Sunday, 12 February 2017

Penempatan Saksi Ahli Bahasa Yang Menggelikan

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pagi-pagi sekali saya sangat senang karena menonton berita di televisi bahwa ada saksi ahli bahasa yang akan bersaksi pada persidangan Ahok, Senin, 13 Februari 2017. Saya sangat tertarik pada masalah bahasa Indonesia karena saya memang lulusan bahasa Indonesia dan bekerja sejak masih kuliah semester tiga sebagai “penjaga” bahasa Indonesia pada beberapa penerbit. Apalagi, sekarang saya diminta mengajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Berkali-kali saya mengatakan sesuai dengan kemampuan saya bahwa saya tidak menemukan kata-kata penodaan terhadap Al Quran yang disampaikan Ahok di Kepulauan Seribu. Saya sangat ingin tahu jika ada ahli bahasa Indonesia yang jauh lebih hebat daripada saya yang mengatakan bahwa kalimat yang disampaikan Ahok mengandung penodaan terhadap agama Islam. Kalau pendapatnya benar secara pengetahuan dan masuk akal, saya akan mendapatkan pengetahuan baru tentang bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, saya cukup bersemangat untuk mengetahui pendapat ahli bahasa yang dijadikan ahli bahasa pada persidangan Ahok.

            Sayangnya, semangat ketertarikan itu harus hancur seketika ketika mengetahui profil saksi ahli bahasa dari pihak Jaksa Penuntut Umum. Pertama kali saya terkejut ketika membaca bahwa ahli bahasa tersebut memiliki gelar Ph.D.

            Kok ahli bahasa Indonesia bergelar Ph.D.?

            Yang bener aja, Bro!

            Ph.D itu gelar dalam ilmu apaan?

            Saya coba cari tahu lebih jauh profil ahli bahasa itu dan saya menemukannya di www.kompasiana.com. Namanya Prof. Drs. H. Mahyuni, M.A., Ph.D.. Dia lulusan pendidikan bahasa Inggris dari FKIP Universitas Mataram. Gelar Magister Linguistik Terapan (M.App Ling) didapatnya dari Macquarie University (Sydney, Australia). Adapun gelar Ph.D. diperolehnya dari The University of Melbourne (Victoria, Australia).

            Setelah mengetahui profilnya lebih jauh, tiba-tiba saja saya tertawa meskipun tidak terbahak-bahak.

            Kok ahli bahasa Inggris menjadi saksi ahli bahasa Indonesia?

            Yang bener aja, Bro!

            Mahyuni jelas ahli bahasa, tetapi bukan ahli bahasa Indonesia. Dia ahli bahasa Inggris, bukan ahli bahasa Indonesia. Dilihat dari pendidikannya, dia sangat tidak tepat untuk menjadi saksi ahli bahasa Indonesia.

            Masa ahli bahasa Indonesia belajarnya di luar negeri?

            Bahasa Indonesia itu ya harus dipelajari di Indonesia, Bro.

            Bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris itu sangat jauh berbeda. Untuk memahami kalimat dalam bahasa Indonesia itu bergantung kata per kata yang ada dalam kalimat tersebut. Adapun untuk memahami bahasa Inggris, sangat bergantung pada frasa per frasa. Hal lain lagi adalah adanya perbedaan posisi penempatan kata yang berbeda antara bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Jika dalam bahasa Indonesia ada frasa “bunga merah”, dalam bahasa Inggris harus “merah bunga” atau “red flower”. Belum lagi bahasa Indonesia itu memiliki perbedaan yang jauh antara bahasa lisan dengan bahasa tulisan. Hal ini sangat berbeda dengan bahasa Inggris yang tidak memiliki perbedaan yang jauh antara bahasa lisan dengan bahasa tulisan.

            Mungkin tidak begitu tepat saya membedakan antara bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi, itulah yang “dikeluhkan” teman-teman kuliah saya dulu yang berasal dari Australia, India, dan Jepang dalam mempelajari bahasa Indonesia yang memiliki perbedaan jauh antara bahasa mereka sendiri dengan bahasa Indonesia dalam banyak hal.

            Saya sangat menghormati Prof. Drs. H. Mahyuni, M.A., Ph.D. karena dia pasti ahli bahasa Inggris dan wajib bagi para mahasiswa bahasa Inggris untuk menjadikan karya-karyanya menjadi rujukan. Akan tetapi, saya sangat meragukan pendapatnya dalam menganalisa kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia karena dia bukanlah ahli bahasa Indonesia. Kalaupun pendapatnya benar, itu ajaib atau kebetulan saja.

            Seseorang yang sangat pantas disebut ahli bahasa Indonesia adalah orang yang berpendidikan dari awal sampai akhir dalam ilmu bahasa Indonesia. Dia idealnya memiliki ijazah D3 bahasa Indonesia, S1 bahasa Indonesia, S2 bahasa Indonesia, S3 bahasa Indonesia, bergelar profesor, serta memiliki cukup banyak karya ilmiah mengenai bahasa Indonesia.

            Kalimat yang disampaikan Ahok itu berbahasa Indonesia dan harus dianalisa oleh ahli bahasa Indonesia pula.

            Sangat aneh dan cukup menggelikan jika kalimat Ahok yang berbahasa Indonesia dianalisa oleh ahli bahasa Arab, bahasa Tagalog, bahasa India, bahasa Peru, ataupun bahasa Inggris.

            Ibarat mur dan baut. Mur dan baut harus pas dan cocok ukurannya, jadi bisa masuk dan memiliki manfaat yang sesuai dengan keperluannya. Kalau ukurannya berbeda meskipun jenisnya sama, yaitu sama-sama mur dan sama-sama baut, sama sekali tidak pas, tidak sesuai, dan sangat tidak bermanfaat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

            Sampurasun





No comments:

Post a Comment