Tuesday, 22 November 2022

Kalau Kudet Soal Mobil Esemka, Tak Perlu Nyinyir

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Murid-murid saya, baik yang masih aliyah maupun di perguruan tinggi, dulu kerap dalam obrolan mereka ada kalimat “kamu mah Kudet” atau “dasar Kudet”. Saya coba cari tahu apa itu Kudet. Ternyata, itu singkatan dari “kurang apdet”. Dalam bahasa Inggris aslinya mungkin menulisnya “up date”. Artinya, kurang informasi atau informasinya tidak diperbaharui alias yang itu-itu saja, padahal semua sudah berkembang dan baru.

            Baru-baru ini saya ketawa-ketawa lucu karena masih ada orang yang nyinyir soal mobil Esemka yang dibalas oleh pendukung Jokowi dengan bantahan-bantahan. Saya merasa lucu karena isu mobil Esemka itu kan sudah sangat lama dan viral ketika masa kampanye pemilihan presiden. Sekarang Jokowi sudah mau berhenti menjadi presiden, tetapi isu mobil Esemka masih diributkan.

            Kok masih ribut?

            Bodor pisan.

            Kalau saya perhatikan, baik para penyinyir bodoh maupun pendukung Jokowi yang masih ribut itu, sama-sama kurang pemahaman tentang mobil Esemka. Akibatnya, perdebatan dan keributan jadi ke mana-mana dan tidak ada hubungannya dengan mobil Esemka. Malah, jadi ngeributin politik yang juga salah mikirnya. Mirip gerobak sampah, apa pun ada di situ, rupa-rupa. Tidak fokus. Lucu jadinya.

            Begini soal mobil Esemka yang saya tahu. Kalau saya kurang data atau salah, pembaca bisa menyempurnakannya. Silakan saja. Mobil Esemka itu dimulai dari percobaan seseorang bernama Sukiyat yang memiliki bengkel Kiyat Motor dan sekaligus guru pembimbing SMK. Dia bersama para siswa melakukan percobaan membuat mobil produksi dalam negeri pada 2007. Saat itu Presiden RI masih SBY, sedangkan Jokowi masih Walikota Solo. Hasil percobaan itu menarik perhatian dan langsung mendapatkan pujian dari Presiden SBY.

            Jokowi pun menyukai mobil itu dan menginspirasinya untuk membuat mobil nasional sebagai tanda kemampuan anak negeri. Pada 2011 Jokowi menggunakan mobil itu selama dua hari menjadi kendaraan dinasnya sebagai Walikota Solo. Akan tetapi, penggunaannya dihentikan karena belum ada surat-suratnya, masih dalam uji emisi, dan bermasalah dalam pendanaan.

            Keinginan memajukan negara dengan menggunakan anak-anak muda cerdas untuk membuat mobil dalam negeri terus berlanjut. Akan tetapi, bikin pabrik mobil itu tidak secepat bikin gerobak buat dagang bakso. Perlu waktu yang cukup lama, biaya tinggi, dan infrastruktur yang lengkap.

            Setelah menjadi presiden, Jokowi membantu dan meresmikan pabrik untuk membuat mobil Esemka dalam jumlah banyak. Berdirilah pabrik yang bernama PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) di Desa Kebonan, Boyolali, Jawa Tengah pada 2019.

            Pabrik itu punya siapa?

            Punya Jokowi?

            Bukan!

            Punya pemerintah?

            Bukan!

            Pabrik itu milik swasta murni. Jokowi hanya menjadi fasilitator agar dipercaya oleh PT INKA dan Pertamina. Jadi, itu milik perorangan atau sekelompok orang yang bukan pemerintah. Foto pabrik Esemka saya dapatkan dari Otomotifnet com – GridOto com.


PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) (Foto: Otomotifnet.com - GrodOto.com)


            Setelah pabrik Esemka berdiri, dimulailah fokus pembuatan mobil “pick up”, kita menyebutnya “pikap” untuk membantu kelancaran produksi di pedesaan. Mobil itu menggunakan merk “Bima” dengan 1.200 cc. Setelah jadi, banyak pesanan yang datang. Banyak yang ingin beli. Pembuatan dan penjualan pun lancar. Hingga 2021 sudah terjual 300 unit. Akan tetapi, sayangnya, seluruh dunia tahu timbul penyakit Covid-19. Pandemi itu telah membuat para calon pembeli menahan diri untuk melakukan pembelian. Foto mobil Esemka saya dapatkan dari Detik Oto – Detikcom.


Deretan Mobil Esemka (Foto: Detik Oto - Detikcom)
:

            Jadi, mobil Esemka itu memang ada. Akan tetapi, kita tidak bisa melihatnya di perkotaan karena berfokus untuk di pedesaan. Lagian, jumlahnya masih sedikit. Namanya juga pabrik dan mobil baru muncul. Jangan disamakan dengan pabrik-pabrik yang sudah berumur puluhan tahun, seperti, Toyota, Suzuki, Honda, Holden, KIA, Daewoo, Fiat, Mitsubishi, Hyundai, Ford, dll.. Jangan juga dibandingkan dengan negara-negara yang memang dari dulu pemilik teknologi mobil, seperti, Amerika Serikat, Italia, Jerman, Korea Selatan, Jepang, dll.. Kita masih harus banyak belajar, bekerja keras, belajar keras, dan memberikan dukungan.

Jangankan membuat mobil, mulai berdagang pisang goreng saja kalau bersaing dengan pedagang yang sudah bertahun-tahun dan punya langganan tetap, kita belum tentu mampu menyainginya. Kalau tidak bekerja keras dan bersungguh-sungguh, bisa bangkrut sebelum berkembang. Mobil Esemka ini kan baru ada percobaannya pada 2007, digunakan dua hari oleh Jokowi pada 2011, pabriknya berdiri pada 2019, dan 2021 mengalami gangguan pandemi. Masih harus bersabar dan tetap berjuang.

Kalau toh beberapa bagian masih menggunakan spare part dari luar negeri, wajar atuh, namanya juga masih baru, perlu kerja sama, dan perlu waktu untuk alih teknologi. Seharusnya, didukung oleh seluruh bangsa Indonesia, bukannya nyinyir secara bodoh.

Kalau pabrik ini maju, meluas, dan hasil produksinya diminati banyak orang, kan bisa menyerap banyak tenaga kerja. Siapa tahu di antara para pembaca ada yang bisa bekerja di sana atau mungkin teman, sahabat, kerabat, anak, cucu dapat pekerjaan di sana. Bisa menghidupi keluarga dan banyak orang.

Saya berharap Esemka terus maju, minimal bisa menyaingi mobil Proton yang diproduksi Malaysia. Belajar bersama untuk maju. Jangan ribut terus atuh, malu.

Hayu ah.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment