekolah (Bos), ngintip-ngintip beasiswa, dan anggaran
pendidikan lainnya. Dana-dana itu kan berasal dari rakyat Indonesia dan
usaha-usaha yang dilakukan pemerintah yang mayoritas sangat menghormati bendera
merah putih.
Hormat bendera tidak mau, tetapi anggaran pendidikan dan
bantuan lainnya yang disalurkan para penghormat negara dimakan. Ajaib sekali
pikirannya. Munafik ternyata mereka.
Saya lebih suka dengan seseorang bernama Ali yang yakin
bahwa negara ini thagut dan semua uangnya adalah berasal dari thagut, uang
Iblis. Dia ke luar bekerja dari lembaga pendidikan, lalu jadi pejuang teroris.
Dia pun berhadapan dengan Densus 88 dan … dor … selesailah dia, segera dimakamkan.
Itu lebih bagus, lebih sportif, lebih jantan. Dia tidak menghormati negara dan mengharamkan
dirinya memakan uang negara. Dia lebih baik daripada orang-orang yang tidak
menghormati negara, tetapi uang negara tetap diintipnya, ditunggunya,
dikejarnya, dan dimakannya. Sekalian saja ambil sikap tegas daripada munafik.
Soal masuk sorga atau masuk neraka, itu urusan nanti di akhirat, Allah swt yang
akan memutuskannya langsung, bukan berdasarkan sangkaan manusia seperti
sekarang ini.
Untuk menangani lembaga-lembaga pendidikan yang
menyimpang ini, sikap pemerintah terlalu lembek, terlalu lemah. Dinas
pendidikan maupun Kemenag lebih suka mengambil sikap dialog. Padahal, sudah
ratusan kali dialog seperti itu dilakukan, tetapi mereka tidak berubah
sikapnya, tetap arogan. Menurut saya, ambil tindakan tegas, sanksi administratif,
dan tidak lagi dibolehkan mendapatkan anggaran pendidikan. Soal murid-muridnya,
biar mereka pindah ke lembaga pendidikan yang lebih menghormati negaranya.
Kalau tidak mau pindah, biarkan saja di sana tanpa mendapatkan bantuan apa pun
dari pemerintah.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment