Wednesday, 29 March 2017

Sifat Allah swt dan Sifat Sunda Ada dalam Kujang

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Seluruh suku bangsa di dunia ini rata-rata memiliki senjata khas untuk mempertahankan diri sekaligus show of force kepada musuh atau pihak-pihak yang dicurigai akan melakukan penyerangan terhadap sukunya. Di samping senjata untuk membunuh musuh, juga rata-rata setiap suku bangsa di dunia ini memiliki tameng atau perisai sebagai alat untuk menahan laju serangan musuh dan mengusir musuh dari wilayahnya.

            Ada ribuan jenis senjata dan perisai yang berbeda pada setiap suku bangsa di dunia ini. Di Indonesia saja kita sudah mengenal banyak senjata peninggalan hampir seluruh leluhur setiap suku. Ada keris, golok sakti, gada, tameng, badik, cemeti, cakra, denda musala, bajra limprung gada, duduk, ale, konta boji, bindi, tamsir, pedang, trisula, suduk, pasopati, bramastra, marcu jiwa, tombak, panah, dan lain sebagainya.

            Akan tetapi, anehnya, Suku Sunda tidak memiliki senjata khas untuk bertempur dan tidak memiliki tameng untuk menahan laju serangan musuh atau mengusir musuh. Satu-satunya suku bangsa yang tidak memiliki perisai untuk berperang yang saya ketahui hanyalah Suku Sunda. Kasih tahu saya kalau ada tameng atau perisai Sunda. Saya sangat senang mengetahuinya dan ingin melihat bentuknya seperti apa.

            Saya bisa memastikan bahwa 99% tidak ada satu orang pun yang dapat menunjukkan perisai Suku Sunda yang digunakan untuk bertempur karena memang tidak ada.

            Demikian pula senjata khas Sunda untuk membunuh musuh sama sekali tidak ada.

            Adakah?

            Apa?

            Kujang?

            Hmmh … mari kita lihat sejarahnya untuk apa itu kujang sesungguhnya.

            Di Suku Sunda memang ada benda-benda tajam, seperti, bedog (golok), arit, gergaji, etem (pemotong kangkung), kudi, dan lain sebagainya. Akan tetapi, itu semua hanyalah alat untuk bekerja dalam pertanian, peternakan, dan pertukangan. Alat-alat itu semuanya bukanlah senjata untuk bertempur, melainkan untuk bekerja sehari-hari.

            Tak ada senjata khusus milik Suku Sunda. Aneh memang. Akan tetapi, ini memang kenyataan. Tampaknya, Nabi Prabu Siliwangi as dulu memang mengajarkan kelembutan dan budi pekerti yang baik. Allah swt sendiri menciptakan Suku Sunda seperti itu. Tidak gemar bermusuhan. Tidak bersifat mengancam orang lain. Terbuka kepada siapa saja. Ramah. Hal itu ada dalam pepatah terkenal Sunda, yaitu someah hade ka semah, ‘menghormati dan memuliakan tamu/orang asing’.

            Kalau ada orang Sunda yang gemar bermusuhan dan kerap menunjukkan sikap mengancam orang lain, dapat dipastikan dirinya sudah terkena pengaruh orang-orang luar Sunda dan hidup dengan cara-cara orang lain. Dirinya sudah “memaksakan” diri untuk tidak bersikap sebagaimana orang Sunda.

            Orang Sunda itu mesti halus dan berbudi pekerti yang baik. Tidak boleh angkuh dan merendahkan orang lain. Buktinya, orang Sunda tidak punya senjata perang dan tidak punya perisai perang seperti suku-suku lain.

            Kujang?

            Kujang itu sebenarnya bukan senjata.

            Haris Sukanda Natasasmita dalam tulisannya yang berjudul Antara Senjata Kudyang dengan Senjata-Senjata Tajam Berpamor Lainnya (1991) menerangkan tentang kujang dengan cukup baik. Menurutnya, kujang itu dulunya adalah kudi. Kudi sendiri merupakan pisau melengkung atau golok kecil pendek yang tajam pada bagian luar yang melengkung. Sebagian kudi tajam pula bagian dalamnya. Berbeda dengan arit yang hanya tajam pada bagian dalamnya. Kudi tampaknya biasanya digunakan untuk menghaluskan kayu dengan cara menyerut, kerap pula digunakan untuk memotong ranting-ranting pohon. Tak jarang pula digunakan untuk mengupas kulit buah-buahan yang akan dimakan.

            Meskipun pendek, kudi tajam sekali. Saking tajamnya, digunakan pula dalam pepatah Sunda, seperti ulah sok nyisikudi, ‘jangan suka meraba-raba kudi’. Jika meraba-raba kudi tanpa pandangan yang benar, tangan kita bisa terluka parah dan lama sembuh. Maksud dari pepatah itu adalah jangan suka cari-cari masalah yang tidak perlu. Hal itu disebabkan masalah itu bisa melukai kita dan sulit untuk diselesaikan.

            Kudi itu alat tajam yang ringan dibawa-bawa dan serba guna sehingga dimilliki pula oleh para bangsawan untuk memotong makanan atau memotong hal-hal yang ringan. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan bentuk pada kudi. Semakin banyak dan semakin nyaman bangsawan menggunakan kudi, bentuknya pun disesuaikan dengan kedudukan para bangsawan itu. Dengan demikian, kudi pun menjadi semakin indah dan semakin terhormat. Bentuknya tetap kudi, tetapi mendapatkan tambahan lekukan-lekukan indah, lubang-lubang tertata rapi, dan ujungnya ada yang bertambah menjadi dua, satu pendek dan satu lagi lebih panjang. Kudi yang berujung dua biasa disebut dua pangadekna, ‘dua mata tajamnya’.

            Makin lama, kudi makin populer dan terhormat karena bentuknya yang semakin indah bagai perhiasan utama di kalangan orang-orang mulia, termasuk di kalangan rohaniwan dan agamawan. Saking mulianya, kudi ini dilekatkan dengan Tuhan yang dalam bahasa Sunda disebut Hyang. Kudi yang kemudian ditambah kata Hyang menjadi kudi Hyang, kudihyang, kudhyang, kudyang, akhirnya kujang.

            Setelah menjadi kujang, orang yang tidak mengenal benda ini tidak mengerti alat apa itu karena bentuknya sangat indah, apalagi jika menggunakan alas dan kotak kaca di dalam rumah. Benda itu mirip perhiasan dan jauh dari kesan senjata yang mengancam jiwa manusia.

            Kujang sekarang adalah perhiasan dan tidak pernah ada catatan siapa orangnya yang pernah mati terbunuh oleh kujang. Berbeda dengan keris yang sudah banyak memakan korban jiwa. Kujang lebih dikenal karena keindahannya sebagai perhiasan. Kujang itu tetap akan menjadi perhiasan dan tetap indah jika orang menikmati keindahan itu dan tidak melakukan kerusakan pada keindahan itu. Tak ada ancaman dari kujang, kecuali keindahan.

KUJANG. Sumber Foto: yollaapischaparahiangan.blogspot.co.id
            Akan tetapi, jika ada perilaku buruk yang merusakkan keindahan kujang dan pemiliknya, kujang itu akan berubah menjadi senjata yang mematikan dan menimbulkan kehancuran luar biasa sadisnya melebihi keris, pedang, ataupun tombak. Bayangkan saja jika kujang itu ditusukkan ke perut seseorang, apalagi yang ujung tajamnya ada dua (kujang dua pangadekna), seluruh logam kujang itu akan masuk ke dalam perut korban. Ujung tajam, bagian lekuk yang tajam, lekuk-lekuk hiasan, dan lubang-lubang yang tertata rapi itu pun masuk seluruhnya ke dalam perut korban. Itu belumlah bencana yang besar menyakitkan bagi orang yang ditusuk. Rasa sakit dan bencana yang sangat besar itu justru terjadi ketika kujang itu ditarik keluar dari perut orang itu. Semua lekuk, hiasan, ketajaman, lubang-lubang pada kujang akan mengait pada isi perut orang itu dan membuat isi perutnya berhamburan keluar ketika ditarik. Benar-benar mengerikan dan menyakitkan.



            Ketika situasi benar-benar buruk, meskipun tidak memiliki senjata khas, semua alat pertanian Sunda berubah menjadi alat pembunuh yang teramat efektif dan sangat menghancurkan. Golok, etem, arit, dan gergaji akan bersamaan dengan kujang melakukan pembumihangusan terhadap para pengganggu.

            Begitulah Allah swt memiliki sifat. Allah swt itu selalu ingin dikenal dirinya sebagai zat yang penuh kasih sayang dan penuh cinta. Kalimat yang paling harus diucapkan setiap muslim adalah basmallah. Itu artinya Allah swt ingin dikenal sebagai zat penuh kemuliaan, keindahan, kebahagiaan, dan sama sekali tidak ingin melakukan penghukuman kepada setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Kalaupun ada dari makhluk-Nya yang melakukan kesalahan, Allah swt selalu memberikan pengampunan jika makhluk-Nya datang meminta pengampunan-Nya. Sepanjang orang-orang memandang keindahan dan kemegahan Allah swt, orang-orang pun akan merasakan indah dan bahagia. Akan tetapi, jika orang-orang sudah tidak mengindahkan keindahan Allah swt, kasih sayang Allah swt, dan kemegahan Allah swt, Allah swt akan berubah menjadi sangat berbahaya, Maha Berbahaya, Maha Mengerikan, Maha Penuh Kemurkaan, dan Maha Penghancur.

            Sifat Allah swt seperti itu digambarkan dalam kujang oleh para panday Sunda.

            Sifat orang Sunda pun seharusnya seperti itu. Orang Sunda harus memaujudkan sifat Allah swt dalam dirinya yang penuh kasih sayang, ramah, sopan, tetapi memiliki potensi menghancurkan siapa pun yang mewujudkan niat buruknya di muka Bumi. Di balik kasih sayang, cinta, dan keindahan, ada kekerasan yang bisa menghancurkan apa pun. Akan tetapi, kekerasan itu harus kembali ditutupi dan menghilang, kemudian menjadi keindahan dan kasih sayang apabila kejahatan sudah tak tampak lagi.

            Kujang itu adalah perhiasan yang asalnya alat potong tajam pendek bernama kudi. Kujang akan berubah menjadi senjata mengerikan jika terjadi gangguan terhadap pemiliknya dan sekitarnya.

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment