Tuesday, 21 March 2017

Tanda Nabi Prabu Siliwangi as Hidup pada Zaman Sundaland

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Prabu Siliwangi adalah nabi yang hidup pada masa Indonesia masih berupa Benua Sundaland, bukan kepulauan seperti sekarang ini. Penjelasannya baca pada tulisan saya yang lalu berjudul Nabi Prabu Siliwangi Alaihissalam. Indonesia memang dulunya sebuah benua besar yang sangat hebat dan makmur tiada tara serta menjadi pusat awal seluruh peradaban dunia ini. Penjelasannya baca pada tulisan saya yang lalu berjudul Indonesia dalam Pandangan Allah swt.

            Sekarang pada tulisan ini saya ingin berbagi bahwa ada tanda atau bukti bahwa memang Nabi Prabu Siliwangi as adalah tokoh yang pernah hidup di dunia ini dan berada pada masa Sundaland. Tulisan ini sengaja saya buat untuk mengajak berdiskusi mereka yang menganggap bahwa Prabu Siliwangi hanyalah tokoh sastra dan tidak pernah benar-benar hidup dan mereka yang percaya Prabu Siliwangi adalah memang tokoh sejarah, tetapi sering kalang kabut menyangka bahwa Prabu Siliwangi adalah Raja Sunda pada masa-masa lebih ke sini yang tak jelas raja yang mana, kadang Sri Baduga Maharaja, kadang Lingga Buana Wisesa, kadang Niskala Wastukancana, kadang raja yang lain. Berdiskusi itu baik untuk kesehatan dan bermanfaat untuk mendapatkan kebenaran. Jangan membiasakan diri angkuh merasa paling benar sendiri, padahal hanya sok tahu tanpa ada landasan bukti dan pemikiran yang jelas. Yang penting “gue paling bener”, yang lain “salah”. Perilaku angkuh seperti itu sudah seharusnya dibuang agar semua orang bisa memberikan masukan bermanfaat sehingga mendapatkan kebenaran yang benar-benar benar.

            Sebagaimana hasil penelitian paling mutakhir, Indonesia dulunya adalah benua yang besar, Benua Sundaland, tetapi hancur berkeping-keping oleh bencana alam yang sangat dahsyat dalam waktu teramat singkat. Air laut meluap hingga menenggelamkan gunung-gunung yang tinggi. Tekanan air laut itu menyebabkan tanah dan batu bergerak sehingga menimbulkan gempa tektonik sekaligus memicu gempa vulkanik yang mengakibatkan gunung-gunung berapi meletus secara bersamaan. Bencana maha mengerikan yang belum pernah terjadi lagi sepanjang sejarah manusia itu mengubur seluruh kekayaan, kemakmuran, kemajuan teknologi, kepesatan spiritualisme, dan peradaban yang teramat tinggi. Kebesaran Benua Sundaland yang mengagumkan itu pun harus hancur dan hilang sama sekali dari muka Bumi.

            Allah swt mengabadikan kehancuran itu dalam Al Quran sebagai akibat dari kemurkaan-Nya kepada manusia-manusia Indonesia yang teramat zalim.

“… Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur.” (QS 34 : 19)

Meskipun demikian, Allah swt masih memberikan kesempatan kepada manusia untuk mempelajari kehebatan penduduk Benua Sundaland masa lalu dengan berbagai karya luar biasanya. Allah swt sengaja membukakan sedikit demi sedikit bangunan-bangunan megah yang berteknologi tinggi dan bernilai spiritual luar biasa yang berupa candi, barang-barang, pusaka, dan istana-istana mewah yang telah terkubur ratusan ribu tahun. Sangat banyak candi dan istana yang belum tergali di perut Bumi Indonesia ini. Bahkan, banyak yang hanya baru muncul ujung istananya. Jika digali, akan tampak istana megah luar biasa karya menakjubkan.

Salah satu istana yang dihancurkan Allah swt dan kemudian ditampakkan lagi itu adalah milik Nabi Prabu Siliwangi as. Tampaknya, orang Indonesia ini selepas masa kenabian Prabu Siliwangi as, Nabi Sulaeman as, Nabi Daud as, dan nabi-nabi lainnya yang tidak semua dicatat Al Quran, telah melakukan penyelewengan perilaku serta penyalahgunaan tempat ibadat dan istana-istana suci menjadi tempat pemujaan Iblis dan syetan laknatullah.

“Dan sungguh, Iblis telah dapat meyakinkan terhadap mereka kebenaran sangkaannya, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian dari orang-orang Mukmin.” (QS 34 : 20)

Oleh sebab itu, Allah swt menghancurkannya sekalipun itu tempat suci. Tempat suci akan tidak suci lagi jika digunakan untuk kemaksiatan dan kekotoran perilaku serta keyakinan yang salah. Masjidil Aqsha, yaitu “Candi Borobudur” dikubur Allah swt dalam lumpur gara-gara dijadikan tempat pemujaan syetan dan baru ditemukan pada masa kolonial Belanda. Penjelasan tentang ini baca pada tulisan saya yang lalu berjudul Bukan Al Aqsha Yang Itu, Melainkan The Real Al Aqsha.

“….. Maka (lihatlah) bagaimana dahsyatnya akibat kemurkaan-Ku.” (QS 34 : 45)

Demikian pula, istana Nabi Prabu Siliwangi as baru ditemukan kembali di Bogor  oleh anak buah Letnan Tanuwijaya, orang Sumedang, yang menjadi prajurit Belanda. Sersan Scipio, tentara Belanda, mencatatnya ketika dalam ekspedisinya bersama pasukannya mengunjungi daerah Batu Tulis di Bogor pada 1 September 1687. Dalam catatannya, Scipio menulis bahwa istana itu sudah berupa puing-puing dan dikelilingi hutan tua. Puing-puing itu dicatatnya sebagai peninggalan Kerajaan Pakuan atau Pajajaran. Ia pun menjelaskan bahwa dua hari sebelumnya di tempat tersebut seorang anggota ekspedisinya menderita patah leher karena diterkam harimau.

Pada 23 September 1687 G.J. Joanes Camphuijs menulis laporan kepada atasannya di Amsterdam yang di antaranya berbunyi, “Dat hetseve paleijsen specialijek de veherven zitplaets van den javaense. Coning Padzia Dziarum nu gog gedulzig door een groot getal tijgers bewaakt en bewaart wort.”

Artinya, istana tersebut dan terutama tempat duduk yang ditinggalkan kepunyaan Raja “Jawa” Pajajaran sekarang masih dikerumuni dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau.

Laporan tentang harimau ini berasal dari penduduk Kedung Halang dan Parung Angsana yang mengiringi Scipio dalam ekspedisinya. Mungkin mereka itulah sumber isu bahwa prajurit Pajajaran “berubah wujud menjadi harimau”.

Tiga tahun kemudian Kapiten Adolf Winkler diperintahkan memimpin ekspedisi khusus untuk membuat peta lokasi bekas Pakuan. Pada Kamis, 25 Juni 1690 Winkler beserta rombongannya tiba di lokasi bekas keraton. Ia menemukan een accurate steene vloering off weg (sebuah lantai atau jalan berbatu yang sangat rapi). Jalan itu menuju ke bekas paseban tua dan di situ ia melihat ada tujuh batang pohon beringin. Dari penduduk Parung Angsana yang mengiringinya, Winkler mendapat penjelasan bahwa yang dilihat mereka itu adalah peninggalan Prabu Siliwangi. Hal-hal itu tertulis dalam makalah Siliwangi sebagai Pangkal Silsilah Kebangsaan (Tradisi Naskah Abad XVIII dan XIX) yang disusun oleh Saleh Danasasmita pada 1991.

Jalan masuk ke wilayah itu di samping sempit, juga mendaki. Jalan masuk itu pun diapit oleh parit yang sangat dalam dan mengerikan. Allah swt memang tampaknya benar-benar murka sehingga jalan menuju ke sana pun benar-benar sulit dan mengerikan.

Reruntuhan puing Istana Prabu Siliwangi as menguatkan tanda bahwa memang Prabu Siliwangi as adalah seorang nabi yang mengajarkan Islam dengan nama agama Sunda Wiwitan pada masa Benua Sundaland. Akan tetapi, sepeninggalnya, banyak orang yang meninggalkan agama Sunda Wiwitan sampai-sampai memuja Iblis dan syetan sehingga Allah swt murka dan menghancurkannya sekaligus menenggelamkannya ke dalam perut Bumi untuk menghancurkan kesombongan dan keangkuhan manusia.

Hari itu kejahatan dan pengingkaran manusia dibalas oleh Allah swt dengan sangat dahsyat. Allah swt berbuat sekehendak diri-Nya sendiri.

Raja pada Hari Pembalasan (QS Al Fatihah : 3).
          
          Sampurasun.

No comments:

Post a Comment