oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Setelah aksi berbahaya pencopotan
label atau stiker milik “Tim Aksi Kasih Gereja Reformed Injil Indonesia”
di tenda birunya, banyak yang kecewa dan marah, khususnya orang-orang Kristen. Orang-orang
Islam lebih banyak lagi yang marah dan kecewa. Tokoh penting NU Said Aqil
Siradj pun kecewa. Demikian pula Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tampak kesal.
“Bencana
ini bukan hanya menimpa satu kelompok masyarakat Cianjur, melainkan berbagai
kelompok yang ada di Cianjur,” begitu kira-kira yang dikatakan Ridwan Kamil.
Artinya,
pemeluk agama apa pun yang ada di sana tertimpa bencana.
Ada kelompok relawan yang mengunggah
kekecewaannya di media sosial, kemudian mengundurkan diri dari Cianjur. Paling
tidak, selebaran ini yang saya dapatkan dari kilat com yang diambil dari
Twitter @SantoriniSun. Mereka bukan hanya kecewa karena merasa terhambat dalih
agama, melainkan pula banyak pungutan yang membebani mereka.
Foto: kilat.com, Twitter SantoriniSun |
Di samping itu, dalam cuitan Twitter, dia juga menuliskan
caption untuk masyarakat Cianjur.
“Makasih ya Cianjur...
Humanity/Kemanusiaan kali ini harus
mengalah dulu keliatannya...
Beberapa oknum merasa agama lebih
penting dibanding itu. Padahal warganya sendiri sangat membutuhkan bantuan dari
pihak manapun tanpa terkecuali. Bagi saya.. ini potret Pemda&aparat
yang'gagal'!"
Coba
bagaimana kalau sudah begitu?
Saya
mungkin bisa merasakan kekecewaan mereka. Untuk melakukan kegiatan itu tentunya
mengharuskan upaya perencanaan, penggalangan dana, pembelian barang, penyiapan
personal, penyediaan waktu, akomodasi dan transportasi memadai, ahli-ahli yang
berkompeten, tenaga yang mencukupi, dan lain sebagainya. Akan tetapi, mereka
dikerdilkan dan diusir dengan perilaku yang tidak bisa dipahami oleh akal.
Ketika
pelaku pencopotan kasar yang dilakukan aktivis Gerakan Reformis Islam (Garis)
itu diamankan polisi, saya sebagai muslim, sesungguhnya ingin mendengar
pengakuan mereka atau keterangan dari polisi bahwa “Tim Aksi Kasih Gereja
Reformed Injil Indonesia” telah melakukan kristenisasi di wilayah bencana
Cianjur. Kalau memang kristenisasi itu terjadi, saya bisa memaklumi kekasaran
yang dilakukan Garis meskipun salah. Bahkan, tulisan saya mungkin akan membela
Garis.
Sayangnya,
laporan kristenisasi itu tidak ada. “Tim Aksi Kasih Gereja Reformed Injil
Indonesia” justru bersama kelompok lain dari kelompok-kelompok muslim bersama-sama
aktif dalam penanggulangan bencana dan menolong mereka yang tertimpa musibah.
Lalu,
apa alasan masuk akal aktivis Garis mencopoti label atau stiker dari gereja
itu?
Mau
sok jago?
Gaya-gayaan?
Itu aksi
premanisme yang tidak bisa dibenarkan.
Soal
adanya pungutan liar yang membebani, itu adalah rahasia umum. Saya juga
mengalaminya. Saya pernah dititipi uang, barang, berkarung-karung beras, dan
pakaian untuk korban bencana kebakaran di suatu daerah. Saya tidak akan sebut
daerahnya, khawatir ada yang tersinggung. Ketika hampir sampai, saya dicegat
orang yang katanya berwenang untuk mengumpulkan bantuan. Dia minta bantuan
diserahkan kepadanya untuk disalurkan kepada korban kebakaran. Aneh juga nih
orang, kenal tidak, punya kartu identitas juga tidak, bawa-bawa catatan kayak
orang penting saja. Saya tidak mendengarkan dia dan teman-temannya. Malahan,
saya suruh dia dan teman-temannya untuk membantu saya menurunkan barang dan
mengangkutnya ke lokasi bencana karena lokasinya tidak memungkinkan mobil untuk
masuk. Dengan demikian, saya punya alasan untuk memberi mereka uang.
Toh
mereka jadi membantu saya kan?
Kisah
lain lagi, teman saya yang juga dosen mengumpulkan dana dari mahasiswa untuk
membantu korban bencana banjir. Dia berhasil mengumpulkan dana yang lalu dibelikan
banyak makanan, pakaian, dan lain sebagainya sampai tiga truk besar. Ketika hampir
sampai di lokasi bencana, teman saya dihadang banyak orang yang meminta bantuan
dengan alasan mereka pun membutuhkan bantuan. Agak alot urusannya, tetapi
kesepakatan dicapai dengan cara teman saya memberikan satu truk bantuan untuk
mereka agar dua truk lagi sampai di lokasi bencana dan bisa diterima oleh para
korban banjir.
Begitulah
yang terjadi, ini pungutan liar yang membebani proses pengiriman bantuan. Beneran.
Aparat Pemda dan kepolisian harus menertibkan hal seperti ini.
Hal
seperti ini mungkin yang dianggap saudara-saudara nonmuslim sebagai pungutan
yang membebani mereka. Padahal, mereka datang untuk membantu. Akan tetapi, saya
yakin bahwa masih sangat banyak saudara Kristen yang masih ada di Cianjur tetap
aktif membantu masyarakat bersama-sama saudara-saudara muslim bahu membahu
berperan aktif untuk kemanusiaan.
Kalau
toh ada kecurigaan terjadinya kristenisasi, kumpulkan bukti, kumpulkan
dokumentasi, dan kumpulkan testimoni. Lalu, jangan membuat tindakan sendiri.
Laporkan kepada aparat Pemda atau kepolisian. Itu ada undang-undangnya dan bisa
diproses hukum. Bisa penistaan, penghinaan, penghasutan, penipuan, pemaksaan
pindah agama, dan lain sebagainya. Biarkan aparat yang menyelesaikannya. Kalau
bertindak sendiri tanpa ada bukti, itu perilaku bodoh yang sangat memalukan
kaum muslimin sendiri.
Mari
sama-sama belajar bersaudara, saling membantu, saling menghormati, saling
memecahkan masalah, tanpa ada kecurigaan. Dengan demikian, kehidupan akan lebih
terasa membahagiakan dan menyenangkan.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment