Wednesday, 1 March 2017

Kristen dan Cina Dilarang Masuk!

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Warga Kanekes yang biasa disebut Suku Baduy, Banten, Indonesia, memang dikenal sebagai suku yang ekslusif dan tidak mudah tergoda oleh rayuan pembaharuan dan pembangunan. Mereka memiliki wilayah-wilayah yang dilarang dimasuki oleh orang lain, bahkan oleh warga mereka sendiri.

            Mereka bilang, “Pamali”

            Mereka memiliki wilayah atau tempat yang tidak boleh dimasuki oleh orang beragama Kristen dan ras Cina. Sebagaimana yang dikatakan Prof. Garna (1991), wilayah itu dilarang dimasuki oleh Karesten jeung Cina.

            Dalam artikelnya, Garna tidak menjelaskan mengapa Kristen dan Cina dilarang begitu keras untuk memasuki wilayah tertentu. Tak ada keterangan apa pun yang dapat membuat kita mengerti tentang larangan itu.

            Hal itu membuat saya menduga-duga bahwa larangan itu diakibatkan oleh dua hal besar, yaitu keyakinan dan perilaku/habit dari orang Kristen dan Cina dalam pengalaman hidup orang Baduy.

            Keyakinan Kristen yang berupa trinitas atau “Tuhan satu dalam tiga dan tiga dalam satu” sangat bertentangan dengan ajaran Sunda Wiwitan. Demikian pula, keyakinan bangsa Cina yang tidak sedikit mengisahkan banyak dewa juga sangat bertentangan dengan ajaran Sunda Wiwitan. Kedua keyakinan itu jika masuk ke dalam wilayah Baduy dikhawatirkan akan mengganggu keharmonisan Suku Baduy. Keyakinan Suku Baduy sendiri sangat dekat dengan ajaran Islam yang dibawa Muhammad saw. Bahkan, Sunda Wiwitan adalah agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Prabu Siliwangi as. Oleh sebab  itu, orang-orang Islam, terutama yang bersuku Sunda, lebih bisa masuk secara akrab dan mesra dengan warga Baduy, Kanekes. Sunda Wiwitan hanya mengakui Tuhan Yang Tunggal, yaitu Sanghyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Sanghyang Wujud (Tuhan Yang Memiliki Wujud), Sanghyang Kersa (Tuhan Yang Maha Berkehendak), Sanghyang Jatiniskala (Tuhan Yang Tidak Bisa Dibayangkan Bentuk-Nya), Sanghyang Cipta Rasa (Tuhan Yang Menciptakan Rasa), Sanghyang Jatiraga (Tuhan Yang Memiliki Keaslian dan Kekekalan Raga), dan lain sebagainya yang semuanya itu menuju pada Zat Allah swt dalam bahasa Arab.

            Hal itu pun menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi as adalah bukan beragama Hindu atau Budha Tantra. Prabu Siliwangi adalah Nabi as, kepercayaan Allah swt untuk mengajarkan Islam dengan syariat yang disesuaikan situasi dan kondisi saat itu. Di samping itu, menegaskan pula bahwa “tidak ada jejak Hindu dan Budha” di dalam sejarah Tanah Sunda.
            Perilaku dan habit orang Kristen dan Cina pun kemungkinan menjadi dasar dari pelarangan masuk bagi Karesten jeung Cina ke wilayah tertentu di lingkungan warga Kanekes, Suku Baduy. Sebagaimana kita ketahui bahwa masuknya Kristen ke Indonesia hampir bisa dikatakan berbarengan dengan dimulainya awal kolonialisme yang dibawa oleh pasukan Barat. Apabila kita berbicara tentang kolonialisme atau penjajahan, tak ada habisnya diisi oleh perilaku angkuh, sok berkuasa, suka melecehkan, dan melakukan berbagai kekejian terhadap warga pribumi. Orang Baduy jelas tidak menyukai hal itu.

            Hal yang menarik adalah justru pengalaman orang Sunda dengan Cina. Pelarangan masuknya ras Cina kemungkinan besar diakibatkan oleh masa lalu ketika bangsa Indonesia hidup dengan sangat makmur dan kaya raya. Setelah Nabi Prabu Siliwangi as dipercaya Allah swt untuk menanam bibit padi yang pertama di muka Bumi, rakyat Sundaland sangat kaya raya berlimpah ruah pangan dan harta benda. Di dalam naskah tentang penanaman bibit padi yang pertama itu ada larangan dari Allah swt bahwa padi atau beras tidak boleh diperjualbelikan karena padi adalah makanan terlezat dan penuh berkah bagi semua manusia dan hanya boleh dimanfaatkan untuk darma bakti pada kemanusiaan. Sayangnya, setelah masa kenabian Prabu Siliwangi as berakhir dan berlanjut ke beberapa generasi berikutnya, ada saudagar Cina yang ingin membeli beras. Bertahun-tahun keinginan bangsa Cina itu tidak pernah menjadi kenyataan karena selalu ditolak. Padi dan beras hanya untuk dimakan tanpa boleh diperjualbelikan. Akan tetapi, ras Cina memang tidak pernah menyerah. Dengan segala rayuannya, entah dengan cara apa mereka memelas, ada Permaisuri Kerajaan Sunda yang terbujuk rayu, lalu terjadilah transaksi jual beli padi atau beras pertama di dunia.

            Jual beli yang dilarang Allah swt itu jelas menimbulkan turunnya hukuman Allah swt. Hukuman itu berupa laki-laki harus bekerja keras dua kali lipat untuk mendapatkan penghasilan yang sama dibandingkan masa lalu serta perempuan harus ikut pula bekerja keras untuk membantu kaum laki-laki. Tampaknya, hukuman itu berlanjut hingga hari ini. Semua orang harus kerja, kerja, kerja, kerja, kerja, kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, pada masa lalu kaum laki-laki hanya cukup kerja ringan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kaum perempuan tidak perlu ikut bekerja membantu para lelaki, tetapi cukup bersolek dan menerima hasil kerja lelaki di rumah dan di tempat-tempat yang menyenangkan, seperti, di taman, air terjun, sungai, pendopo, atau kaputren.

            Kisah itu saya dapatkan dari Proceedings: Seminar Sejarah dan Tradisi Tentang Prabu Silihwangi yang disusun oleh V. Sukanda Tesier dan  Hasan Muarif Ambary yang diterbitkan oleh Pemerintah Jawa Barat bekerja sama dengan Ecole Francaise D’Extreme-Orient-Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada 1991.

            Kemungkinan itulah yang menjadikan Suku Baduy melarang ras Cina untuk memasuki wilayah-wilayah tertentu yang dikuasai mereka. Saudagar Cina telah berhasil merayu Permaisuri untuk membeli beras yang berakibat turunnya hukuman.

            Apabila kita hubungkan dengan hadits-hadits yang mengisahkan keadaan akhir zaman ketika Imam Mahdi memegang tampuk kekuasaan dunia, sangat mungkin bahwa larangan jual beli padi dan beras ini diberlakukan kembali hingga kaum laki-laki tidak perlu bekerja terlalu keras dan perempuan selalu mempercantik dirinya tanpa perlu ikut membantu kaum lelaki. Hal itu disebabkan ketika Imam Mahdi berkuasa diberitakan bahwa keadilan tercipta di seluruh dunia dan kemakmuran menjadi milik semua manusia, bahkan jika ada seseorang yang meminta sesuatu kepada orang lain, orang lain itu dengan segera memberikannya dengan rela hati. Tak ada yang pelit karena semuanya tercukupi.

            Hanya Allah swt yang tahu keadaan semua ciptaan-Nya dari awal hingga akhir.


Menciptakan Hubungan Baik Baru
Larangan untuk Kristen dan Cina memasuki wilayah-wilayah tertentu di Baduy bukan berarti sama sekali tidak bisa diubah. Apabila dugaan saya benar bahwa larangan itu berasal dari “keyakinan yang berbeda dan perilaku yang tidak disukai”, larangan itu bisa menjadi longgar dengan cara menunjukkan diri bahwa orang Kristen yang sekarang bukanlah penjajah yang merusakkan kehidupan, melainkan sama-sama warga Indonesia yang berkewajiban untuk sama-sama menjalin persaudaraan di antara sesama warga bangsa serta bersenang hati untuk saling membantu. Demikian pula dengan ras Cina atau keturunan Tionghoa harus menunjukkan diri bahwa kita semua adalah saudara sesama warga bangsa dan sesama manusia yang tidak ingin saling berupaya menguasai, bahkan bersedia bersama-sama untuk menjalankan ajaran Nabi Prabu Siliwangi as, yaitu silih asih, silih asuh, silih asah, ‘saling mengasihi, saling melindungi, saling mencerdaskan’.

            Berhubungan baik dengan warga Baduy akan memiliki manfaat yang banyak, baik untuk penelitian maupun untuk kehidupan sosial. Warga di luar Baduy-lah yang harus terlebih dahulu menunjukkan sikap yang positif karena warga Baduy tidak akan berubah sebelum mereka percaya kepada orang-orang di luar mereka.

            Wallaahualam


            Sampurasun

No comments:

Post a Comment