oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pembelaan Ahok dan para
pendukungnya yang bersandar pada pendapat Gus Dur tentang memilih pemimpin, jangan
terus-terusan diomongin karena bisa menyesatkan. Menurut mereka, Gus Dur
berpendapat bahwa Pilkada itu merupakan proses memilih pemimpin yang dapat “melayani
rakyat” dan bukan untuk memilih “pemimpin agama”. Jadi, rakyat diperbolehkan
untuk memilih Ahok atau nonmuslim untuk menjadi pemimpin.
Gus Dur itu sudah diketahui sebagai orang yang nyeleneh. Dia berpendapat seperti itu
untuk memberikan jawaban instan dalam waktu tertentu yang dapat memuaskan
kepenasaranan orang tentang “boleh-tidaknya” memilih pemimpin nonmuslim.
Pendapat dia memang benar. Akan tetapi, jangan dikait-kaitkan dengan penafsiran
lengkap mengenai QS Al Maaidah : 51. Gus Dur itu menjawab secara sederhana
untuk keperluan yang terbatas.
Kalau terus-terusan diomongin dan dijadikan sandaran
sebagai penafsiran QS Al Maaidah : 51, bisa menyesatkan. Hal itu disebabkan QS
Al Maaidah : 51 bukanlah ayat yang melarang orang untuk memilih “pemimpin agama
Islam” dari kalangan nonmuslim. Kalau penjelasan lengkap ayat itu seperti
pendapat Gus Dur, lucu jadinya.
Untuk apa Allah swt melarang umat Islam memilih “pemimpin
agama” dari kalangan nonmuslim?
Tanpa dilarang pun sudah pasti umat Islam tidak akan
memilih pemimpin agama dari kalangan nonmuslim. Lagian, mereka yang nonmuslim
pun tidak akan mau menjadi pemimpin agama Islam.
Masa ada pemilihan Ketua DKM, Pemimpin Pesantren, Imam
Besar Masjid Istiqlal, Ketua Majelis Pengajian, Ketua Yayasan Muslim melibatkan
calon pemimpin dari kalangan nonmuslim?
Kan lucu jadinya.
Begitu juga sebaliknya.
Masa ada pemilihan Ketua Dewan Pendeta atau Gereja
melibatkan calon pemimpin dari kalangan muslim, hindu, Budha, atau Konghucu?
Kan dagelan jadinya.
Umat suatu agama tertentu sudah pasti memilih pemimpin
dari kalangan yang satu agama untuk urusannya agamanya. Demikian pula, tidak
akan pernah ada orang yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin agama,
tetapi agama dirinya sendiri berbeda dengan komunitas agama yang akan
dipimpinnya.
Allah swt tidak akan repot-repot menurunkan ayat yang
sudah pasti tidak akan pernah terjadi. Terlalu sederhana jika QS Al Maaidah :
51 ditafsirkan sebagai larangan untuk memilih “pemimpin agama Islam” dari
kalangan nonmuslim.
Hal itu mah
tidak perlu dilarang juga sudah otomatis tidak akan terjadi. Tidak akan pernah
ada orang Islam yang memilih nonmuslim untuk menjadi pemimpin agama Islam. Juga
tidak akan pernah ada nonmuslim yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin
agama Islam.
Sebetulnya, penafsiran QS Al Maaidah : 51 juga tidak
rumit-rumit amat jika menggunakan asbabun
nuzul serta pendapat ahli tafsir terdahulu dan terpercaya. Itu kan terkait Perang
Uhud ketika umat Islam menderita kekalahan dan kerusakan ekonomi. Umat Islam
dilarang berlindung dan berteman setia pada Nasrani dan Yahudi untuk
menyelamatkan diri dari penderitaan akibat kalah perang. Hal itu disebabkan
kaum Nasrani dan Yahudi saat itu pun sedang merencanakan makar kepada Nabi
Muhammad saw dan kaum muslimin. Mereka sedang mengadakan konspirasi, baik di
antara mereka sendiri maupun dengan para penyembah berhala untuk menghancurkan
Islam dan kaum Muslimin. Jadi, apabila kaum muslimin bergabung bersama Nasrani
dan Yahudi, sama saja dengan bergabung dengan musuh karena Nasrani dan Yahudi
sudah melanggar perjanjian damai dengan kaum muslimin. Bagi kaum muslimin yang
tidak kembali ke barisan Muhammad saw serta tetap bersama Nasrani dan Yahudi,
akan dianggap sama-sama musuh Islam oleh Muhammad saw dan kaum muslimin.
Hal itu memang terbukti. Yahudi dan Nasrani menunjukkan
kejahatan dan kecurangan mereka sehingga beberapa Suku Yahudi dibantai secara
mengerikan dan sadis oleh kaum muslimin dan dikepung hingga menyerah di dalam
benteng-benteng mereka. Demikian pula orang-orang Nasrani saat itu dikejar dan
diburu hingga lari bergabung dalam benteng-benteng Kristen Romawi dan tidak
mampu melakukan perlawanan yang berarti.
Begitu maksud dari QS Al Maaidah : 51. Umat Islam
dilarang “memberikan kepercayaan kepada Nasrani dan Yahudi” jika Nasrani dan
Yahudi itu sedang memusuhi Islam dan melakukan konspirasi untuk menghancurkan
Islam. Apabila Nasrani dan Yahudi tidak memusuhi Islam, umat Islam pun harus
menunjukkan sikap yang damai dan lebih menyejukkan dalam berhubungan dengan
mereka.
Begitu, Bro.
Jadi, pendapat Gus Dur itu hanya untuk memberikan jawaban
sederhana terkait Pilkada untuk memuaskan masyarakat muslim yang sedang
kebingungan saat itu dalam waktu tertentu. Gus Dur tidak salah. Dia benar. Akan
tetapi, jangan diartikan bahwa QS Al Maaidah : 51 itu sebagai larangan untuk “memilih
pemimpin agama Islam” dari kalangan nonmuslim.
Paham ya?
Yang belum paham unjuk jari.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment