Wednesday 29 March 2017

Sistem Pemerintahan Prabu Siliwangi

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Prabu Siliwangi dikenal menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana sehingga mengantarkan negaranya mencapai kegemilangan, keemasan, dan kemakmuran tiada tara yang diimpi-impikan banyak orang untuk terulang kembali. Kemegahan dan kejayaan negara dan rakyatnya benar-benar terwujud sepanjang Nabi Prabu Siliwangi hidup dan terus berlangsung beberapa periode berikutnya sepanjang dipimpin oleh orang-orang yang memegang teguh ajaran Prabu Siliwangi. Akan tetapi, kemudian terjadi penurunan karena mulai tidak mematuhi lagi ajaran Prabu Siliwangi hingga berakhir penuh kedurhakaan yang menimbulkan kemurkaan Allah swt. Kemurkaan Allah swt mengakibatkan Benua Sundaland hancur berkeping-keping menjadi kepulauan seperti sekarang ini. Akibatnya, seluruh kejayaan masa lalu hancur dan terkubur di dalam tanah. Hanya ajaran Prabu Siliwangi yang sebagian masih dikenang orang-orang baik dengan nama Sunda Wiwitan yang tersisa agar kita dapat menelusuri keberadaan kejayaan Prabu SIliwangi as.

            Sistem pemerintahan Prabu Siliwangi dapat dijelaskan dengan menggunakan Teori Kedaulatan Tuhan. Teori Kedaulatan Tuhan merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah. Teori ini mengajarkan bahwa negara dan pemerintah mendapat kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (causa prima). Menurut Teori Kedaulatan Tuhan, kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih yang secara kodrati diterapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia.

            Hal tersebut dapat dilihat dari pokok-pokok dasar ajaran keagamaan yang diuraikan dalam Sang Hiang Siksa Kanda ng Karesian (TBG.L.IV: 438) yang terangkum lengkap dalam sepuluh dasar/sila kebaktian (dasa pabekti) yang dikutip dalam makalah Antara Senjata Kudyang dengan Senjata-Senjata Tajam Berpamor Lainnya susunan Haris Sukanda Natasasmita (1991).

            Dasa pabekti itu adalah:
1. Anak bakti di bapa
2. Ewe bakti di laki
3. Hulun bakti di pantjadaan
4. Sisa bakti di guru
5. Orang tani bakti di dewata
6. Wadon bakti di mantri
7. Mantri bakti di mangkubumi
8. Mangkubumi bakti di ratu
9. Ratu bakti di dewata
10. Dewata bakti di Hiyang

            Kesepuluh dasar kebaktian ajaran keagamaan itu menunjukkan bahwa agama Sunda Wiwitan menjadi jiwa sekaligus dasar dalam berbangsa dan bernegara. Untuk berbakti kepada Tuhan, setiap orang haruslah berbakti kepada orang yang berada di atas dirinya karena orang yang berada di atasnya akan berbakti kepada orang yang lebih tinggi hingga berujung berbakti pada pemimpin negara yang berbakti kepada Tuhan.

            Apabila kita pahami sesuai dengan kondisi hierarki eksekutif di Indonesia saat ini dasar-dasar kebaktian keagamaan itu adalah anak berbakti pada orangtua, istri berbakti pada suami, suami berbakti pada RT, RT berbakti pada RW, RW berbakti pada lurah/Kades, Kades/lurah berbakti pada camat, camat berbakti pada walikota/bupati, walikota/bupati berbakti pada gubernur, gubernur berbakti pada menteri, menteri berbakti pada presiden, presiden berbakti pada malaikat (Jibril), Jibril berbakti pada Allah swt. Dengan demikian, kebaktian anak kepada orangtua sama bernilai sama dengan berbakti kepada Allah swt karena orangtuanya berbakti kepada orang yang di atasnya yang berujung pada berbakti pada presiden yang berbakti pada Jibril yang berbakti pula kepada Allah swt. Demikian pula bakti seorang bupati kepada gubernur bernilai sama dengan berbakti pada Allah swt karena gubernur berbakti pada menteri yang berbakti pada presiden yang berbakti pada Jibril yang pasti berbakti pada Allah swt.

            Meskipun demikian, ada profesi yang diistimewakan dalam ajaran ini, yaitu petani. Para petani itu disamakan dengan ratu/presiden/raja karena tidak perlu berbakti kepada orang yang di atasnya, melainkan langsung berbakti pada Jibril yang berbakti pada Allah swt. Hal itu sebagaimana yang disebut dalam dasa pabekti poin lima, yaitu orang tani bakti di dewata. Petani adalah orang dan profesi yang dimuliakan negara, tidak seperti sekarang ini, kadang-kadang petani adalah orang dan profesi yang dikorbankan oleh para tengkulak dan para mafia beras. Benar-benar durhaka orang-orang saat ini. Pantas saja jika hidup ditemani rupa-rupa bencana alam.

            Kesepuluh dasar pengabdian itu benar-benar bisa dilaksanakan dengan baik dan sempurna dalam memakmurkan bangsa dan negara apabila memang pemimpin tertingginya adalah benar-benar orang pilihan Tuhan secara langsung. Dia harus seorang nabi yang langsung mendapatkan bimbingan dari Allah swt dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya sebagai bukti kenabian dirinya. Artinya, Teori Kedaulatan Tuhan akan berjalan sangat efektif apabila pemimpinnya adalah nabi.

            Para nabi ini telah bekerja dan berperan dalam kehidupan dunia dengan sangat baik di timur, barat, utara, dan selatan. Karya-karya kenegarawanan mereka menjadi catatan tersendiri dalam sejarah manusia. Kepemimpinan model para nabi dalam teori ini masih akan berjalan efektif sepanjang diteruskan oleh generasi berikutnya dengan kepatuhan yang tinggi pada ajaran para nabi itu. Ketika kepatuhan itu berkurang, berkurang pulalah kejayaan dan kemakmuran negeri itu. Kenyataannya pun memang demikian, tak pernah ada ajaran para nabi yang dipatuhi sekuat ketika para nabi itu hidup. Seluruhnya berkurang dan semakin rusak. Bahkan, para penguasa berikutnya kerap bertingkah dan mengklaim diri lebih dipercaya Tuhan sehingga mengakibatkan pemerintahan yang bersifat arogan dan tiran. Ketika sudah sangat rusak, orang-orang mencari jalan untuk memperbaiki kerusakan itu dengan rupa-rupa teori dan macam-macam pendapat yang tak pernah mencapai kata sepakat karena jauh dari ajaran para nabi itu. Satu-satunya jalan adalah menunggu Allah swt mengirimkan orang kuat-Nya untuk menegakkan ajaran para nabi dalam menyelamatkan kehidupan seluruh manusia dan alam semesta sambil tetap berbuat baik setiap hari agar tidak ditimpa bencana, baik bencana pribadi, bencana sosial, maupun bencana alam.


Islam Menyempurnakan Sunda Wiwitan
Dasa pabekti atau sepuluh dasar pengabdian itu disempurnakan oleh Islam yang dibawa Muhammad saw. Kalau dalam dasar pengabdian yang dibawa Prabu Siliwangi bersifat “mutlak” dalam arti setiap orang harus berbakti kepada orang yang berada di atasnya secara “mutlak” agar  bernilai sama dengan mengabdi kepada Allah swt, Muhammad saw menyempurnakan dasar pengabdian itu menjadi “tidak mutlak”. Kepatuhan dan kebaktian kepada orang yang berada di atasnya tetap ada dan dipertahankan, tetapi menjadi “tidak mutlak”. Hal itu disebabkan Allah swt tidak akan lagi menurunkan para nabi. Artinya, ajaran Allah swt sudah selesai sempurna. Semua orang diperintahkan untuk patuh dan setia pada orang yang di atasnya sepanjang orang yang di atasnya itu patuh kepada Allah swt. Semua orang bisa langsung patuh secara pribadi kepada Allah swt tanpa harus melalui pengabdian kepada orang lain terlebih dahulu. Bahkan, setiap orang boleh tidak patuh, boleh membantah, dan “wajib tidak setia” jika orang yang berada di atasnya tidak patuh kepada Allah swt dalam arti menyimpang dari ajaran Allah swt. Untuk hal ini, Allah swt menurunkan QS Al Ashr, yaitu surat yang mewajibkan setiap orang beriman untuk saling mengkritik, saling menasihati, saling mengingatkan agar hidup dan kehidupan menjadi kuat, sabar, utuh, dan mencapai kebaikan di dunia dan akhirat.

            Islam menyempurnakan seluruh ajaran para nabi dengan adanya Al Quran, hadits, dan orang-orang berilmu yang hatinya selalu terikat kepada Allah swt untuk menjadi rujukan segala dinamika kehidupan ini. Setiap orang boleh langsung mengabdi kepada Allah swt dan setiap orang wajib saling mengingatkan siapa pun, baik yang berada di atasnya, di bawahnya, maupun satu level agar selalu berada dalam jalan Allah swt. Kepatuhan dan kebaktian kepada orang yang berkuasa bersifat mutlak jika para penguasa itu patuh kepada Allah swt. Sebaliknya, kepatuhan dan kebaktian itu menjadi “tidak mutlak”, bahkan wajib “dihilangkan” jika para penguasa atau pemimpin tidak mematuhi Allah swt.


            Sampurasun

No comments:

Post a Comment