Thursday, 2 March 2017

Jangan Saling Bantah

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Akhir-akhir ini umat Islam didera penyakit saling bantah satu sama lain. Mereka berbantahan tentang Allah swt, tentang kehendak Allah swt, dan tentang firman Allah swt. Sungguh, fenomena ini sangat memalukan dan mengerikan. Hal yang paling memuakkan adalah saling bantah itu atas dasar kepentingan politik dan ekonomi, bukan atas dasar kebenaran Islam sendiri. Hawa nafsulah yang menjadi sandaran, keangkuhan dan egoismelah yang dikedepankan, dan bukannya ilmu pengetahuan.

            Kita harus ingat, Allah swt memperingatkan kita tentang perilaku saling bantah yang sangat tidak terpuji tersebut dalam QS Al Hajj : 8-9.

            “Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapat kehinaan di dunia dan pada hari Kiamat Kami berikan kepadanya rasa azab neraka yang membakar.”

            Jelas sekali Allah swt mencela manusia yang berbantahan tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab yang memberikan penerangan. Mereka yang saling bantah ini hanya mempertuhankan hawa nafsu mereka dan bukan dalam rangka mengagungkan Allah swt.

            Apabila terjadi perbedaan pendapat di antara orang beriman, jalan penyelesaiannya adalah seperti yang dijelaskan Allah swt sendiri, yaitu harus dengan menggunakan ilmu, petunjuk, dan kitab (wahyu) yang memberikan penerangan. Ilmu itu sifatnya terbuka dan siap diuji. Jika tidak boleh diuji, bukanlah ilmu, melainkan doktrin yang harus dipaksakan untuk dipercaya tanpa boleh bertanya. Hal itu sangat tercela dalam pandangan Allah swt. Petunjuk itu adalah arahan agar perhatian kita terfokus pada masalah tertentu yang sedang didiskusikan atau dicari landasan kebenarannya. Kitab (wahyu) itu adalah pedoman untuk mendapatkan kebenaran dan untuk mengimplementasikan kebenaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Begitulah yang Allah swt inginkan.

            Orang yang setia kepada ilmu akan menyerah jika ilmu itu memunculkan kebenaran dan menghancurkan keyakinan lamanya karena telah terbukti tergeser oleh ilmu pengetahuan baru yang lebih akurat, lebih terang, dan lebih masuk akal. Lain halnya dengan orang yang tidak berilmu. Meskipun ilmu kebenaran telah datang kepada dirinya, ia akan menolaknya sambil memalingkan lambungnya (dengan congkaknya) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah (QS Al Hajj :9). Memalingkan lambung itu sama dengan memutarkan badan dan memunggungi orang yang sedang berbicara kepadanya. Orang seperti inilah yang akan dihinakan Allah swt di dunia dan disiksa dengan balasan api neraka yang membakar. Dia tidak pantas disebut orang yang berilmu. Hal itu disebabkan dia akan tetap berpegang dengan seluruh kebodohannya pada keyakinan lamanya meskipun keyakinan lamanya itu telah nyata-nyata salah setelah datang ilmu yang baru. Dia hanya membela keangkuhan, egoisme diri, dan hawa nafsunya.

            Petunjuk dan pedoman yang berasal dari kitab (wahyu) harus dijadikan standar untuk mendapatkan kebenaran. Jika ada perselisihan pendapat, gunakanlah metode-metode yang berlandaskan pengetahuan. Ayat yang satu harus dicari keterangannya dari ayat-ayat lainnya. Pemahaman tentang ayat yang masih membingungkan hendaknya dipecahkan dengan menggunakan tafsiran para ahli tafsir terdahulu yang terpercaya dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Gunakan pula asbabun nuzul untuk lebih memahami kehendak Allah swt yang tergambar pada ayat-ayat-Nya sendiri. Para ahli Islam lebih tahu tatacara mengenai hal-hal seperti ini.

            Jangan gunakan hawa nafsu, keangkuhan, dan kebodohan untuk memaksakan kehendak yang akhirnya akan menggiring dirinya dan orang lain ke arah kesesatan yang pada gilirannya menjerumuskan manusia ke lembah siksa neraka.

            Siksa neraka itu dapat dirasakan saat ini juga ketika kita masih hidup di dunia. Menurut Syekh Siti Jenar, rasa neraka yang dapat dirasakan di dunia adalah hidup penuh kebencian, iri, dengki, mudah marah, bingung, cemas, gelisah, sakit, penuh dendam, mudah berbicara kotor, gemar berbohong, sakit hati, sempit dada, dan lain sebagainya. Adapun rasa Surga yang bisa kita rasakan adalah hidup bahagia, tenang, tenteram, mudah senyum, mudah memaafkan, lapang dada, gemar berbicara yang baik-baik dan mendengar hal-hal yang baik, tak ada rasa iri dan dengki, penuh kejujuran, dan lain sebagainya. Kita bisa mengukur rasa mana yang dominan ada dalam hidup keseharian kita.

            Rasa surga atau rasa neraka?

            Jujur saja pada diri sendiri.

            Jangan gemar berbantah-bantahan tentang Allah swt dan firman-firman-Nya!

            Gunakan ilmu, petunjuk, dan wahyu untuk mendapatkan kebenaran.

            Orang-orang yang sombong dan tetap berpegang pada keyakinan yang salah akan dibalas oleh Allah swt dengan siksa yang sangat keji, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak jika tidak mau mengubah dirinya.

            Allah swt akan menyiksa mereka dan mereka akan diberi kesadaran bahwa ketika balasan Allah swt itu tiba, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti adalah diakibatkan perbuatan mereka sendiri beberapa waktu sebelumnya. Mereka sadar bahwa bencana yang mereka dapatkan adalah karena tingkah laku mereka sendiri yang sombong dan angkuh. Hal itu sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al Hajj : 10.

            “(Akan dikatakan kepadanya), ‘Itu karena perbuatan yang dilakukan dahulu oleh kedua tanganmu dan Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.”

            Pernahkah kita mendapatkan kesulitan atau kesusahan hidup atau penderitaan, lalu hati kita berkata sendiri bahwa semua kesedihan dan kesengsaraan ini akibat dari perilaku kita yang dahulu?

            Begitulah Allah swt memberikan kesadaran kepada kita agar kita mengerti bahwa kepedihan hidup yang dialami adalah disebabkan tingkah laku kita sendiri.

            Jangan berbantahan tentang Allah swt dan firman-firman-Nya jika tidak ingin mendapatkan siksa yang kita sadari bahwa siksa itu akibat dari diri kita sendiri.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment