Wednesday, 7 September 2022

Tiga Versi Harga Pertalite

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, ketiga versi harga Pertalite ini sudah mengemuka sebelum diumumkan kenaikan yang sebenarnya adalah pengurangan subsidi BBM. Tadinya, tidak akan saya tulis karena sudah banyak yang membahasnya, tetapi ternyata sangat banyak orang yang juga belum paham, bahkan membuat orang lain jadi semakin tidak paham. Tulisan kecil ini hanya mencoba untuk sedikit berbagi tentang hal yang saya pahami.

            Pengurangan subsidi ini terjadi disebabkan berbagai hal. Misalnya, harga minyak mentah dunia naik serta perang Rusia dan Ukraina.

            Harga keekonomian Pertalite versi Presiden RI Jokowi adalah Rp17.100,- per liter. Harga keekonomian itu adalah harga yang muncul setelah dihitung dengan biaya produksi, gaji karyawan, biaya angkut, biaya pikul, pajak, transportasi, dsb.. Jadi, ketika kita membeli Pertalite seharga Rp7.650,- per liter, pemerintah membantu kita sebesar Rp9.450,- agar bisa mencapai harga Rp17.100.-. Kalau kita membeli lebih dari satu liter, kalikan saja jumlah liter dengan angka Rp9.450,-. Sejumlah itulah uang yang dikeluarkan pemerintah untuk membantu kita.

            Harga keekonomian versi Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah Rp14.400,- per liter. Jadi, ketika membeli satu liter Pertalite, pemerintah membantu kita Rp6.750,-.

            Harga keekonomian menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto adalah Rp13.500,-. Jadi, ketika kita membeli satu liter pertalite, pemerintah membantu kita Rp5.850,-.

            Tidak masalah soal perbedaan harga itu. Hal yang harus kita pahami adalah dari dulu kita selalu membeli Pertalite di bawah harga yang sebenarnya. Ketika uang negara masih ada, pemerintah selalu membantu kita untuk membeli Pertalite. Kini dalam kondisi dunia yang semrawut, keuangan Negara Indonesia menipis dan uangnya nggak ada lagi untuk membantu rakyatnya dengan bantuan uang sebesar Rp502,4 triliun. Tak ada satu negara pun yang mampu membantu rakyatnya sebanyak itu, kecuali Indonesia. Akan tetapi, Indonesia pun ternyata terengah-engah. Oleh sebab itu, bantuannya dikurangi sehingga masyarakat merasakannya sebagai kenaikan. Padahal, harga Pertalite Rp10.000,- seperti sekarang ini pun masih di bawah harga sebenarnya seperti yang disampaikan Jokowi, Sri Mulyani, dan Airlangga Hartarto tadi.

            Hal yang membuat Indonesia semakin sulit soal pengaturan BBM ini adalah ternyata orang-orang kaya pun membeli Pertalite yang seharusnya untuk masyarakat kecil dan kendaraan roda dua. Kalau motor kan paling tinggi juga umumnya 4 liter. Kalau kita beli Pertalite 4 liter sebelum naik, adalah Rp30.600,-, jadi pemerintah hanya membantu kita sebesar  Rp37.800,-. Berbeda dengan kendaraan roda empat atau lebih. Mereka bisa membeli 50 liter dengan harga Rp382.500,- sehingga uang negara yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemilik mobil adalah Rp472.500,-.

            Terlihat jelas kan perbedaannya yang sangat jauh?

            Pemilik mobil jauh lebih besar menikmati bantuan pemerintah dibandingkan pemilik motor. Rp472.500,- berbanding dengan Rp37.800,-. Yang kaya makin nikmat, yang miskin tetap repot, bantuan uang dari negara tidak tepat sasaran. Maksudnya membantu yang miskin, tetapi yang menikmati adalah orang kaya.

            Saya juga tidak mengerti kenapa negara begitu kesulitan untuk mengatur jual-beli Pertalite ini. Pernah ada aturan mobil pemerintah, mobil mewah, mobil dengan CC besar, dan mobil keluaran terbaru tidak boleh beli Pertalite. Ada juga wacana aturan bahwa yang beli Pertalite harus pakai aplikasi. Itu semua tidak efektif karena ternyata mobil-mobil mewah pun tetap beli Pertalite. Seharusnya, mereka beli BBM yang tidak disubsidi agar bantuan pemerintah tepat sasaran, pemerintah tidak harus kekurangan uang, pembangunan pada bidang lain dananya cukup, rakyat pun dapat bergerak lebih lancar dan leluasa.

            Kalau saya sih ambil sederhananya, pemerintah harus bertangan besi untuk hal ini. Pemerintah harus tegas dan bikin aturan bahwa Pertalite itu hanya untuk roda dua dan Angkutan Umum. Adapun mobil pribadi, mobil dinas, keluaran tahun berapa pun diharamkan untuk membeli Pertalite dan wajib membeli BBM nonsubsidi. Kalau ada SPBU yang melanggar, izin usahanya harus dicabut dan pembelinya juga harus diberi sanksi dengan denda yang sangat besar.

            Berani?

            Bagaimana kalau begitu?

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment