Monday, 27 February 2017

Hal Mengganjal Yang Harus Diselesaikan

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Bangsa Indonesia boleh bergembira sekaligus bersolek riang dengan kehadiran Raja Salman dari Saudi Arabia. Hal itu disebabkan Indonesia didatangi oleh Penjaga Kota Suci Mekah dan Madinah, saudara seiman dari Arab, dan kabarnya datang dengan membawa potensi investasi yang jumlahnya fantastis hingga 331 triliun rupiah.

            Sebagai pribumi dan negeri yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, kita patut memuliakan siapa pun tamu kita, lebih-lebih Raja Salman dari Saudi Arabia. Akan tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa masih ada hal yang mengganjal pada hati rakyat Indonesia tentang penyelesaian ganti rugi terhadap korban crane. Sependek yang saya ingat bahwa sudah ada ketetapan dan pernyataan, baik dari Arab Saudi maupun dari pemerintah Indonesia bahwa para korban crane itu akan diberi ganti rugi. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya pembayaran ganti rugi masih belum juga diterima oleh banyak korban jatuhnya crane di Mekah.

            Adalah hal yang sangat baik dan mulia jika pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan Indonesia sama-sama bersegera menyelesaikan soal pembayaran ganti rugi itu. Jika dihitung dengan potensi investasi Arab Saudi di Indonesia, pembayaran ganti rugi itu sangatlah kecil. Akan tetapi, menjadi hal yang besar jika pembayaran itu terus-terusan ditunda atau bahkan diingkari. Tuntutan yang berasal dari harapan para korban crane akan mempengaruhi situasi kebatinan rakyat Indonesia lainnya dalam menanggapi kerja sama yang terjalin antara Indonesia dengan Arab Saudi.

            Jika pembayaran ganti rugi itu belum bisa dilaksanakan dengan sangat segera, paling tidak, ada penjelasan yang melapangkan dada, baik dari pemerintah Indonesia maupun dari Kerajaan Saudi Arabia, terutama kepada para korban crane. Dengan demikian, semua bisa mendoakan kebaikan tanpa ada ganjalan dalam hati bangsa Indonesia atas kerja sama yang terjalin. Dukungan penuh pun akan diberikan dengan senang hati oleh seluruh bangsa Indonesia.

            Sesungguhnya bukan soal ganti rugi untuk korban crane yang masih belum mendapatkan kejelasan yang pasti mengenai waktu pembayarannya, melainkan pula mengenai banyak hal. Sebatas yang saya ingat, kalau tidak salah, kita pernah memenangkan kasus gugatan sebuah desa yang “dizalimi” oleh Belanda pada masa lalu dan Belanda harus membayar ganti rugi. Akan tetapi, pembayaran ganti rugi itu pun belum jelas, bahkan terkesan beritanya menghilang dari peredaran. Ada pula ganti rugi bagi para perempuan Indonesia yang dijadikan budak seks oleh tentara-tentara Jepang pada masa lalu yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Jepang. Akan tetapi, lagi-lagi beritanya sepi di peredaran sehingga kita tidak tahu apakah pembayaran ganti rugi itu sudah dilaksanakan atau belum.

            Hal ini hendaknya tidak perlu dijadikan kebiasaan oleh bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia hanya mampu telah berhasil menyatakan diri benar dan memenangkan gugatan atau kasus yang harus diganti-rugi, tetapi “melempem” pada saat pelaksanaan ganti rugi tersebut. Harus ada tindakan lebih tegas dan riil untuk memperjelas pelaksanaan ganti-rugi ganti-rugi tersebut. Jangan hanya menang dalam kasus atau pandai menyatakan diri benar secara hukum dan secara politik, tetapi lemah dalam memproses eksekusinya.

            Kita harus bekerja sama dengan pihak asing, tetapi kita pun harus mengingatkan dengan tegas bahwa banyak pihak asing yang harus menyelesaikan kewajibannya kepada Indonesia, terutama kepada rakyat Indonesia.


            Salam

No comments:

Post a Comment