oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Teori-teori realis klasik
menjelaskan bahwa manusia itu memiliki kecenderungan kuat untuk menguasai
manusia lainnya. Itulah yang menyebabkan adanya banyak konflik dan perang di
muka Bumi ini. Salah satu yang menjadi penyebab manusia ingin menguasai manusia
lainnya adalah ingin menguasai sumber daya alam yang ada di wilayah manusia
lainnya. Tampaknya, hari ini niat, kecenderungan, kebiasaan, dan perilaku
orang-orang Barat, khususnya Eropa masih ngotot ingin menguasai sumber daya
alam Indonesia.
Foto penambangan nikel di Indonesia saya dapatkan dari
Tagar id.
Penambangan Nikel di Indonesia (Foto: Tagar.id) |
Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara sumber nikel sangat
besar di dunia ini. Selama beberapa tahun, mungkin puluhan tahun, Indonesia
telah menjual nikel mentah ke luar negeri untuk bahan baja. Keuntungan
Indonesia sangatlah kecil dari penjualan nikel mentah ini, hanya untuk beberapa
keluarga dan beberapa eksportir. Melihat hal itu, Presiden RI Jokowi sudah
tidak mau lagi menjual nikel mentah seperti pada masa lalu. Oleh sebab itu,
Jokowi mengeluarkan perintah untuk melarang penjualan nikel mentah ke luar negeri.
Jokowi hanya ingin menjualnya jika nikel itu sudah menjadi barang setengah jadi
atau bahkan barang jadi. Artinya, negara mana pun yang ingin nikel Indonesia
harus membangun pabrik di Indonesia. Jokowi ingin ada nilai tambah untuk
Indonesia. Dengan adanya pabrik, Indonesia bisa membuka lapangan kerja bagi
rakyat, menarik pajak, dan alih teknologi.
Kebijakan Jokowi itu tentu saja membuat Eropa marah
karena mereka sangat tergantung pada nikel Indonesia. Oleh sebab itu, mereka
menggugat Indonesia dalam sidang WTO. Indonesia dipandang mereka telah berbuat
tidak adil bagi mereka. Barat tidak mau mengikuti kehendak Jokowi. Akan tetapi,
Jokowi tetap bandel dan kukuh pada pendiriannya. Hal itu telah terbukti, ketika
Indonesia melarang ekspor nikel mentah ke luar negeri, pendapatan Indonesia
dari nikel itu bertambah puluhan kali lipat dibandingkan masa lalu. Hal itulah
yang telah membantu kuatnya ekonomi Indonesia hingga menurut IMF saat ini Indonesia
adalah negara ranking tujuh dengan ekonomi terkuat di dunia. Jokowi melawan
Eropa dengan memerintahkan untuk menghadirkan pengacara terbaik kelas dunia
untuk membela Indonesia.
Sidang pertama telah berjalan dan Indonesia dinyatakah
kalah. Mudah bagi kita memahaminya, sidang itu berasal dari gugatan Eropa dan
yang berada di sidang panel itu orang-orang Eropa juga. Wajar Indonesia jika
dikalahkan. Akan tetapi, Indonesia tidak mudah menyerah, mengajukan naik
banding atas keputusan sidang itu. Indonesia tetap melarang penjualan nikel
mentah karena untungnya sudah jelas. Di samping itu, logikanya juga mudah
dipahami bahwa nikel itu berasal dari Indonesia, milik rakyat Indonesia, ada di
perut Bumi Indonesia, itu adalah hak bangsa Indonesia mau digunakan apa dan mau
dijual atau tidak. Nikel itu terserah kita sebagai pemiliknya mau diapapun
juga.
Mudah kan berpikirnya?
Punya kita ya gimana kita sebagai pemiliknya.
Dari kebijakan Jokowi itu, tentu saja merugikan pihak
Barat dan pihak di dalam negeri yang diuntungkan dari hasil kerja sama dengan Barat
yang menguntungkan Barat itu. Jokowi ingin rakyat Indonesia yang untung, bukan
orang lain. Seperti kata saya tadi, Barat boleh mendapatkan untung dari nikel Indonesia, tetapi harus bikin pabrik
dan mengolahnya di Indonesia. Bukannya mengambil mentahnya, dibawa ke negeri
mereka sehingga mereka yang untung besar, sedangkan rakyat Indonesia tetap
berada sebagai buruh mereka.
Tak heran jika Jokowi banyak dibenci karena telah
merugikan mereka, baik pihak Eropa maupun orang Indonesia yang berkomplot
dengan Eropa. Tak heran pula jika mereka ingin menjatuhkan Jokowi dan berharap
presiden Indonesia selepas Jokowi adalah orang bodoh yang dapat mereka
kendalikan sehingga menguntungkan mereka, bukan menguntungkan rakyat Indonesia.
Kalau menurut saya, sudah seharusnya seluruh dunia
berbagi dengan cara saling menguntungkan. Akan tetapi, hormati pemilik sah
kekayaan alam, lalu bekerja sama dengan cara yang baik tanpa harus bersikap
serakah.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment