oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Murid-murid saya, baik yang
masih aliyah maupun di perguruan tinggi, dulu kerap dalam obrolan mereka ada
kalimat “kamu mah Kudet” atau “dasar Kudet”. Saya coba cari tahu apa
itu Kudet. Ternyata, itu singkatan dari “kurang
apdet”. Dalam bahasa Inggris aslinya mungkin menulisnya “up date”. Artinya, kurang informasi
atau informasinya tidak diperbaharui alias yang itu-itu saja, padahal semua
sudah berkembang dan baru.
Baru-baru ini saya ketawa-ketawa lucu karena masih ada
orang yang nyinyir soal mobil Esemka yang dibalas oleh pendukung Jokowi dengan
bantahan-bantahan. Saya merasa lucu karena isu mobil Esemka itu kan sudah
sangat lama dan viral ketika masa kampanye pemilihan presiden. Sekarang Jokowi
sudah mau berhenti menjadi presiden, tetapi isu mobil Esemka masih diributkan.
Kok masih ribut?
Bodor pisan.
Kalau saya perhatikan, baik para penyinyir bodoh maupun
pendukung Jokowi yang masih ribut itu, sama-sama kurang pemahaman tentang mobil
Esemka. Akibatnya, perdebatan dan keributan jadi ke mana-mana dan tidak ada
hubungannya dengan mobil Esemka. Malah, jadi ngeributin politik yang juga salah
mikirnya. Mirip gerobak sampah, apa pun ada di situ, rupa-rupa. Tidak fokus. Lucu
jadinya.
Begini soal mobil Esemka yang saya tahu. Kalau saya
kurang data atau salah, pembaca bisa menyempurnakannya. Silakan saja. Mobil
Esemka itu dimulai dari percobaan seseorang bernama Sukiyat yang memiliki
bengkel Kiyat Motor dan sekaligus guru pembimbing SMK. Dia bersama para siswa
melakukan percobaan membuat mobil produksi dalam negeri pada 2007. Saat itu Presiden
RI masih SBY, sedangkan Jokowi masih Walikota Solo. Hasil percobaan itu menarik
perhatian dan langsung mendapatkan pujian dari Presiden SBY.
Jokowi pun menyukai mobil itu dan menginspirasinya untuk
membuat mobil nasional sebagai tanda kemampuan anak negeri. Pada 2011 Jokowi
menggunakan mobil itu selama dua hari menjadi kendaraan dinasnya sebagai
Walikota Solo. Akan tetapi, penggunaannya dihentikan karena belum ada
surat-suratnya, masih dalam uji emisi, dan bermasalah dalam pendanaan.
Keinginan memajukan negara dengan menggunakan anak-anak
muda cerdas untuk membuat mobil dalam negeri terus berlanjut. Akan tetapi,
bikin pabrik mobil itu tidak secepat bikin gerobak buat dagang bakso. Perlu
waktu yang cukup lama, biaya tinggi, dan infrastruktur yang lengkap.
Setelah menjadi presiden, Jokowi membantu dan meresmikan
pabrik untuk membuat mobil Esemka dalam jumlah banyak. Berdirilah pabrik yang
bernama PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) di Desa Kebonan, Boyolali, Jawa Tengah pada
2019.
Pabrik itu punya siapa?
Punya Jokowi?
Bukan!
Punya pemerintah?
Bukan!
Pabrik itu milik swasta murni. Jokowi hanya menjadi
fasilitator agar dipercaya oleh PT INKA dan Pertamina. Jadi, itu milik
perorangan atau sekelompok orang yang bukan pemerintah. Foto pabrik Esemka saya
dapatkan dari Otomotifnet com – GridOto com.
PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) (Foto: Otomotifnet.com - GrodOto.com) |
Setelah pabrik Esemka berdiri, dimulailah fokus pembuatan
mobil “pick up”, kita menyebutnya “pikap” untuk membantu kelancaran
produksi di pedesaan. Mobil itu
menggunakan merk “Bima” dengan 1.200
cc. Setelah jadi, banyak pesanan yang datang. Banyak yang ingin beli. Pembuatan
dan penjualan pun lancar. Hingga 2021 sudah terjual 300 unit. Akan tetapi,
sayangnya, seluruh dunia tahu timbul penyakit Covid-19. Pandemi itu telah
membuat para calon pembeli menahan diri untuk melakukan pembelian. Foto mobil
Esemka saya dapatkan dari Detik Oto – Detikcom.
Deretan Mobil Esemka (Foto: Detik Oto - Detikcom) |
Jadi, mobil Esemka itu memang ada. Akan tetapi, kita
tidak bisa melihatnya di perkotaan karena berfokus untuk di pedesaan. Lagian,
jumlahnya masih sedikit. Namanya juga pabrik dan mobil baru muncul. Jangan
disamakan dengan pabrik-pabrik yang sudah berumur puluhan tahun, seperti, Toyota,
Suzuki, Honda, Holden, KIA, Daewoo, Fiat, Mitsubishi, Hyundai, Ford, dll.. Jangan
juga dibandingkan dengan negara-negara yang memang dari dulu pemilik teknologi
mobil, seperti, Amerika Serikat, Italia, Jerman, Korea Selatan, Jepang, dll..
Kita masih harus banyak belajar, bekerja keras, belajar keras, dan memberikan
dukungan.
Jangankan
membuat mobil, mulai berdagang pisang goreng saja kalau bersaing dengan
pedagang yang sudah bertahun-tahun dan punya langganan tetap, kita belum tentu
mampu menyainginya. Kalau tidak bekerja keras dan bersungguh-sungguh, bisa
bangkrut sebelum berkembang. Mobil Esemka ini kan baru ada percobaannya pada
2007, digunakan dua hari oleh Jokowi pada 2011, pabriknya berdiri pada 2019,
dan 2021 mengalami gangguan pandemi. Masih harus bersabar dan tetap berjuang.
Kalau
toh beberapa bagian masih menggunakan spare part dari luar negeri, wajar atuh,
namanya juga masih baru, perlu kerja sama, dan perlu waktu untuk alih
teknologi. Seharusnya, didukung oleh seluruh bangsa Indonesia, bukannya nyinyir
secara bodoh.
Kalau
pabrik ini maju, meluas, dan hasil produksinya diminati banyak orang, kan bisa
menyerap banyak tenaga kerja. Siapa tahu di antara para pembaca ada yang bisa bekerja
di sana atau mungkin teman, sahabat, kerabat, anak, cucu dapat pekerjaan di
sana. Bisa menghidupi keluarga dan banyak orang.
Saya
berharap Esemka terus maju, minimal bisa menyaingi mobil Proton yang diproduksi
Malaysia. Belajar bersama untuk maju. Jangan ribut terus atuh, malu.
Hayu
ah.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment