oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Akhir-akhir ini umat Islam
didera penyakit saling bantah satu sama lain. Mereka berbantahan tentang Allah
swt, tentang kehendak Allah swt, dan tentang firman Allah swt. Sungguh,
fenomena ini sangat memalukan dan mengerikan. Hal yang paling memuakkan adalah
saling bantah itu atas dasar kepentingan politik dan ekonomi, bukan atas dasar
kebenaran Islam sendiri. Hawa nafsulah yang menjadi sandaran, keangkuhan dan egoismelah
yang dikedepankan, dan bukannya ilmu pengetahuan.
Kita harus ingat, Allah swt memperingatkan kita tentang perilaku
saling bantah yang sangat tidak terpuji tersebut dalam QS Al Hajj : 8-9.
“Dan di antara manusia
ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab
(wahyu) yang memberi penerangan sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak)
untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapat kehinaan di dunia dan
pada hari Kiamat Kami berikan kepadanya rasa azab neraka yang membakar.”
Jelas sekali Allah
swt mencela manusia yang berbantahan tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab
yang memberikan penerangan. Mereka yang saling bantah ini hanya mempertuhankan
hawa nafsu mereka dan bukan dalam rangka mengagungkan Allah swt.
Apabila terjadi perbedaan pendapat di antara orang
beriman, jalan penyelesaiannya adalah seperti yang dijelaskan Allah swt sendiri,
yaitu harus dengan menggunakan ilmu,
petunjuk, dan kitab (wahyu) yang memberikan penerangan. Ilmu itu sifatnya terbuka dan siap
diuji. Jika tidak boleh diuji, bukanlah ilmu, melainkan doktrin yang harus
dipaksakan untuk dipercaya tanpa boleh bertanya. Hal itu sangat tercela dalam
pandangan Allah swt. Petunjuk itu
adalah arahan agar perhatian kita terfokus pada masalah tertentu yang sedang
didiskusikan atau dicari landasan kebenarannya. Kitab (wahyu) itu adalah pedoman untuk mendapatkan kebenaran dan
untuk mengimplementasikan kebenaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Begitulah
yang Allah swt inginkan.
Orang yang setia kepada ilmu akan menyerah jika ilmu itu
memunculkan kebenaran dan menghancurkan keyakinan lamanya karena telah terbukti
tergeser oleh ilmu pengetahuan baru yang lebih akurat, lebih terang, dan lebih
masuk akal. Lain halnya dengan orang yang tidak berilmu. Meskipun ilmu
kebenaran telah datang kepada dirinya, ia akan menolaknya sambil memalingkan lambungnya (dengan congkaknya) untuk menyesatkan
manusia dari jalan Allah (QS Al Hajj :9).
Memalingkan lambung itu sama dengan memutarkan badan dan memunggungi orang
yang sedang berbicara kepadanya. Orang seperti inilah yang akan dihinakan Allah
swt di dunia dan disiksa dengan balasan api neraka yang membakar. Dia tidak
pantas disebut orang yang berilmu. Hal itu disebabkan dia akan tetap berpegang
dengan seluruh kebodohannya pada keyakinan lamanya meskipun keyakinan lamanya
itu telah nyata-nyata salah setelah datang ilmu yang baru. Dia hanya membela
keangkuhan, egoisme diri, dan hawa nafsunya.
Petunjuk dan pedoman yang berasal dari kitab (wahyu) harus dijadikan standar
untuk mendapatkan kebenaran. Jika ada perselisihan pendapat, gunakanlah
metode-metode yang berlandaskan pengetahuan. Ayat yang satu harus dicari
keterangannya dari ayat-ayat lainnya. Pemahaman tentang ayat yang masih
membingungkan hendaknya dipecahkan dengan menggunakan tafsiran para ahli tafsir
terdahulu yang terpercaya dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan yang terus berkembang. Gunakan pula asbabun nuzul untuk lebih memahami kehendak Allah swt yang
tergambar pada ayat-ayat-Nya sendiri. Para ahli Islam lebih tahu tatacara
mengenai hal-hal seperti ini.
Jangan gunakan hawa nafsu, keangkuhan, dan kebodohan
untuk memaksakan kehendak yang akhirnya akan menggiring dirinya dan orang lain ke
arah kesesatan yang pada gilirannya menjerumuskan manusia ke lembah siksa
neraka.
Siksa neraka itu dapat dirasakan saat ini juga ketika
kita masih hidup di dunia. Menurut Syekh
Siti Jenar, rasa neraka yang dapat dirasakan di dunia adalah hidup penuh kebencian, iri, dengki, mudah marah,
bingung, cemas, gelisah, sakit, penuh dendam, mudah berbicara kotor, gemar
berbohong, sakit hati, sempit dada, dan lain sebagainya. Adapun rasa Surga
yang bisa kita rasakan adalah hidup bahagia,
tenang, tenteram, mudah senyum, mudah memaafkan, lapang dada, gemar berbicara
yang baik-baik dan mendengar hal-hal yang baik, tak ada rasa iri dan dengki,
penuh kejujuran, dan lain sebagainya. Kita bisa mengukur rasa mana yang
dominan ada dalam hidup keseharian kita.
Rasa surga atau rasa neraka?
Jujur saja pada diri sendiri.
Jangan gemar berbantah-bantahan tentang Allah swt dan
firman-firman-Nya!
Gunakan ilmu, petunjuk, dan wahyu untuk mendapatkan
kebenaran.
Orang-orang yang sombong dan tetap berpegang pada
keyakinan yang salah akan dibalas oleh Allah swt dengan siksa yang sangat keji,
baik di dunia ini maupun di akhirat kelak jika tidak mau mengubah dirinya.
Allah swt akan menyiksa mereka dan mereka akan diberi
kesadaran bahwa ketika balasan Allah swt itu tiba, baik di dunia ini maupun di
akhirat nanti adalah diakibatkan perbuatan mereka sendiri beberapa waktu sebelumnya.
Mereka sadar bahwa bencana yang mereka dapatkan adalah karena tingkah laku
mereka sendiri yang sombong dan angkuh. Hal itu sebagaimana firman Allah swt
dalam QS Al Hajj : 10.
“(Akan dikatakan
kepadanya), ‘Itu karena perbuatan yang dilakukan dahulu oleh kedua tanganmu dan
Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.”
Pernahkah kita
mendapatkan kesulitan atau kesusahan hidup atau penderitaan, lalu hati kita berkata
sendiri bahwa semua kesedihan dan kesengsaraan ini akibat dari perilaku kita
yang dahulu?
Begitulah Allah swt memberikan kesadaran kepada kita agar
kita mengerti bahwa kepedihan hidup yang dialami adalah disebabkan tingkah laku
kita sendiri.
Jangan berbantahan tentang Allah swt dan
firman-firman-Nya jika tidak ingin mendapatkan siksa yang kita sadari bahwa
siksa itu akibat dari diri kita sendiri.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment