oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Warga Kanekes yang biasa
disebut Suku Baduy, Banten, Indonesia, memang dikenal sebagai suku yang
ekslusif dan tidak mudah tergoda oleh rayuan pembaharuan dan pembangunan.
Mereka memiliki wilayah-wilayah yang dilarang dimasuki oleh orang lain, bahkan
oleh warga mereka sendiri.
Mereka bilang, “Pamali”
Mereka memiliki
wilayah atau tempat yang tidak boleh dimasuki oleh orang beragama Kristen dan ras Cina. Sebagaimana yang dikatakan Prof.
Garna (1991), wilayah itu dilarang dimasuki oleh Karesten jeung Cina.
Dalam artikelnya,
Garna tidak menjelaskan mengapa Kristen dan Cina dilarang begitu keras untuk
memasuki wilayah tertentu. Tak ada keterangan apa pun yang dapat membuat kita
mengerti tentang larangan itu.
Hal itu membuat saya menduga-duga bahwa larangan itu
diakibatkan oleh dua hal besar, yaitu keyakinan
dan perilaku/habit dari orang
Kristen dan Cina dalam pengalaman hidup orang Baduy.
Keyakinan Kristen yang berupa trinitas atau “Tuhan satu
dalam tiga dan tiga dalam satu” sangat bertentangan dengan ajaran Sunda
Wiwitan. Demikian pula, keyakinan bangsa Cina yang tidak sedikit mengisahkan
banyak dewa juga sangat bertentangan dengan ajaran Sunda Wiwitan. Kedua
keyakinan itu jika masuk ke dalam wilayah Baduy dikhawatirkan akan mengganggu
keharmonisan Suku Baduy. Keyakinan Suku Baduy sendiri sangat dekat dengan
ajaran Islam yang dibawa Muhammad saw. Bahkan, Sunda Wiwitan adalah agama Islam
yang diajarkan oleh Nabi Prabu Siliwangi as. Oleh sebab itu, orang-orang Islam, terutama yang bersuku
Sunda, lebih bisa masuk secara akrab dan mesra dengan warga Baduy, Kanekes.
Sunda Wiwitan hanya mengakui Tuhan Yang Tunggal, yaitu Sanghyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Sanghyang Wujud (Tuhan Yang
Memiliki Wujud), Sanghyang Kersa (Tuhan Yang Maha Berkehendak), Sanghyang
Jatiniskala (Tuhan Yang Tidak Bisa Dibayangkan Bentuk-Nya), Sanghyang Cipta
Rasa (Tuhan Yang Menciptakan Rasa), Sanghyang Jatiraga (Tuhan Yang Memiliki
Keaslian dan Kekekalan Raga), dan lain sebagainya yang semuanya itu menuju
pada Zat Allah swt dalam bahasa Arab.
Hal itu pun menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi as adalah
bukan beragama Hindu atau Budha Tantra. Prabu Siliwangi adalah Nabi as,
kepercayaan Allah swt untuk mengajarkan Islam dengan syariat yang disesuaikan
situasi dan kondisi saat itu. Di samping itu, menegaskan pula bahwa “tidak ada
jejak Hindu dan Budha” di dalam sejarah Tanah Sunda.
Perilaku dan habit orang Kristen dan Cina pun kemungkinan
menjadi dasar dari pelarangan masuk bagi Karesten
jeung Cina ke wilayah tertentu di lingkungan warga Kanekes, Suku Baduy.
Sebagaimana kita ketahui bahwa masuknya Kristen ke Indonesia hampir bisa
dikatakan berbarengan dengan dimulainya awal kolonialisme yang dibawa oleh
pasukan Barat. Apabila kita berbicara tentang kolonialisme atau penjajahan, tak
ada habisnya diisi oleh perilaku angkuh, sok berkuasa, suka melecehkan, dan
melakukan berbagai kekejian terhadap warga pribumi. Orang Baduy jelas tidak
menyukai hal itu.
Hal yang menarik adalah justru pengalaman orang Sunda
dengan Cina. Pelarangan masuknya ras Cina kemungkinan besar diakibatkan oleh
masa lalu ketika bangsa Indonesia hidup dengan sangat makmur dan kaya raya.
Setelah Nabi Prabu Siliwangi as dipercaya Allah swt untuk menanam bibit padi
yang pertama di muka Bumi, rakyat Sundaland sangat kaya raya berlimpah ruah
pangan dan harta benda. Di dalam naskah tentang penanaman bibit padi yang
pertama itu ada larangan dari Allah swt bahwa padi atau beras tidak boleh diperjualbelikan karena padi adalah
makanan terlezat dan penuh berkah bagi semua manusia dan hanya boleh dimanfaatkan
untuk darma bakti pada kemanusiaan. Sayangnya, setelah masa kenabian Prabu
Siliwangi as berakhir dan berlanjut ke beberapa generasi berikutnya, ada
saudagar Cina yang ingin membeli beras. Bertahun-tahun keinginan bangsa Cina
itu tidak pernah menjadi kenyataan karena selalu ditolak. Padi dan beras hanya
untuk dimakan tanpa boleh diperjualbelikan. Akan tetapi, ras Cina memang tidak
pernah menyerah. Dengan segala rayuannya, entah dengan cara apa mereka memelas,
ada Permaisuri Kerajaan Sunda yang terbujuk rayu, lalu terjadilah transaksi
jual beli padi atau beras pertama di dunia.
Jual beli yang dilarang Allah swt itu jelas menimbulkan
turunnya hukuman Allah swt. Hukuman itu berupa laki-laki harus bekerja keras dua kali lipat untuk mendapatkan
penghasilan yang sama dibandingkan masa lalu serta perempuan harus ikut pula
bekerja keras untuk membantu kaum laki-laki. Tampaknya, hukuman itu
berlanjut hingga hari ini. Semua orang harus kerja, kerja, kerja, kerja, kerja,
kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, pada masa lalu kaum
laki-laki hanya cukup kerja ringan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kaum
perempuan tidak perlu ikut bekerja membantu para lelaki, tetapi cukup bersolek
dan menerima hasil kerja lelaki di rumah dan di tempat-tempat yang menyenangkan,
seperti, di taman, air terjun, sungai, pendopo, atau kaputren.
Kisah itu saya dapatkan dari Proceedings: Seminar Sejarah dan Tradisi Tentang Prabu Silihwangi yang
disusun oleh V. Sukanda Tesier dan Hasan
Muarif Ambary yang diterbitkan oleh Pemerintah Jawa Barat bekerja sama
dengan Ecole Francaise D’Extreme-Orient-Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional pada 1991.
Kemungkinan itulah yang menjadikan Suku Baduy melarang
ras Cina untuk memasuki wilayah-wilayah tertentu yang dikuasai mereka. Saudagar
Cina telah berhasil merayu Permaisuri untuk membeli beras yang berakibat
turunnya hukuman.
Apabila kita hubungkan dengan hadits-hadits yang
mengisahkan keadaan akhir zaman ketika Imam Mahdi memegang tampuk kekuasaan
dunia, sangat mungkin bahwa larangan jual beli padi dan beras ini diberlakukan
kembali hingga kaum laki-laki tidak perlu bekerja terlalu keras dan perempuan
selalu mempercantik dirinya tanpa perlu ikut membantu kaum lelaki. Hal itu
disebabkan ketika Imam Mahdi berkuasa diberitakan bahwa keadilan tercipta di
seluruh dunia dan kemakmuran menjadi milik semua manusia, bahkan jika ada seseorang yang meminta sesuatu
kepada orang lain, orang lain itu dengan segera memberikannya dengan rela hati.
Tak ada yang pelit karena semuanya tercukupi.
Hanya Allah swt yang tahu keadaan semua ciptaan-Nya dari
awal hingga akhir.
Menciptakan
Hubungan Baik Baru
Larangan untuk Kristen dan
Cina memasuki wilayah-wilayah tertentu di Baduy bukan berarti sama sekali tidak bisa diubah. Apabila
dugaan saya benar bahwa larangan itu berasal dari “keyakinan yang berbeda dan perilaku
yang tidak disukai”, larangan itu bisa menjadi longgar dengan cara menunjukkan
diri bahwa orang Kristen yang sekarang bukanlah penjajah yang merusakkan
kehidupan, melainkan sama-sama warga Indonesia yang berkewajiban untuk
sama-sama menjalin persaudaraan di antara sesama warga bangsa serta bersenang
hati untuk saling membantu. Demikian pula dengan ras Cina atau keturunan Tionghoa
harus menunjukkan diri bahwa kita semua adalah saudara sesama warga bangsa dan sesama
manusia yang tidak ingin saling berupaya menguasai, bahkan bersedia bersama-sama
untuk menjalankan ajaran Nabi Prabu Siliwangi as, yaitu silih asih, silih asuh, silih asah, ‘saling mengasihi, saling
melindungi, saling mencerdaskan’.
Berhubungan baik dengan warga Baduy akan memiliki manfaat
yang banyak, baik untuk penelitian maupun untuk kehidupan sosial. Warga di luar
Baduy-lah yang harus terlebih dahulu menunjukkan sikap yang positif karena
warga Baduy tidak akan berubah sebelum mereka percaya kepada orang-orang di
luar mereka.
Wallaahualam
Sampurasun
No comments:
Post a Comment