Saturday, 11 February 2017

Tak Ada Jejak Hindu dan Budha di Tanah Sunda

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Banyak peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri yang masih mengatakan bahwa Hindu dan Budha pernah mempengaruhi hidup orang Sunda. Bahkan, Prabu Siliwangi as pun disebutnya kalau tidak beragama Hindu, ya beragama Budha. Sesungguhnya, Prabu Siliwangi adalah nabi kepercayaan Allah swt untuk mengajarkan tauhid di Benua Sundaland. Agamanya disebut Sunda Wiwitan. Agama itu adalah Agama Islam pra-Muhammad saw.

            Saya sebagai orang Sunda sama sekali tidak pernah menemukan satu orang pun atau sekeluarga pun yang menyimpan kitab Hindu atau Budha sebagai kitab yang pernah dijadikan pegangan hidup. Demikian pula, orang Sunda tidak pernah berperilaku atau berkata-kata sebagaimana orang yang pernah dipengaruhi Hindu atau Budha. Kedua agama itu tidak ada jejak sama sekali di Tanah Sunda. Agama Sunda Wiwitan jauh sekali perbedaannya dibandingkan Agama Hindu atau Budha. Agama Sunda Wiwitan malahan lebih dekat pada ajaran Islam Muhammad saw dalam hampir semua hal.

            Agama Sunda Wiwitan langsung dengan mudah melebur ke dalam Agama Islam. Hal itu disebabkan Agama Sunda Wiwitan adalah Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Prabu Siliwangi as, kemudian disempurnakan oleh Islam yang dibawa Muhammad saw.

            Hal ini bisa dilihat dari dongeng-dongeng lisan masyarakat Sunda yang sangat akrab dengan masyarakat Arab. Para raja Sunda kerap datang ke tanah Arab dan menikah dengan puteri raja-raja di sana. Para Pangeran Sunda pun menikahi puteri-puteri Arab dan Mesir. Terkadang pula raja-raja dan pangeran Arab atau Mesir mendatangi tanah Sunda, lalu menikahi puteri-puteri kerajaan Sunda. Hasil pernikahan mereka melahirkan para wali dan syekh yang kemudian membangun kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.

            Tak pernah ada kisah yang sangat akrab dengan raja-raja atau keluarga istana India. Tak ada dongeng yang mengisahkan adanya pernikahan ataupun persekutuan antara kerajaan Sunda dengan kerajaan-kerajaan di India. Hal itu menunjukkan bahwa sama sekali tidak pernah ada pengaruh Hindu dan Budha di tanah Sunda. Kalau Hindu atau Budha memiliki pengaruh di tanah Sunda, harus ada kisah ataupun sejarah mengenai keakraban atau konflik antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan India.

            Bagaimana dengan pewayangan?

            Bukankah itu pengaruh dari India?

            Bukan!

            Kisah-kisah pewayangan bukanlah berasal dari India. Kisah pewayangan itu lahir di Indonesia dan merupakan kisah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kisah ini tersebar di seluruh tanah kekuasaan Kerajaan Sunda. Dalam peta yang dibuat Prof. Dr. Edi S. Ekadjati, Kerajaan Sunda itu meliputi wilayah yang teramat luas dan India saat itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda. India hanyalah sebuah kadipaten dari Kerajaan Sunda. Kisah pewayangan ini mengalir ke India dan menarik masyarakat India. Bukan hanya kisah pewayangan yang diadopsi, melainkan sistem penanggalan India pun mengikuti sistem penanggalan Sunda. Dalam Konferensi Internasional Budaya Sunda II di Gedung Merdeka, Bandung, yang saya diundang menjadi pesertanya, sebagai wakil dari Yayasan Al Ghifari, dijelaskan bahwa kalender India sama persis dengan kalender Sunda karena India mengikuti sistem Sunda.

            Tak ada pengaruh Hindu dan Budha di tanah Sunda. Pengaruh sangat besar justru berasal dari Arab karena kesamaan keyakinan. Misalnya, dongeng Kian Santang dan Walangsungsang yang datang ke Mekah, lalu dibalas oleh kunjungan Nabi Muhammad saw ke Garut di daerah Kadungora dan Leuwigoong. Pesan dongeng itu jelas sekali bahwa ajaran Islam dari tanah Arab itu sangat direstui untuk menyempurnakan agama Sunda Wiwitan yang merupakan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Prabu Siliwangi as.

            Dongeng-dongeng lisan di tanah Sunda yang akrab dengan Arab memiliki campuran antara kenyataan, khayalan, dan uga (prediksi atau ramalan masa depan). Oleh sebab itu, cukup rumit memisahkan mana yang kenyataan sejarah, mana yang khayalan, dan mana yang merupakan prediksi masa depan.

            Kerajaan-kerajaan di Indonesia ini pada masa lalu merupakan kerajaan-kerajaan kuat dan besar, misalnya, Pajajaran, Majapahit, Singosari, Perlak, Samudera Pasai, dan lain sebagainya. Mereka dikenal sebagai para pelaut ulung yang mampu berlayar ke seluruh dunia sehingga terjalin bisnis yang kuat dan sangat menguntungkan dengan berbagai negara di dunia, termasuk dengan Eropa, Cina, dan Arab. Kehebatan orang Indonesia dalam mengarungi samudera ini diabadikan dalam lagu yang kita kenal dengan judul Nenek Moyangku Seorang Pelaut.

            Dalam petualangan dan pelayarannya ke berbagai negeri, tentunya mengalami berbagai interaksi dan komunikasi dengan wilayah-wilayah yang pernah dikunjunginya dalam berbisnis. Pengalaman para petualang dan tokoh Sunda ke daerah Arab ini memunculkan pula kisah yang sangat mungkin merupakan kenyataan sejarah. Kisah ini lagi-lagi memperlihatkan bagaimana akrabnya Sunda dengan Arab.

            Wahyu Wibisana dalam Pengislaman Prabu Siliwangi sebagai Pelengkap Kehadiran Tokoh Ceritera Siliwangi dalam Ceritera-Ceritera Rakyat Jawa Barat (1991) mengisyaratkan bahwa sudah terjadi hubungan yang sangat akrab antara orang Sunda dengan Arab jauh sebelum Nabi Muhammad saw lahir. Ia menuturkan bahwa ketika Nabi Muhammad saw baru berusia tujuh hari, menangis terus-menerus dan tidak mau berhenti meskipun telah dibujuk oleh siapa pun. Muhammad saw kecil baru berhenti menangis ketika orang Sunda yang bernama Syekh Batara Galunggung menghiburnya dengan cara memberikan kolecer kepada Nabi Muhammad saw. Kolecer itu kincir yang terbuat dari kertas yang jika ditiup akan berputar-putar lucu. Kolecer saat ini merupakan kerajinan tangan ringan yang diajarkan oleh guru-guru TK di Indonesia.

            Hal ini jika ditelusuri lebih teliti, sangat mungkin menjadi sejarah bernilai ilmiah mengingat kehebatan para pelaut Indonesia pada masa kejayaan berbagai kerajaannya mampu berdagang ke berbagai penjuru dunia. Ketika berada di negeri orang, tentu saja mereka berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang hingga satu atau dua bulan menunggu urusan bisnis rampung. Ketika sampai di tanah Arab, mereka pun sampai ke Mekah dan mengenal keluarga Nabi Muhammad saw.

            Ketika Nabi Muhammad saw sudah dewasa, sejak sebelum menjadi nabi maupun sesudah menjadi nabi, beberapa kali datang ke Indonesia dengan tujuan yang sama, yaitu berdagang sejak menjadi pesuruh Siti Khadijah ra. Bahkan, ada naskah Sunda kuno yang mengisahkan bahwa rombongan dari tanah Arab datang ke tanah Sunda dipimpin oleh Abu Jahal untuk berbisnis. Di dalam rombongan itu, terdapat Muhammad saw dan Abu Bakar ra. Ketika berada di tanah Sunda, rombongan itu keluar masuk hutan dan mengalami beberapa kali kesulitan karena tersesat dan kerap diganggu harimau. Oleh sebab itu, Abu Bakar mengusulkan agar Muhammad saw diberi kesempatan untuk memimpin rombongan. Setelah pemimpin rombongan diganti oleh Muhammad saw, perjalanan pun menjadi lancar dan harimau tak mau mengganggu lagi. Ketika Muhammad saw telah menjadi nabi pun, tetap datang ke tanah Sunda untuk mengajarkan agama dan mendirikan beberapa masjid.

            Lagi-lagi informasi dari naskah-naskah ini jika diteliti lagi lebih mendalam, dapat menjadi bernilai kenyataan sejarah. Hal itu disebabkan sangat mungkin terjadi interaksi yang akrab antara tanah Sunda dan tanah Arab sebelum dan sesudah Muhammad saw menjadi nabi. Hal ini bisa dilihat dari hadits-hadits yang mengharuskan penggunaan kapur barus untuk pengurusan jenazah. Kapur barus itu didapatkan dari Pulau Jawa, Indonesia karena di Mekah, Medinah, maupun Jeddah tidak memiliki wilayah yang bisa menghasilkan kapur barus. Di samping itu, di dalam Al Quran pun banyak ayat yang menerangkan tentang keadaan laut, pelayaran, para pelaut, dan hutan dengan segala keistimewaannya. Hal itu mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah berulang kali melakukan pelayaran dan keluar masuk hutan. Sangat mungkin pelayaran itu ke tanah Sunda dan hutannya pun hutan yang berada di wilayah Sunda.

            Memangnya di Mekah sebelah mana yang ada hutannya?

            Di Medinah atau Jeddah yang mana yang wilayahnya ada hutan?

            Dengan melihat dan mendengar berbagai kisah yang akrab antara tanah Arab dan tanah Sunda, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Agama Sunda Wiwitan sangat terbuka untuk disempurnakan oleh Agama Islam. Dengan tidak adanya keakraban antara tanah Sunda dengan tanah India, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Agama Hindu dan Agama Budha tidak pernah memberikan pengaruh apa pun bagi masyarakat Sunda.

         
           Sampurasun.

No comments:

Post a Comment