Thursday, 16 March 2017

Penafsiran Gus Dur Jangan Diomongin Terus

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Pembelaan Ahok dan para pendukungnya yang bersandar pada pendapat Gus Dur tentang memilih pemimpin, jangan terus-terusan diomongin karena bisa menyesatkan. Menurut mereka, Gus Dur berpendapat bahwa Pilkada itu merupakan proses memilih pemimpin yang dapat “melayani rakyat” dan bukan untuk memilih “pemimpin agama”. Jadi, rakyat diperbolehkan untuk memilih Ahok atau nonmuslim untuk menjadi pemimpin.

            Gus Dur itu sudah diketahui sebagai orang yang nyeleneh. Dia berpendapat seperti itu untuk memberikan jawaban instan dalam waktu tertentu yang dapat memuaskan kepenasaranan orang tentang “boleh-tidaknya” memilih pemimpin nonmuslim. Pendapat dia memang benar. Akan tetapi, jangan dikait-kaitkan dengan penafsiran lengkap mengenai QS Al Maaidah : 51. Gus Dur itu menjawab secara sederhana untuk keperluan yang terbatas.

            Kalau terus-terusan diomongin dan dijadikan sandaran sebagai penafsiran QS Al Maaidah : 51, bisa menyesatkan. Hal itu disebabkan QS Al Maaidah : 51 bukanlah ayat yang melarang orang untuk memilih “pemimpin agama Islam” dari kalangan nonmuslim. Kalau penjelasan lengkap ayat itu seperti pendapat Gus Dur, lucu jadinya.

            Untuk apa Allah swt melarang umat Islam memilih “pemimpin agama” dari kalangan nonmuslim?

            Tanpa dilarang pun sudah pasti umat Islam tidak akan memilih pemimpin agama dari kalangan nonmuslim. Lagian, mereka yang nonmuslim pun tidak akan mau menjadi pemimpin agama Islam.

            Masa ada pemilihan Ketua DKM, Pemimpin Pesantren, Imam Besar Masjid Istiqlal, Ketua Majelis Pengajian, Ketua Yayasan Muslim melibatkan calon pemimpin dari kalangan nonmuslim?

            Kan lucu jadinya.

            Begitu juga sebaliknya.

            Masa ada pemilihan Ketua Dewan Pendeta atau Gereja melibatkan calon pemimpin dari kalangan muslim, hindu, Budha, atau Konghucu?

            Kan dagelan jadinya.

            Umat suatu agama tertentu sudah pasti memilih pemimpin dari kalangan yang satu agama untuk urusannya agamanya. Demikian pula, tidak akan pernah ada orang yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin agama, tetapi agama dirinya sendiri berbeda dengan komunitas agama yang akan dipimpinnya.

            Allah swt tidak akan repot-repot menurunkan ayat yang sudah pasti tidak akan pernah terjadi. Terlalu sederhana jika QS Al Maaidah : 51 ditafsirkan sebagai larangan untuk memilih “pemimpin agama Islam” dari kalangan nonmuslim.

            Hal itu mah tidak perlu dilarang juga sudah otomatis tidak akan terjadi. Tidak akan pernah ada orang Islam yang memilih nonmuslim untuk menjadi pemimpin agama Islam. Juga tidak akan pernah ada nonmuslim yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin agama Islam.

            Sebetulnya, penafsiran QS Al Maaidah : 51 juga tidak rumit-rumit amat jika menggunakan asbabun nuzul serta pendapat ahli tafsir terdahulu dan terpercaya. Itu kan terkait Perang Uhud ketika umat Islam menderita kekalahan dan kerusakan ekonomi. Umat Islam dilarang berlindung dan berteman setia pada Nasrani dan Yahudi untuk menyelamatkan diri dari penderitaan akibat kalah perang. Hal itu disebabkan kaum Nasrani dan Yahudi saat itu pun sedang merencanakan makar kepada Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin. Mereka sedang mengadakan konspirasi, baik di antara mereka sendiri maupun dengan para penyembah berhala untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Jadi, apabila kaum muslimin bergabung bersama Nasrani dan Yahudi, sama saja dengan bergabung dengan musuh karena Nasrani dan Yahudi sudah melanggar perjanjian damai dengan kaum muslimin. Bagi kaum muslimin yang tidak kembali ke barisan Muhammad saw serta tetap bersama Nasrani dan Yahudi, akan dianggap sama-sama musuh Islam oleh Muhammad saw dan kaum muslimin.

            Hal itu memang terbukti. Yahudi dan Nasrani menunjukkan kejahatan dan kecurangan mereka sehingga beberapa Suku Yahudi dibantai secara mengerikan dan sadis oleh kaum muslimin dan dikepung hingga menyerah di dalam benteng-benteng mereka. Demikian pula orang-orang Nasrani saat itu dikejar dan diburu hingga lari bergabung dalam benteng-benteng Kristen Romawi dan tidak mampu melakukan perlawanan yang berarti.
            Begitu maksud dari QS Al Maaidah : 51. Umat Islam dilarang “memberikan kepercayaan kepada Nasrani dan Yahudi” jika Nasrani dan Yahudi itu sedang memusuhi Islam dan melakukan konspirasi untuk menghancurkan Islam. Apabila Nasrani dan Yahudi tidak memusuhi Islam, umat Islam pun harus menunjukkan sikap yang damai dan lebih menyejukkan dalam berhubungan dengan mereka.

            Begitu, Bro.

            Jadi, pendapat Gus Dur itu hanya untuk memberikan jawaban sederhana terkait Pilkada untuk memuaskan masyarakat muslim yang sedang kebingungan saat itu dalam waktu tertentu. Gus Dur tidak salah. Dia benar. Akan tetapi, jangan diartikan bahwa QS Al Maaidah : 51 itu sebagai larangan untuk “memilih pemimpin agama Islam” dari kalangan nonmuslim.

            Paham ya?

            Yang belum paham unjuk jari.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment