oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya sebetulnya tidak suka
dengan istilah Teori Darwin karena
kata “teori” itu seolah-olah merupakan hasil dari pengamatan fenomena dengan
banyak kumpulan data yang kemudian memunculkan hipotesa. Kemudian, hipotesa itu
diuji, dianalisis, entah dengan metode kuantitatif maupun kualitatif dengan
berbagai alat analisis yang kemudian menghasilkan simpulan dan saran. Dengan
demikian, hasil penelitian itu bisa melahirkan sebuah teori. Dalam
kenyataannya, dari pendapat para pemapar buku Darwin yang berjudul The Origin Species, dalam isi buku itu hanya ada fenomena, kemudian
memunculkan dugaan atau hipotesa tanpa ada data-data yang dapat dianalisis
dengan alat-alat analisis yang tepat. Jadi, penelitian, analisis, dan
eksperimennya belum pernah dilakukan. Semuanya hanya dugaan. Dengan demikian,
tidak tepat jika menggunakan istilah “Teori Darwin”. Istilah yang tepat
seharusnya Hipotesa Darwin atau Dugaan Darwin karena memang hanya baru tahap dugaan dan belum
ada penelitian yang mendalam.
Sebetulnya, kalau hanya dugaan, sah-sah saja dalam ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, apabila dugaan itu disebut sebuah kebenaran, namanya
berubah menjadi hoax. Apa pun itu,
baik ilmu pengetahuan maupun berita, jika baru sebatas fenomena kemudian
memunculkan dugaan, tetapi menganggap bahwa dugaan itu adalah sebuah kebenaran,
namanya hoax.
Dugaan itu hanya kira-kira. Orang tua Sunda menyebutnya meureun. Adapun meureun teh jauh ka enya, ‘dugaan/kira-kira itu jauh dari
kenyataan’. Oleh sebab itu, untuk memastikan sebuah dugaan, harus dilakukan
pengujian dan penelitian sehingga didapat hasil apakah dugaan itu benar atau
tidak. Tanpa ada pengujian, dugaan hanyalah dugaan dan bukan kenyataan. Jika
dugaan disebut kenyataan, itulah namanya hoax.
Darwin hanya sampai pada tahap dugaan dan tidak pernah
menguji dugaannya itu sehingga mendapatkan simpulan. Saya senang sekali jika
ada pendukung Darwin dari negara mana pun yang mampu menerangkan bagaimana cara
Darwin dalam mengumpulkan data, menguji data-data itu, memaparkan alat-alat
analisisnya sampai memunculkan sebuah simpulan dan saran bagi pengembangan ilmu
pengetahuan berikutnya. Kalau tidak ada yang bisa, Darwin memang kenyataannya
hanya sampai pada tahap menduga. Apabila dugaan Darwin disebut kebenaran atau
kenyataan, istilahnya harus diubah menjadi Darwin Hoax atau The Hoax of Darwin.
Para pendukung dugaan Darwin masih tetap ada disebabkan
paling tidak tiga hal, yaitu enggan
mengakui keberadaan Allah swt, tidak mendapatkan kepuasan dalam beragama,
dan tidak mendapatkan jawaban yang pasti
untuk menjatuhkan dugaan Darwin. Setidak-tidaknya, itulah yang saya
dapatkan setelah sering sekali berdebat dengan lebih dari dua ratus para ateis
luar negeri. Mereka rata-rata orang yang gemar berpikir, tetapi tidak memiliki
rel untuk berpikir yang benar sehingga pikirannya menjadi sangat liar.
Orang-orang beragama di luar negeri, terutama Kristen mengajari mereka dengan
dogma-dogma yang membingungkan disertai tuduhan-tuduhan sesat, kafir, dan calon
penghuni neraka. Demikian pula orang-orang Islam di sana banyak yang terlalu
sibuk ingin mendirikan kekhalifahan sehingga mempolarisasi masyarakat dalam dua
golongan besar, yaitu muslim dan kafir. Memang benar bahwa di dunia ini hanya
ada muslim dan kafir, tetapi yang lebih parah adalah dua golongan besar ini
semakin diperbesar benteng pemisahnya sehingga muncul fenomena sikap “ikut aku
atau ikut mereka”. Dengan demikian, para pendukung dugaan Darwin yang sebagian
besar ateis tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan atas keresahannya. Oleh
sebab itu, mereka mati-matian mendukung dugaan Darwin sebagai sebuah teori yang
dianggap sebuah kebenaran meskipun tak bisa dipertanggungjawabkan dan tak bisa
diterangkan secara ilmiah.
Akan tetapi, meskipun mereka sudah kalah berdebat dan
mengakui dengan jujur bahwa pendapat saya adalah benar dalam menjatuhkan dugaan
Darwin, masih tetap bertahan dalam pendapatnya yang salah itu. Hal itu
disebabkan ada penyakit dalam diri mereka yang sudah menahun, yaitu keengganan untuk
melakukan ritual-ritual agama apa pun. Bahkan, ada yang menyarankan saya untuk
beralih menjadi Kristen karena dalam Kristen tidak ada shalat, puasa, dan
ritual-ritual Islam yang bagi mereka terasa memberatkan. Saya sih cuma tertawa
saja karena shalat, puasa, dan ritual-ritual lainnya bagi saya sama sekali
tidak memberatkan, bahkan meringankan hidup saya karena ritual-ritual itu
merupakan pegangan bagi saya dalam menyeimbangkan hidup saya.
Adapula seorang ateis Inggris yang sudah kalah berdebat
beralih menggunakan kata-kata ejekan bahwa menurutnya setiap orang yang beragama
itu bodoh, “Kalian orang-orang bodoh yang percaya bahwa Nabi Adam adalah hidup
bersama para dinosaurus.”
Saya sih tertawa saja. Dia sesat berpikir karena banyak
orang yang beragama menerangkan bahwa Adam as adalah manusia pertama. Kalau
disebut manusia pertama, berarti Adam as harus hidup pada zaman purba barengan
dengan dinosaurus.
Saya jawab saja, “Hahaha … siapa orang bodoh yang
mengajari kamu hal bodoh seperti itu?”
Dia tidak menjawab lagi sampai sekarang.
Intinya, Darwin menduga bahwa makhluk hidup itu berasal
dari makhluk bersel satu yang kemudian berkembang, baik secara fisik maupun
intelektual. Secara fisik berubah menyesuaikan kebutuhan hidup dan alam. Secara
intelektual berkembang dari tidak tahu menjadi tahu. Semuanya itu terjadi
secara alamiah, berasal dari alam menjadi alam. Alam menciptakan alam. Alam
menciptakan dirinya sendiri.
Sayangnya, tak ada bukti tentang hal itu. Tak pernah
ditemukan fosil beruang yang sedang memendek keempat kakinya, lalu tumbuh sirip
di perut dan punggungnya untuk kemudian menjadi hiu. Tak pernah ditemukan fosil kadal dan cicak yang
kaki depannya dalam proses berubah menjadi sayap dan kaki depannya menjadi
tumpuan untuk berdiri sehingga menjadi burung. Fosil-fosil yang ditemukan
sebagai penunjang dugaan Darwin semuanya bohong dan terbukti palsu. Misalnya,
pernah diklaim ada fosil tulang belulang babi hutan yang sedang berubah menjadi
anjing. Ternyata, setelah diteliti itu hanyalah penggabungan antara kepala
anjing biasa dengan babi hutan biasa. Sempat pula beredar luas penemuan ada
manusia berbadan tegap dengan kerangka kepala monyet, tetapi ternyata sama saja
hanya penipuan dengan cara menggabungkan tengkorak monyet dengan kerangka tubuh
manusia. Adapula yang melakukan penipuan dengan cara menggunakan gips dengan
bentuk seolah-olah monyet yang sedang berkembang menjadi manusia, tetapi
akhirnya ketahuan juga bohongnya.
Kalaulah para ateis itu berpendapat bahwa ada monyet yang
telah berbentuk menjadi manusia sempurna, lalu berkembang biak menjadi banyak
dan menjadi leluhur pertama manusia, hal itu sama saja dengan keyakinan bahwa
Adam as adalah manusia pertama.
Akibatnya, mereka tetap bingung bagaimana bisa bahwa
manusia pertama yang jelas menggunakan bahasa, tetapi generasi berikutnya
menggunakan bahasa yang berbeda dengan manusia berikutnya?
Manusia pertama tentunya berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa.
Bahasa apa?
Kapan dimulainya terjadi ribuan bahasa yang berbeda di
dunia ini, padahal berasal dari satu manusia yang sama?
Mengapa bahasa manusia yang pertama itu ditinggalkan
sampai tidak dikenali lagi?
Mengapa bahasanya jadi sangat jauh berbeda dan bentuk
hurufnya pun berbeda pula, seperti, Arab, Jepang, Cina, Sunda, Jawa, dan lain
sebagainya?
Tak ada jawaban untuk itu semua karena mereka salah
berpikir dan tak punya landasan yang jelas. Hal itu sudah menunjukkan bukti
bahwa Darwin itu hanya sebatas menduga dan tak pernah melakukan penelitian
mendalam atas dugaannya itu.
Kalaulah para pendukung Darwin yang ateis itu menganggap
bahwa orang Afrika, Papua masih setengah manusia dan setengah binatang karena
masih dalam proses menuju kesempurnaan untuk menjadi orang Melayu, Cina, atau
Jepang sehingga menjadi manusia paling sempurna yang berkulit putih seperti di
Barat, mengapa banyak orang yang berkulit hitam lebih cerdas, lebih pandai, dan
lebih sukes dibandingkan orang kulit putih?
Tak ada jawaban pula untuk hal seperti itu.
Teori
Ledakan Penciptaan
Teori yang paling masuk akal
adalah Teori Ledakan Penciptaan. Teori
ini diperkenalkan oleh Harun Yahya. Bukan
Teori Big Bang. Teori Big Bang
artinya Teori Ledakan Besar yang menerangkan bagaimana Bumi dan langit ini
tercipta. Adapun Teori Ledakan Penciptaan adalah teori yang menjelaskan
bagaimana Allah swt menciptakan makhluk hidup.
Dalam penelitiannya, Harun Yahya menemukan bahwa para
ahli fosil hanya menemukan tulang belulang binatang purba dalam jumlah yang
banyak dalam waktu tertentu dengan bentuk tertentu yang sama. Tak ada fosil
binatang purba yang sedang berubah bentuk, tetapi yang ada hanyalah fosil yang
sama bentuknya dalam jumlah yang teramat banyak pada periode tertentu. Dari berbagai
jenis fosil yang ditemukannya, Harun Yahya menyimpulkan bahwa Allah swt
menciptakan makhluk tertentu pada periode tertentu dan berkembang menjadi
sangat banyak dengan bentuk yang tetap dari awal penciptaan sampai dengan akhir
kepunahannya. Tak ada yang berevolusi. Itulah yang disebut Teori Ledakan
Penciptaan.
Hal yang sama pun terjadi pada manusia. Allah swt
menciptakan manusia dari sepasang manusia, laki-laki dan perempuan, untuk satu
suku tertentu. Allah swt menciptakan sepasang suami isteri itu secara fisik
terlebih dahulu yang disesuaikan dengan keadaan alam tempat mereka diciptakan.
Setelah itu, Allah swt menanamkan berbagai pengetahuan kepada mereka sebagai
modal kerja mereka hidup dan sesuai dengan tantangan mereka hidup. Demikian
pula, Allah swt menciptakan bahasa tertentu untuk mereka agar dapat
berkomunikasi, baik di antara mereka sendiri maupun untuk berkomunikasi dengan
alam dan terutama berkomunikasi dengan Allah swt. Untuk setiap suku, Allah swt
menciptakan sepasang suami istri tertentu dengan cara yang sama. Dari sanalah
manusia mulai berkembang, belajar, dan terus mengembangkan dirinya, baik
kuantitas maupun kualitas. Setiap suku diciptakan sepasang suami isteri
tertentu sebagai leluhur awal suku itu dengan bahasa dan ilmu pengetahuan
tertentu.
Dalam menerangkan hal penciptaan serupa itu, Allah swt
memberikan contoh dengan memberitakan bagaimana Adam as diciptakan. Adam as
diciptakan secara fisik hingga sempurna, kemudian diberi berbagai pengetahuan
secara langsung tanpa proses belajar sebagai modal awal untuk menjalani
hidupnya. Oleh sebab itu, Allah swt memerintahkan para malaikat untuk sujud
sebagai tanda penghormatan kepada Adam as yang telah diberi pengetahuan yang
lebih banyak dibandingkan para malaikat. Kemudian, Allah swt memberikan pula
pasangannya Siti Hawa agar dapat berkembang, baik kuantitas maupun kualitas.
Bukan hanya masuk akal proses penciptaan serupa itu,
melainkan pula mendapatkan landasan yang jelas berupa firman Allah swt di dalam
Al Quran.
Hal ini bisa dilihat dari QS Al Hujurat 49 : 13.
“Wahai Manusia!
Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha
Teliti.”
Penciptaan dengan
membedakan suku, fisik, bahasa yang berbeda dimaksudkan agar manusia dapat
saling mengenal dan saling berbagi sehingga dapat survive dalam menjalani hidup dan kehidupan sesuai dengan yang
direncanakan Allah swt.
Untuk lebih memahaminya, penciptaan seperti ini
mirip-mirip dengan permainan video games.
Setiap pembuat game, baik game
adventure ataupun tidak, selalu memberikan modal dasar bagi setiap karakter
yang dimainkan dalam game tersebut. Tokoh karakter yang dimainkan game tersebut
akan berkembang menjadi kuat, besar, dan kaya jika mampu menemukan aset-aset
yang disediakan Sang Pencipta Game untuk menghadapi setiap tantangan yang ada
dalam game tersebut sampai permainan itu berakhir. Bagi pemain game yang pandai
dan tekun, akan mendapatkan banyak materi dan aset untuk melengkapi dirinya
hingga menjadi pemenang dalam game tersebut dan berakhir menyenangkan. Akan
tetapi, pemain game yang tidak tekun, tidak sabaran, tidak teliti, dan emosian
kerap jatuh gagal dan … game over.
Dia tidak berhasil menjalankan karakternya sebagaimana yang diharapkan Sang
Pencipta Game.
Hal yang sedikit agak lebih jelas adalah mirip dengan
permainan Sim City. Setiap keluarga
atau setiap orang diberi modal dasar minimal oleh Sang Perancang Game agar
dapat melanjutkan permainan dari awal sampai dengan akhir. Kepandaian dan
ketekunan pemain game Sim City akan sangat menentukan keberhasilan dan atau
kegagalan setiap karakter yang dimainkan. Setiap karakter yang dimainkan akan
bisa menjadi sangat kaya raya dan berhasil hidupnya jika mampu mengikuti
petunjuk Sang Pembuat Game. Sebaliknya, pemain game yang seenaknya dan malas
mudah menyerah, tidak akan pernah berhasil hidup dan menghidupkan karakter
dalam game tersebut sehingga berakhir naas, bahkan mati total dan … game over.
Seperti itulah kira-kira Allah swt menciptakan kita semua,
memberikan modal dasar, memberikan tantangan, memberikan alat, menyediakan
fasilitas, sekaligus menyiapkan kegagalan dan keberhasilan. Semua itu
diserahkan kepada diri kita sendiri untuk menjalaninya. Agar permainan hidup ini
lebih baik, diturunkanlah para nabi dengan petunjuk agar setiap peserta
kehidupan dunia dapat memainkan peran yang
tepat dan benar. Bagi mereka yang mengikuti buku petunjuk dengan benar,
berhasillah hidupnya. Bagi mereka yang seenaknya tanpa buku panduan, gagallah
hidupnya.
Jadi, dugaan Darwin sama sekali tidak masuk akal dan
tidak memiliki landasan berpikir yang jelas. Adapun Teori Ledakan Penciptaan
sangat masuk akal, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan, dan
memiliki landasan pikir yang jelas berupa firman Allah swt.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment