Sunday, 23 October 2011

Barat Masuk Kekacauan pun Terjadi tanpa Penyelesaian

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya 
Ini sejarah dan kenyataan yang terus berlangsung sampai hari ini. Akan tetapi, teramat banyak orang yang tidak memperhatikannya. Perbedaan kultur, watak, keyakinan, dan tujuan hidup membuat hubungan antarmanusia, antarbangsa, dan antarras menjadi tidak harmonis. Ketidakharmonisan itu diakibatkan oleh adanya pemaksaan kehendak dari sekelompok manusia kepada sekelompok manusia lainnya. 

Pemimpin Besar Revolusi Presiden ke-1 Republik Indonesia Ir. Soekarno telah mengingatkan kita semua, termasuk bangsa-bangsa Asia dan Afrika bahwa ketidakhamonisan dan ketimpangan hidup pergaulan sesama manusia itu diakibatkan oleh perilaku orang-orang kulit putih yang kapitalis. Setiap mereka masuk ke dalam sebuah negeri yang damai dan sedang berkembang tingkat kehidupannya, terjadi kekacauan dan penderitaan yang berkepanjangan tanpa ada penyelesaian. Hal itu disebabkan mereka mempertuhankan nafsu-nafsunya sendiri sehingga menganggap benar perilaku mereka untuk menguasai dan membuat orang lain tunduk terhadap dirinya. 

Ir. Soekarno memberikan beberapa contoh bagaimana bangsa barat kapitalis itu menguasai dan menipu orang lain untuk kepentingan rendahnya sehingga bangsa yang dikuasainya itu kacau-balau sampai hari ini. Ia mencontohkan bahwa Mexico menjadi semrawut dan kehilangan kejayaannya sejak dijajah dan dipimpin oleh orang-orang Eropa dengan cara-cara Eropa. Semua orang mungkin melihat bahwa Mexico bukanlah negara besar yang hebat. Mexico hanya sebuah negara yang miskin dibandingkan Amerika Serikat. Akan tetapi, kemiskinan dan kesemrawutan itu disebabkan oleh orang-orang kulit putih. Orang lupa bahwa sebelum bangsa Eropa, Spanyol, menginjakkan kakinya di Mexico, Mexico merupakan suatu negeri yang teratur, aman, besar, dan kuat. Kekacauan dan kekalutan Mexico disebabkan dijadikan tempat pencaharian rezeki bangsa kulit putih. Ketika Mexico dipimpin Raja Montezuma, wilayahnya memiliki batas-batas yang terletak dari Texas sampai dengan Panama, dari tepi Pantai Teluk Mexico sampai dengan tepi Pantai Lautan Pasifik. Montezuma memimpin Mexico dengan aman, teratur, dan kokoh. Akan tetapi, Mexico menjadi kacau setelah orang kulit putih datang dengan keserakahannya. Mereka memang datang dengan janji manis dan slogan-slogan palsu penuh kebusukan. 

Kalut dan kacaunya negeri itu terjadi sesudah orang Eropa menjatuhkan jangkar perahunya di Vera Cruz dalam tahun 1519. Kalutnya negeri itu akibat dari zaman kekejaman Hernando Cortez yang melumur-lumuri ia punya marilah kita mengikut silang (kruis [salib: Pen.]) sebab dalam tanda itulah kita akan menang dengan darahnya rakyat Mexico. (Dibawah Bendera Revolusi) 

Sejak saat itu Mexico tidak pernah tenteram, tidak pernah teratur lagi di bawah kendali kulit putih. Orang-orang kapitalis itu terus mempropagandakan bahwa dirinya adalah beradab, tetapi dalam kenyataannya di Eropa sendiri mereka berperang tiada habis-habisnya saling bunuh rebutan makanan dan benda. Mereka memang para pendusta. 

Soekarno pun mengingatkan kita bahwa India adalah suatu negeri yang hebat, penuh dengan pengetahuan dan kelembutan, orang-orangnya mampu berpikir yang rumit-rumit. Akan tetapi, kejayaan India itu harus musnah karena didatangi orang kulit putih kapitalis dari Inggris. John Bull datang dengan slogan usaha mendatangkan kemanusiaan dengan menghadirkan beschaving dan orde en rust di kota-kota dan desa-desa di sebelah selatan Gunung Himalaya. Akan tetapi, sesungguhnya John Bull datang menawarkan barang dagangan Made in Great Britain. Mereka merusakkan rakyat India dan membiarkan hidup kelas-kelas tertentu agar dapat membeli produk-produk Inggris. 

Demikian pula Indonesia yang dulunya adalah kerajaan-kerajaan besar, terpelajar, kaya raya, megah, serta penuh dengan kesantunan dan budi pekerti luhur harus hancur setelah orang-orang kulit putih datang dengan keserakahannya. 

Siapakah orang Indonesia yang tidak hidup semangatnya kalau mendengarkan riwayat tentang kebesaran Melayu dan Sriwijaya, kebesaran Sindok, Erlangga, Kediri, Singhasari, Majapahit, Padjadjaran,--kebesaran Bintaro, kebesaran Banten, kebesaran zaman Sultan Agung? Siapakah orang Indonesia yang hatinya tidak memukul-mukul dan berdebar-debar kalau mendengarkan riwayat bahwa benderanya pada zaman bahari dijumpai dan dihormati orang sampai ke Madagaskar, Iran, dan Tiongkok? (Dibawah Bendera Revolusi) 

Akan tetapi, Belanda datang membuat tatanan kehidupan bangsa yang tengah berkembang natural menjadi acak-acakan dan penuh penderitaan. Beruntun-runtun orang-orang kulit putih kapitalis itu datang merampok Indonesia hingga bangsa Indonesia lupa kebesaran dan kekuatannya sampai hari ini. Belanda memang yang terlama dan terbanyak merampok Indonesia, tetapi datang pula kapitalis kafir lainnya yang juga ikut mencuri, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Belgia, Jerman, Swiss, plus Jepang

Mereka pun datang dengan slogan tipuannya, yaitu mengajarkan hidup beradab, padahal kita lebih beradab dibandingkan mereka. Ketika mereka masih hidup di pinggir-pinggir sungai, gua-gua, rebutan sepetak tanah sambil saling bunuh, rakyat Indonesia sudah mengenal gotong royong; silih asih, silih asah, silih asuh; tepo seliro, tenggang rasa, dan berbagai ketertiban lainnya. Mereka cuma cari-cari alasan untuk merampok negeri orang. 

Lihat pula Timor Leste yang dulunya Timor Timur. Mengapa dulu wilayah itu masuk ke Indonesia? Wilayah itu menjadi Indonesia pada 1976 karena ditinggalkan penjajahnya, Portugis, dalam keadaan acak-acakan kacau-balau. Hampir setiap keluarga memiliki senjata api bekas penjajahan. Oleh sebab itu, pemerintah Orde Baru atas “bisikan” Amerika berkenan membina daerah kering dan miskin yang angkuh itu. Indonesia pun mengeluarkan biaya banyak untuk membangun Timor Timur, kabar yang beredar biaya yang dikeluarkan Indonesia untuk satu provinsi di Pulau Jawa sama dengan satu kabupaten di Timor Timur. Beruntung wilayah itu keluar lagi karena cuma jadi masalah bagi Indonesia. 

Pembaca sekalian, sesungguhnya seluruh wilayah yang pernah dijajah, sampai hari ini kehilangan kejayaannya, masih sangat rusak, kacau balau, menyedihkan, dan miskin. Kita tidak bisa melihat bagaimana kegagahan dan kemegahan negeri-negeri Afrika masa lalu. Kita tidak tahu lagi di mana itu sastra dan pengetahuan bangsa India. Kita sudah melupakan bagaimana orang-orang Arab dan Timur Tengah lainnya membuka kunci-kunci ilmu medis, arsitektur, matematika, fisika, dan kimia. Kita pun melupakan diri sendiri yang penuh rasa kemanusiaan, budi pekerti, kesaktian, keterpelajaran, kemampuan mengarungi samudera, dan keunggulan ekonomi hasil dari sumber daya alam yang melimpah ruah. 

Kalau saat ini kita mengenal istilah negara terbelakang, berkembang, atau dunia ketiga, itu adalah istilah untuk negeri-negeri yang pernah dijajah oleh mereka yang disebut negara maju. Setelah mereka merusakkan banyak negara, kemudian pergi diusir, masih tetap ingin disebut lebih hebat daripada kita. Mereka orang-orang yang sakit pikirannya dan selalu angkuh. 

Ingat, negeri-negeri kita rusak karena ulah mereka, bukan karena kebodohan kita. Kita memang sengaja dibuat bodoh oleh mereka. Adapun orang-orang kita yang masih bodoh saat ini akan tetap mengikuti perilaku dan pikiran mereka, bahkan menyandarkan pendapat-pendapatnya pada hasil pikiran para penjajah itu. 

Melihat kenyataan itu, tak pada tempatnya kita menganggap mereka itu hebat dan luar biasa. Kita sebetulnya yang lebih hebat seandainya mau menyadari dan mulai mempercayai diri sendiri dengan memproteksi pikiran dan jiwa dari pengaruh-pengaruh jahat mereka. 

Zaman penjajahan fisik telah berakhir, mereka telah diusir, dipermalukan. Akan tetapi, mereka tidak ingin malu dan mereka memang tidak malu. Hal itu disebabkan masih banyak orang-orang kita yang bermental terjajah yang kemudian melakukan kerja sama-kerja sama siluman dengan orang-orang kulit putih kapitalis itu untuk tetap melakukan perampokan. Orang-orang yang terjajah pikiran dan mentalnya inilah yang celakanya menjadi banyak pejabat dan para pemimpin negara. Dengan demikian, tanah-tanah jajahan yang dulu dikuasai secara fisik tetap dikuasai meskipun dengan cara nonfisik, melalui kejahatan-kejahatan kolusi dan korporatokrasi. 

Keinginan para kapitalis untuk tetap berkuasa itu bisa kita lihat lagi saat ini. Dengan berbagai alasan dusta dan mengada-ada mereka masuk lagi ke negeri orang. Lihat saja mereka menguasai lagi Afghanistan, Irak, Mesir, dan kini Libya. Mereka memang menyuarakan kebaikan-kebaikan yang sebetulnya palsu agar bisa masuk ke negeri orang untuk merampok. Mereka kembali mengulangi tipuannya yang lalu, yaitu ingin menjalankan ketertiban di negeri-negeri yang dituduhnya tidak tertib. Mereka sesungguhnya mencari cara untuk melakukan pencurian. 

Saya yakin haqul yaqin, negeri-negeri yang mereka datangi lagi itu, tidak akan pernah bisa tertib dan aman sebagaimana janji palsu mereka. Hal itu disebabkan mereka adalah penipu karatan yang berniat merampok kekayaan alam orang lain, apalagi sekarang mereka sedang terus meluncur mengalami kemunduran ekonomi. Mereka sangat membutuhkan sumber ekonomi dari wilayah lain. 

Kita lihat Irak. Sejak Saddam Husein Jatuh, tak ada ketertiban dan keamanan, semuanya kusut samut dan tetap berantakan. Mesir pun akan mengalami hal yang sama. Afghanistan apalagi tidak pernah aman dan tenteram, padahal sudah lama dikuasai AS yang katanya ingin mendatangkan keamanan. Libya pun akan bernasib serupa, bahkan lebih kacau sejak jatuhnya rezim Khaddafi. 

Memang benar Saddam Husein, Khaddafi, Husni Mubarak membuat banyak kesalahan dalam memimpin negerinya, tetapi penyelesaian dengan melibatkan kapitalis adalah sama artinya dengan menjerumuskan diri ke lembah kesesatan dan kekisruhan yang tidak akan pernah berakhir. Sejarah sudah mencatat semua itu. 

Kita, bangsa Indonesia, harus banyak belajar dari itu semua. Kita pun sebenarnya korban dari penjajahan masa lalu yang tidak bisa lagi menemukan kejayaan diri kita. Akan tetapi, kita akan dapat mengumpulkan serpihan-serpihan kejayaan itu jika mau bertekad untuk menyatukannya kembali. Kita tidak akan pernah berjaya secara utuh selama melakukan kerja sama-kerja sama siluman dengan pihak kapitalis. 

Sadarilah bahwa mereka itu adalah penjajah dan tetap ingin merampok. Cara yang paling mudah bagi mereka untuk membuat kita tetap berada dalam telunjuk dan keinginannnya adalah melalui sistem politik demokrasi. Dalam sistem politik demokrasi yang membutuhkan banyak dukungan dan dana untuk mendapat kemenangan, mereka akan berkolaborasi dengan para politikus rendahan yang gelap mata dan mata duitan untuk tetap merampok kekayaan alam Indonesia. Oleh sebab itu, sungguh saya sangat membenci sistem politik demokrasi. 

Ingat, negeri ini pernah mengalami kejayaan dan berada dalam kegemilangan keemasan ketika sama sekali tidak mengenal demokrasi! Justru setelah berdemokrasi kita menjadi kacau-balau dan kebingungan. Oleh sebab itu, jangan ikut-ikutan sistem politik demokrasi yang kampungan itu. 

Kembalikan negeri ini, Indonesia, pada jati dirinya agar Allah swt memberikan karunianya yang besar berupa keadilan, kemakmuran, dan keamanan. Demi Allah swt.

Indonesia Negara Super Power ke Berapa?


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Akhir-akhir ini marak beredar ramalan-ramalan yang mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara super power. Ramalan-ramalan itu berasal dari para ahli ekonomi, militer, politik, serta spiritual. Seluruhnya mengatakan bahwa Indonesia benar-benar akan menjadi negara yang sangat diperhitungkan di dunia. Tak ada pertentangan tentang hal tersebut. Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah Indonesia berada di urutan ke berapa dalam percaturan politik dunia?
            Dari berbagai ahli tersebut, terdapat berbagai pendapat. Ada yang mengatakan Indonesia akan berada di urutan kelima, ketujuh, atau kesembilan. Bahkan, Malaysia agak mengingkarinya dengan mengatakan Indonesia memang akan menjadi negara maju, tetapi bukan super power. Mereka semua punya alasan dan perhitungan masing-masing berdasarkan disiplin ilmunya yang rata-rata masuk akal, kecuali Malaysia yang dicampuri rasa iri dan dengki. Akan tetapi, bagi saya, Indonesia tidak akan menjadi nomor 2, 3, 5, 7, atau 9. Indonesia akan menjadi setara dengan Amerika Serikat, berimbang. Indonesia dan Amerika Serikat akan menjadi partner, kawan bersaing, sekaligus musuh yang sama kuatnya. Indonesia akan bertahan dari perampokan yang dilakukan kapitalis, sementara AS akan berputar-putar terus mencari pintu untuk ingin ikut kebagian harta kekayaan alam Indonesia. Itulah yang saya sebut akan menjadi musuh sekaligus partner dalam percaturan hubungan internasional. Indonesia tak pernah memiliki niat untuk menguasai negeri lain, berbeda dengan AS yang selalu melelahkan dirinya untuk menguasai orang lain.
            Orang-orang ahli dalam berbagai bidang yang mengatakan Indonesia akan menjadi nomor 5, 7, atau 9, semuanya didasarkan pada perhitungan dunia yang bisa diraba dan dikalkulasikan. Akan tetapi, mereka semua tampaknya lupa bahwa ada yang tidak bisa dihitung  dengan ilmu-ilmu mereka. Segala hal yang tidak bisa diprediksikan itu saat ini benar-benar mempengaruhi kehidupan dunia, misalnya, bencana alam, perang, huru-hara, terorisme, dan tindakan kriminalitas yang sporadis. Hal-hal itulah yang nanti akan mengecoh perhitungan-perhitungan mereka. Mereka lupa bahwa Allah swt memiliki skenario sendiri yang masih dirahasiakan-Nya. Mereka pun sangat tidak memahami bahwa Allah swt akan meneguhkan kedudukan para hamba-Nya yang berperilaku benar untuk berkuasa di muka Bumi ini.
            Contoh yang teramat nyata terjadi di dunia ini adalah munculnya Amerika Serikat menjadi negara super power utama. Tahukah pembaca sekalian mengapa Amerika Serikat menjadi negara super power? Mungkin ada yang menyangka bahwa mereka itu hebat, pekerja keras, dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Dalam kenyataannya, itu cuma sangkaan belaka. Tidak seperti itu kejadiannya. AS menjadi super power lebih diakibatkan oleh kondisi negara-negara di luar dirinya. Saat itu negeri-negeri Eropa sedang luluh lantak akibat pertikaian di antara mereka sendiri dan Benua Asia sedang mengalami kerusakan hebat akibat dari penjajahan yang dilakukan orang-orang kapitalis berkulit putih plus Jepang. Jadi, saat Eropa rusak dan Asia menggelepar, AS selamat tidak ikut campur pertikaian di kalangan Eropa dan tidak sedang menderita akibat penjajahan. Seandainya Eropa tidak bertikai dan Asia tidak dirusakkan penjajahan, AS tidak akan menjadi negara super power. AS hanya  akan menjadi negara barat yang cukup maju, tetapi berada jauh di bawah Asia. Adapun Eropa akan tetap berada dalam nasibnya seperti namanya sendiri Eropa yang diucapkan mereka sendiri yureup yang dalam bahasa Arab aurab yang artinya buruh, karyawan, pekerja, atau pegawai yang bekerja pada majikan-majikan bangsa Arab dan Asia.
            Melihat contoh kenyataan yang terjadi pada AS, Indonesia sangat berpeluang menjadi negara adidaya yang muncul akibat hal-hal yang tidak bisa diprediksi berbagai ilmu pengetahuan konvensional. Indonesia memuncak karena keinginan Allah swt sendiri yang mengirimkan “orang kepercayaan-Nya” untuk menggubah sejarah, sistem, dan tindak-tanduk sesat elit dan masyarakatnya, kemudian dikembalikan pada nilai-nilai luhurnya sendiri. Kita lihat saja nanti.
Bersikaplah yang baik sampai saat itu tiba karena Allah swt akan memilih orang-orang terbaik untuk memenuhi Bumi ini dengan kebaikan setelah sebelumnya Bumi ini dipenuhi kemaksiatan yang bernama demokrasi. Bijaklah dalam mengambil langkah agar Anda menjadi orang yang beruntung, baik sekarang di dunia ini maupun nanti di alam akhirat.




Bakrie Bilang Golkar Pengamal Utama Pancasila, Lucu

 oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Beberapa waktu lalu sangat terasa para pemuda kita menyadari bahwa kita harus kembali pada keluhuran Pancasila yang merupakan anugerah terbesar dari Allah swt bagi Indonesia. Berbagai kelompok pemuda dengan caranya masing-masing berupaya menunjukkan kecintaannya kepada Pancasila. Itu teramat bagus dan menggembirakan karena memang seperti itulah seharusnya negeri ini, berada dalam kemuliaan Pancasila. Akan tetapi, dengan maraknya kesadaran masyarakat untuk ber-Pancasila, tumbuh pula kelompok-kelompok yang mulai memanfaatkan situasi. Misalnya, mereka yang dari dulu suka menghina Islam dan takut Islam menjadi jiwa negeri ini, mempertentangkan  Islam dan Pancasila. Kalau dulu, saya dan teman-teman biasanya marah terhadap kelompok-kelompok pengacau pikiran itu, tetapi sekarang saya tidak lagi marah, malahan merasa kasihan kepada mereka. Mereka dari dulu membenci Islam dan tidak pernah berhasil. Mereka cuma orang-orang bodoh yang penuh ketakutan dan kebencian. Mereka memang punya kondisi jiwa yang menyedihkan. Mereka tidak tahu bahwa Pancasila itu adalah “sebuah titik cahaya” yang Allah swt keluarkan dari dalam Al Quran untuk merekatkan dan memperkuat eksistensi bangsa dan Negara Indonesia. Dari kalangan politisi atau partai demikian pula, memanfaatkan situasi. Mereka menggembar-gemborkan bahwa dasar hidup mereka adalah Pancasila, padahal masih harus sangat dipertanyakan. Salah satu partai yang mengklaim dirinya pembela Pancasila adalah Partai Golkar.
            Partai Golkar yang berada di bawah kendali Ketua Umum Aburizal Bakrie sesumbar bahwa partainya adalah pengamal utama Pancasila. Hal itu dikatakannya dalam sebuah acara di hadapan para kadernya yang diliput di stasiun televisi yang dikuasainya, tvOne, dan disiarkan pada 8 Juli 2011. Dia mengklaim bahwa  Partai Golkar adalah “pengamal utama dan pengawal Pancasila dari pikiran komunis”.
            Jika diperhatikan dari klaimnya itu, Bakrie berusaha mengajak masyarakat untuk mengingat bagaimana Golkar yang setia penuh kepada Orde Baru untuk menghancurkan komunis. Itu memang terjadi pada masa lalu, tetapi sesungguhnya tentang komunis dan peristiwa G 30 S sendiri masih sangat diliputi kabut dusta kebohongan yang tetap dipertahankan sampai hari ini oleh para munafikin. Komunis memang hancur, tetapi bersamaan dengan itu kapitalis bergembira ria melenggang menguasai Indonesia bersama kaki tangannya di negeri ini. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Golkar dulu bersama Orde Baru mempermudah kapitalis masuk ke Indonesia. Padahal, kapitalis sendiri bertentangan dengan Pancasila. Jadi lucu bukan? Ngakunya pengamal dan penjaga Pancasila, tetapi mempersilakan kapitalis untuk merusakkan Pancasila. Dalam klaimnya sendiri, Bakrie mengatakan bahwa Golkar adalah penjaga  Pancasila dari pikiran komunis. Akan tetapi, tidak keluar pernyataan bahwa Golkar menjaga Pancasila dari pikiran kapitalis.
Kapitalis dan komunis itu sebetulnya sama saja. Keduanya ajaran sesat yang memperebutkan benda, uang, dan makanan. Berbeda dengan Pancasila yang mengajarkan masyarakat untuk menggunakan sarana ketuhanan dalam mengendalikan benda, uang, dan makanan agar dapat mencapai kemakmuran bersama.
            Kelucuan Bakrie dan Golkar bertambah lagi. Saya sebut Golkar karena pada saat klaim itu dilontarkan Bakrie, para kadernya bertepuk tangan setuju. Saya sebut lucunya jadi bertambah-tambah karena memangnya Bakrie dan Golkar paham benar terhadap Pancasila? Mengertikah mereka bagaimana hidup ber-Pancasila itu? Kalau sudah mengerti, kapan mereka melaksanakannya? Memangnya ada gitu orang yang bisa kita sebut Pancasilais? Coba tunjuk hidungnya, sebutkan siapa namanya! Soeharto?  Cape deh …. Kita sampai saat ini tidak punya teladan orang yang bisa disebut Pancasilais. Saya berani bertaruh apa pun untuk itu.
            Kalau mereka berdasarkan klaimnya merupakan pengamal utama dan penjaga Pancasila, mengapa pada awal reformasi dihujat bebarengan dengan dihujatnya Soeharto dengan Orde Baru-nya? Bahkan, banyak kalangan yang menginginkan Golkar dibubarkan saja.  Hujatan dan cacian rakyat terhadap Golkar itu diakibatkan oleh tidak dilaksanakannya Pancasila pada masa lalu dengan murni dan konsekwen oleh Golkar, Orde Baru, dan Soeharto. Kalau pilar-pilar Orde Baru yang di dalamnya ada Golkar memang benar-benar melaksanakan, menjaga, mengamalkan secara utama Pancasila, pasti tidak akan dihujat, dicaci, dan disuruh bubar. Adalah salah jika ada kalimat Golkar dihujat, dibenci, dan dituntut bubar karena telah melaksanakan Pancasila.
            Sudahlah Bakrie, sudahlah Golkar, kalian tidak perlu memanfaatkan situasi masyarakat yang ingin ber-Pancasila. Jangan klaim-klaim seperti itu. Klaim-klaim seperti itu hanya mempermalukan diri sendiri. Sumpah, malu-maluin, lucu lagi.

           
           



Saturday, 20 August 2011

Karni Ilyas yang Membingungkan

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Sudah dua kali saya melihat keanehan yang dilakukan Karni Ilyas. Entah berapa kali yang tidak sempat saya perhatikan. Saya kan tidak selalu sering menonton acaranya, sekali-kali saja kalau sempat. Saya lebih suka diam merenung, merapikan kebun, mengurusi binatang peliharaan, dan bekerja mencari nafkah tentunya. Kalau lelah, ya pasti tidur.

Benar yang itu. Karni Ilyas yang itu. Yang acaranya ada di tvOne. Betul yang itu, Presiden Jakarta Lawyers Club.

Keanehan yang saya maksud adalah dia menunjukkan sikap seolah-olah sebagai pencinta Belanda. Padahal, Belanda itu penjajah kan? Pertama, kalau tidak lupa, saat membahas kasus ipad, Darsem, dan Ruyati, ia tampak begitu keras menyanggah Nudirman Munir, anggota DPR. Saat itu Nudirman mengatakan bahwa soal penangkapan oleh polisi dalam kasus ipad itu diakibatkan sistem hukum di Indonesia yang masih terlalu bergantung pada hukum Belanda. Kata Nudirman, karena terlalu bergantung Belanda, hukum di Indonesia pun sama salahnya, yaitu menganggap bahwa aparat dan pemerintah selalu benar tidak bisa disalahkan serta tidak ada sanksi jika terjadi kesalahan menangkap orang. Pendapat Munir langsung disanggah tegas oleh Karni Ilyas. Menurut Karni, yang salah adalah DPR, sedangkan Belanda justru lebih baik dan lebih bersih. Saat itu pula Nudirman mencoba menerangkan, tetapi tidak sempat karena diskusi berlanjut ke pembicara lain. Beruntung pada akhir acara Nudirman mendapatkan kesempatan untuk lebih menegaskan bahwa memang hukum yang mengikuti Belanda itu salah besar, polisi atau jaksa bisa enak menangkap orang dan tidak ada sanksi jika salah menangkap, padahal korban penangkapan sudah ada.

Kedua, pada 20 Juli 2011 Karni Ilyas pun sempat memotong kata-kata Teguh Juwarno, anggota DPR, yang akan menerangkan bahwa korupsi di Indonesia merupakan warisan dari VOC. Belum juga selesai Teguh menjelaskan, Karni cepat sekali memotong. Dia seperti tidak ingin mendengar penjelasan Teguh Juwarno. Menurut Karni, kita tidak perlu melemparkan badan menyalahkan orang lain tentang korupsi. Katanya, Belanda itu lebih bersih. Misalnya, kalau ada uang lebih, akan dikembalikan. Dalam pandangannya, korupsi terjadi mulai tahun 60-an, sedangkan masa sebelumnya tak ada. Ia mencontohkan bahwa Natsir sendiri menggunakan pakaian yang kurang baik. Artinya, tak ada korupsi pada elit-elit zaman Natsir.

Sungguh membingungkan Mr. Presiden Karni itu. Kalau Belanda itu baik, bersih, dan tertib, mengapa menjajah kita? Penjajahan itu jelas pasti korup.

Sejarah pun mencatat bahwa korupsi di Indonesia dimulai sejak kehadiran VOC dan terjadi di dalam tubuh VOC sendiri, lalu menular ke kalangan penduduk pribumi. Tak ada sejarah korupsi sebelum VOC datang. Itu artinya korupsi adalah budaya barat yang disebar ke Indonesia dalam masa pemerintahan kolonial.

Kalau memang hukum Belanda bersih dan hebat mampu mengatasi korupsi, mengapa VOC di Indonesia bangkrut? VOC kan bangkrut, lalu pemerintah Kerajaan Belanda mengambil alih wilayah Indonesia yang telah diperas VOC itu. Kebangkrutan VOC itu tidak terlepas dari perilaku korupsi yang terjadi di dalamnya.

Orang Belanda, Douwess Dekker, bergabung bersama pejuang pribumi nasionalis melawan pemerintahan Belanda. Mengapa dia melakukan itu? Dia melihat banyaknya terjadi korupsi di dalam pemerintahan kolonial Belanda. Ia berkali-kali melihat perilaku-perilaku korup jahat itu dan berulang-ulang pula melaporkannya ke pemerintah resmi. Hasilnya bisa diduga, ia tidak digubris dan pemerintah Belanda mengabaikannya. Douwess Dekker bahkan mendapatkan perilaku buruk. Korupsi terus berlanjut, rakyat kecil makin menggelepar, sementara orang-orang Belanda dan cecunguk-cecunguk para demang itu kaya raya. Bersihkah orang-orang Belanda itu? Bingung saya.

Setelah Indonesia merdeka, Douwess Dekker pernah menjadi salah seorang menteri dalam kabinetnya Presiden RI Ir. Soekarno. Kepercayaan Soekarno itu adalah akibat dari perjuangan Douwess Dekker membela rakyat dan memerangi korupsi pada masa pemerintah kolonial.

Soal contoh yang disampaikan Karni Ilyas tentang Natsir yang menggunakan pakaian butut, padahal merupakan tokoh terpandang, itu mah gampang dipahami. Bukan cuma Natsir yang begitu, Soekarno juga pakai sepeda, genteng rumahnya bocor saat istrinya melahirkan Megawati hingga kasurnya basah kuyup. Founding father yang lain juga begitu kok. Petinggi negeri yang sempat berkuasa saat Orde Baru pun memiliki pengalaman yang sama. Sudharmono, mantan Wapres zaman Soeharto, misalnya, sejak masih SMP, berjuang dan berperang tanpa kepikiran akan menjadi apa nanti. Soal ia dianggap kroni Soeharto pada masa orde baru, itu mah lain masalah dan beda waktu.

Para pendiri dan petinggi negeri yang mengalami masa revolusi dan mempertahankan kemerdekaan semua begitu. Mereka semua melawan penjajah Belanda korup yang membuat rakyat menderita. Mereka tidak rela tanah airnya dikorupsi. Mereka melawan korupsi itu.

Kalau Belanda baik, bersih, tertib, dan hebat, mengapa harus dilawan dan diusir? Kalau memang bagus, pasti jadi bagian yang tidak terpisahkan dari jiwa-jiwa rakyat Indonesia dan akan menjadi saudara kandung benar-benar seperti para wali yang berasal dari tanah Arab. Akan tetapi, kan tidak begitu ceriteranya. Para wali itu memberikan pencerahan dan pengajaran tanpa korupsi hingga mereka menjadi bagian dari jiwa Bumi Pertiwi ini. Belanda mah nggak, tetap saja penjajah jahat. Jelas?

Kalau Karni Ilyas mengatakan sejak 60-an korupsi mulai terjadi, itu pasti. Hal itu disebabkan dimulai praktik-praktik demokrasi yang memberikan peluang sangat besar bagi orang-orang untuk berebut tahta dan harta. Belanda korup pergi, para demang gigit jari, negeri bersih sebentar, lalu demokrasi mulai, korupsi pun terjadi lagi. Begitu kisahnya.

Jadi, saya bingung dengan Mr. Karni. Bagaimana bisa Belanda dianggap baik, bersih, dan tertib?

Meskipun demikian, kita semua mesti paham dan sadar memang masih sangat banyak orang yang memuja Belanda jahat itu. Biasanya, mereka memang berusia sudah tergolong tua. Anak-anak muda sih tidak seperti itu.

Berdasarkan pengamatan saya, ada tiga kategori para pemuja Belanda di negeri ini. Pertama, orang-orang bodoh yang tidak mengerti situasi. Ini jumlahnya sangat banyak di negeri ini, tetapi pada zaman dulu, zamannya penjajahan. Mereka tidak mengerti mengapa harus bertempur berjuang melawan penjajahan karena toh hidup sudah begitu seharusnya, sudah hukumnya Indonesia dituntun dan digiring-giring orang asing. Kata Soekarno, mereka adalah rakyat kelas kambing 100%. Mereka sudah terlalu lama dijajah dan rusak pikirannya sehingga benar-benar menganggap bahwa orang-orang barat berkulit putih itu lebih hebat daripada mereka. Mereka sangat percaya bahwa kehidupan mereka harus dituntun, diarahkan, dan diikat bagai kambing oleh orang-orang bule. Celakanya, mereka mengganggap Soekarno nggak ada kerjaan, cari-cari perkara, bikin onar karena menumbuhkan semangat revolusi. Hal itu bisa dilihat dari tulisan-tulisan Soekarno dalam Dibawah Bendera Revolusi. Soekarno tampak sekali kesulitan untuk menyadarkan orang-orang ini. Sekarang jumlah manusia-manusia jenis ini sudah sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada. Keturunan mereka pun tampaknya akan menyalahkan orangtuanya yang lemah pikiran itu.

Kedua, mereka yang diuntungkan hidup dalam zaman Belanda. Orang-orang ini jumlahnya lumayan banyak, tetapi habis satu demi satu karena faktor usia. Saya beberapa kali bertemu dengan mereka dari beragam kalangan, baik saat ini tergolong dalam ekonomi lemah, menengah, atau atas. Mereka memang diuntungkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan sempat berdansa-dansi dengan penjajah. Salah seorang pengusaha ternama pun yang masih ada saat ini memuja-muja Belanda. Katanya, Belanda itu memberikan pelajaran bernegara dan berbangsa plus cara berbisnis. Wajar mereka berpendapat seperti itu kan pernah diuntungkan dulu saat sebagian besar rakyat menderita dan melarat.

Di kota-kota besar di negeri ini, misalnya, Kota Bandung, para pemuja Belanda saat ini bisa dipastikan dulunya tinggal atau bertetangga dengan Belanda. Adapun para penentangnya yang kemudian menjadi pejuang, tinggal di daerah pinggiran. Kalau kita mengambil contoh dari kalangan artis, seperti antara Rahmat Hidayat dan Ebet Kadarusman. Mereka berdua artis senior. Rahmat Hidayat itu hidup di daerah pinggiran, seperti, Ciwastra, Cibaduyut, Kopo, dan Dayeuhkolot. Adapun Ebet Kadarusman hidup di daerah-daerah kelas atas, misalnya, Cipaganti, Cihampelas, Cilaki, Eldorado, dan sebagainya. Kedua kelompok pemuda berbeda lapisan sosial ini kerap bentrok dan saling caci. Begitu ceritera yang dituturkan Rahmat Hidayat sendiri. Saya tidak mengatakan Kang Ebet pemuja Belanda. Tak pernah ia mengatakan hal itu. Hanya, biasanya lokasi rumah sangat menentukan pro atau kontra terhadap kolonial Belanda. Lalu, pengalaman hidupnya yang menyenangkan itu dikisahkan kepada keturunannya. Jadi, para keturunannya ini saat ini memiliki pandangan yang hampir sama dengan orangtua, kakek, atau buyutnya. Namun, jumlah mereka ini pun sudah sangat berkurang sekarang, lagi-lagi karena dicabut nyawa oleh Malaikat Izrail, mati.

Ketiga, para intelektual atau ilmuwan. Jumlahnya saat ini tarik-ulur, bisa banyak, sangat banyak, atau sedikit untuk kemudian musnah. Jumlah mereka ini sangat bergantung informasi dan kesediaan mereka terbuka terhadap pengetahuan. Orang-orang jenis ini biasanya dari awalnya sudah menderita penyakit pikiran yang menganggap bahwa barat harus selalu bagus. Apalagi jika mereka pernah berkunjung ke Belanda dan atau belajar hukum di sana. Banyak di antara mereka yang cepat terpesona dan terpengaruhi pikirannya dengan ilmu pengetahuan yang didapatnya.

Orang-orang dalam kategori ini mirip seperti yang dikatakan K.H. Salimudin, M.A., Ketua Yayasan Al Ikhwan, yaitu “mangsa empuk” kaum orientalis. Hal itu disebabkan mereka mudah sekali terpesona dan terhipnotis oleh ilmu pengetahuan baru. Dalam keadaan pikirannya shock, ‘terkejut’ oleh hal yang baru diketahuinya, dimasukkanlah pikiran-pikiran sekuler dan pemujaan terhadap barat sekaligus pengerdilan terhadap ajaran Islam oleh kaum orientalis. Begitulah mereka pulang ke Indonesia dengan pikiran-pikiran miring.

Kalau K.H. Salimudin kan menjelaskan hal tersebut sebagai seorang ahli agama dari sudut pandang perjuangan Islam untuk memuliakan Islam dan kaum muslimin. Agak berbeda dengan saya yang melihat dari sudut pandang nasionalisme dan keluhuran budaya Indonesia. Bagi saya, orang-orang shock ini akan selalu memandang bahwa barat pasti hebat, sedangkan Indonesia selalu rendah, kecil, dan tertinggal. Demikian pula mereka akan menganggap bahwa penjajah Belanda adalah hebat karena kulitnya putih dan termasuk barat. Padahal, sesungguhnya kita, bangsa Indonesia, adalah lebih mulia dibandingkan mereka dan lebih pintar tentunya. Kalau saja bangsa ini menyadarinya, niscaya kita akan menemukan bahwa kita berada di atas segala bangsa, baik otak maupun ruhaninya. Kita cuma sedang jatuh, lalu tersesat. Jatuh oleh apa? Jatuh oleh Belanda rakus itu yang kata beberapa orang baik, bersih, tertib, dan hebat. Oleh sebab itu, mulailah hargai diri sendiri dan belajar dari diri sendiri.

Eh ya, ... hampir lupa, kita mesti ingat bahwa Belanda itu adalah penjajah korup dan melakukan penjajahan paling korup serta mengerikan di muka Bumi ini. Belanda adalah penjajah yang paling bengis di antara semua penjajah yang ada di dunia. Nanti pada tulisan lain akan kita banding-bandingkan kelakuan negeri-negeri penjajah. Akan tetapi, pastinya kita akan mengetahui dengan nyata dan tak terbantahkan bahwa Belanda adalah penjajah terkorup dan terjahat di seluruh daratan dan lautan di seluruh muka Bumi ini.

Seorang komunis kenamaan dunia, C. Santin, mengatakan bahwa penjajahan Belanda di Indonesia adalah penjajahan yang paling mendirikan bulu roma di seluruh dunia.

Friday, 19 August 2011

Sunda dan Jawa Barat Harus Jual Mahal

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Dari dulu sampai sekarang Provinsi Jawa Barat merupakan “penentu” kemenangan politik partai-partai. Hal ini disebabkan provinsi ini merupakan lumbung suara yang sangat penting karena jumlahnya sangat banyak, bahkan terbanyak. Sebagian politisi kawakan mengatakan bahwa jika telah menang di Jawa Barat, dipastikan menang mudah di tingkat nasional.

Dalam perebutan kekuasaan mendatang pun, provinsi ini tetap menjadi lahan basah para politikus untuk diperas agar dapat memberikan kontribusi bagi kepentingannya. Kita bisa melihat bahwa akhir-akhir ini partai-partai menggunakan wilayah Bandung sebagai pilihan utama untuk mengadakan berbagai perhelatan besar berskala nasional, entah itu deklarasi, rapat kerja, musyawarah, kongres, temu kader, dan lain sebagainya. Golkar, PPP, dan Demokrat sudah menunjukkan aktivitas itu. Ke depan partai-partai lain pun tampaknya menyusul pula.

Ada hal yang menggelitik soal Bandung, Sunda, dan Jawa Barat dalam hal politik ini. Jika dilihat dari statistik, sudah tak bisa dibantah lagi memang provinsi ini sangat seksi dijadikan rebutan agar penduduknya terbujuk rayu para politisi untuk memenangkan partai dan kelompoknya. Akan tetapi, ada hal lain di luar itu yang bisa kita cermati bersama, yaitu dalam pandangan spiritual. Ada kemungkinan bahwa para politisi menjadikan daerah Bandung sebagai tempat untuk mengadakan berbagai perhelatan besar disebabkan pula pandangan secara spiritual.

Dalam penglihatan berbagai ahli spiritual, baik zaman dulu maupun zaman sekarang, Bandung memiliki arti yang sangat strategis, bahkan menentukan kepemimpinan nasional pada masa mendatang. Lebih tepatnya lagi menjadi tempat kemunculannya Sang Pemimpin Agung yang benar-benar adil, Ratu Adil.

Dalam pandangan spiritual zaman dulu, Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran, mengatakan bahwa Budak Angon, ‘Anak Gembala’, yang kemudian menjadi Ratu Adil akan ngababakan, ‘membuka lembaran baru’, di Lebak Cawene. Lebak artinya lembah. Cawene artinya perempuan, bisa pula cawan atau mangkuk. Cawan atau mangkuk ini tetap saja mengacu pada perempuan, tepatnya alat kelamin perempuan yang mirip cawan. Dari segi geografis, lembah yang bentuknya mirip mangkuk perempuan adalah Cekungan Bandung. Cekungan Bandung dulunya memang sebuah danau besar yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Coba saja cek kepada para ahli, lihat pula peta, buku-buku geografi dan geologi, atau cek sendiri juga bisa, caranya naik ke atas genteng rumah di Kota Bandung, lalu lihat sekeliling 360 derajat, Anda akan menemukan bahwa Anda sedang berada di sebuah cekungan atau lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Artinya, Anda sedang berada di dasar danau besar.

Jayabaya pun mengisyaratkan hal yang sama, yaitu Ratu Adil itu tempatnya dekat Gunung Perahu sebelah barat Tempuran. Kemudian, ia pun lebih menjelaskan bahwa di tempat itu ada tiga pohon beringin, Ringin Telu.

Gunung Perahu tampak jelas menunjuk pada Gunung Tangkuban Parahu dan itu di Bandung. Adapun Tempuran adalah tempat terjadinya banyak pertempuran. Ringin Telu dalam bahasa Sunda adalah Caringin Tilu, ‘Beringin Tiga’. Ketiga pohon itu terletak di salah satu gunung yang mengitari Bandung. Kalau saya membuka pintu depan rumah orangtua saya di sekitar Soekarno-Hatta, Bandung, langsung terlihat pohon beringin yang paling tinggi dari ketiganya. Jika ada penggaris yang panjangnya sekitar 25 km, lalu dibentangkan, akan tepat sekali sangat lurus dari pintu rumah orangtua saya sampai ke Gunung Caringin Tilu. Memang tempat itu dari zaman dulu disebut Caringin Tilu. Ketika saya masih SD sampai SMP, berkali-kali datang ke tempat itu bersama-sama teman-teman karena menyenangkan untuk hikking. Di atas puncaknya, di tempat pohon beringin tiga itu tumbuh berkumpul, bertemu dengan rombongan lain dari berbagai tempat yang mencari udara segar di sana, sebagian malah ada yang membawa gitar dan radio dengan pakaian yang warnanya mencolok, kadang-kadang tampak lucu cari-cari perhatian. Tempat itu dulu memang menyenangkan dan menjadi ajang bertemunya anak-anak muda yang gemar berolah raga, jalan-jalan, rekreasi, sekaligus saling berkenalan berharap bisa jadi pasangan cinta.

Itu berdasarkan pandangan spiritual zaman dulu, yaitu dari Prabu Siliwangi dan Jayabaya. Ada pandangan spiritual zaman ini yang justru sangat mencengangkan. Bagi saya sih, sangat mengagetkan. Beberapa waktu lalu, masih dalam tahun ini juga, 2011, para ahli spiritual dari berbagai belahan Bumi, secara internasional, melakukan pertemuan di Gunung Tangkuban Parahu, Bandung, kemudian dari pandangan batin multinasional itu didapat gambaran yang sama tentang dunia ini, termasuk Indonesia. Gambaran ini ditulis dalam judul yang lain, supaya lebih jelas. Saya juga baru tahu ketika diminta menjadi pembicara dalam diskusi panel yang diselenggarakan keluarga istana kerajaan-kerajaan Sunda yang tergabung dalam Yayasan Pamanah Rasa. Ada lima pembicara, saya salah satunya, dan ada seorang pembicara ahli spiritual yang menjadi peserta pertemuan internasional spiritual di Gunung Tangkuban Parahu.

Mengingat dua hal penting di atas, yaitu pandangan politis berdasarkan statistik yang menggiurkan serta pandangan spiritual zaman dulu dan zaman sekarang, orang Sunda dan Jawa Barat harus ekstra jual mahal. Kita sudah membuktikan kesetiaan kita kepada negeri ini dan mengikuti berbagai proses politik dengan teramat baik. Akan tetapi, ternyata teramat banyak elit dan penyelenggara negara telah menunjukkan tabiat serendah-rendahnya dan sehina-hinanya dengan melakukan berbagai penyimpangan kekuasaan yang akibatnya teramat buruk terhadap kita dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu artinya mereka telah mempermainkan dan mengkhianati kebaikan yang telah kita tunjukkan. Sekarang adalah saatnya kita yang menentukan sendiri bagaimana seharusnya negeri ini dijalankan agar tercipta kemakmuran dan kejayaan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Orang Sunda dan penduduk Jawa Barat sudah memiliki modal yang sangat besar, yaitu jumlah pemilih yang besar dan posisi strategis yang “mengepung” Ibukota Jakarta. Di samping itu, tentunya dalam pandangan spiritual, memiliki sejumlah modal besar yang sangat menentukan (ditulis dalam judul lain). Kita jangan mau lagi ditipu janji-janji kosong yang tampak manis, tetapi memuakkan.

Kita harus hanya bersedia dipimpin oleh orang yang idealnya sih mirip Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, jika Rasulullah saw dianggap terlalu ideal dalam arti terlalu sempurna sehingga sangat sulit untuk dicontoh seluruh perilakunya, kita bisa melihat contoh kepemimpinan ideal lainnya, yaitu Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran yang tak punya cela.

Jangan mau kita hanya diberi janji manis dan selembar uang limapuluh atau seratus ribuan, kemudian nantinya kita sengsara berkepanjangan karena dipimpin oleh para petualang politik busuk. Kita harus jual mahal agar benar-benar memiliki pemimpin yang adil sehingga dapat membawa NKRI benar-benar sesuai yang diharapkan Preambul UUD 1945. Jika kita menemukan pribadi-pribadi yang mengemis suara karena ingin menjadi pemimpin, tetapi tidak mirip atau tidak mengarah pada kepribadian Prabu Siliwangi, sebaiknya kita jangan ikut pemilihan. Itulah satu-satunya kesempatan dan kekuasaan yang kita miliki untuk menunjukkan harga diri kita dalam sistem demokrasi hina ini. Kita harus jual mahal karena kita ini bukan orang-orang murahan. Kita ini orang-orang yang punya harga diri tinggi.

Standar kita adalah kepemimpinan Rasulullah saw. Kalaupun tidak bisa karena terlalu tinggi, minimal mendekati pribadi Prabu Siliwangi. Pada tulisan lain akan diuraikan hal-hal positif dari Prabu Siliwangi yang dapat dijadikan standar bagi kita.

Sekedar catatan, saya yakin para politisi yang menawarkan diri dan mengemis dukungan untuk menjadi pemimpin kita sama sekali tidak akan pernah mampu untuk menjadi pemimpin seperti Prabu Siliwangi. Hal itu disebabkan sistem politik demokrasi menjauhkan manusia dari keteladanan pemimpin unggulan seperti Prabu Siliwangi, apalagi seperti Nabi Muhammad saw. Mau jadi pemimpin unggulan bagaimana, caranya saja sudah sangat salah, kampanye penuh dusta, menebar uang recehan¸ menipu, tidak ikhlas, dan lain sebagainya. Demokrasi itu memang brengsek.

Tenang saja sambil berdoa, nanti juga ada kok, tetapi bukan melalui sistem demokrasi. Insyaallah.

1102, Semua Serba Terbalik

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Beberapa waktu yang lalu, saya diminta oleh Ketua Yayasan Pamanah Rasa Nusantara Dr. H. Gunawan Undang, Drs., M.Si. untuk menjadi pembicara dalam sebuah diskusi panel di daerah Garut, Jawa Barat. Diskusi panel tersebut merupakan bagian dari acara pengukuhan pengurus Yayasan Pamanah Rasa Nusantara wilayah Garut. Yayasan Pamanah Rasa Nusantara adalah organisasi tempat berkumpulnya para keluarga keturunan istana kerajaan-kerajaan Sunda. Pusatnya berada di Kota Bandung.

Sebenarnya, kaget juga sih saya diminta untuk menjadi salah seorang pembicara, apalagi berbicara mengenai Uga Wangsit Siliwangi di hadapan keturunan raja-raja Sunda. Sesungguhnya, sayalah yang harus banyak belajar dari keturunan raja-raja Sunda itu. Di samping itu, saya ini adalah nobody ,’bukan siapa-siapa’, hanya seorang penulis yang kebetulan suka membeli banyak buku yang dibaca ketika dalam waktu senggang. Berbeda dengan pembicara lainnya, yaitu: pertama, Abah Dago, seorang spiritualis yang menjadi peserta pertemuan ahli spiritual sedunia di Gunung Tangkuban Parahu beberapa bulan lalu, masih tahun ini juga, 2011. Kisah dari Abah Dago ini yang intinya akan saya bahas dalam tulisan kali ini. Kedua, Kang Husin Al Banjari, orang kepercayaan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, yang kini menjadi Ketua Forum Jabar Selatan, berkantor di Gedung Pakuan, rumah dinas Gubernur Jawa Barat. Ketiga, Abah Dedi Effendi, pelukis kenamaan tingkat dunia yang lukisannya pernah ditayangkan di Metro TV dan mendapatkan rekor dari Muri. Lukisannya sih biasa, yaitu kucing yang sedang memakan tikus. Yang luar biasa adalah ukurannya, yaitu 0,4 mm. Guinness Book of Record tidak bisa memberikannya rekor dunia karena memandang bahwa tidak akan ada lagi orang yang mampu menyaingi kecilnya lukisan Abah Dedi. Alasan yang aneh memang. Keempat, saya lupa namanya, tetapi seorang dosen doktor ekonomi.

Soal materi yang diberikan Kang Husin dan Abah Dedi akan diungkapkan dalam tulisan lain. Adapun materi yang disampaikan doktor ekonomi itu ... saya agak kurang tertarik, biasa-biasa saja, mirip seminar ekonomi di berbagai tempat, seperti, tentang peningkatan keterampilan pemuda, pemanfaatan sumber daya alam, pengembangan koperasi, dan lain sebagainya. Bukan saya memandang tidak penting, tetapi hal seperti itu kan sudah sering dibicarakan di mana-mana. Saat ini saya ingin berbagi dengan pembaca mengenai inti materi yang disampaikan Abah Dago.

Sebagaimana yang tadi saya katakan, Abah Dago adalah peserta pertemuan ahli spiritual tingkat dunia di Gunung Tangkuban Parahu, Bandung. Spiritualis tingkat dunia dari berbagai negara berkumpul membicarakan gambaran-gambaran yang akan terjadi pada masa depan. Dalam pertemuan itu didapatkan gambaran yang sama bahwa bangsa yang akan menemukan masa kejayaan mulai 2011 sampai beberapa periode ke depan adalah orang Sunda, Cina, dan Yahudi. Soal Cina semua sudah pada tahu saat ini memang sedang manggung berupaya menyusul Amerika Serikat. Orang-orang Cina menyebutnya masa bank bomb, ‘ledakan perbankan’, yang artinya akan mendapatkan uang banyak dalam waktu mendadak. Soal Yahudi, mungkin akan jadi sedikit perhatian dan pertimbangan bagi orang-orang Islam untuk mengalahkannya. Yahudi memang akan sangat kuat hingga beberapa tahun mendatang dan siapa pun akan sulit menjatuhkannya. Akan tetapi, menurut buku yang disusun Jaber Bolushi dari Iran, Yahudi akan mulai bergoncang keras pada 2015, kemudian menurun sangat drastis hingga hancur lebur dan tersisa hanya beberapa orang akibat pembantaian yang dilakukan orang-orang Islam di kampung-kampungnya sendiri.

Soal Cina dan Yahudi, biarlah itu kita tinggalkan dulu. Saya lebih suka membicarakan diri sendiri. Uniknya, dari pertemuan spiritual itu, mereka menemukan angka tahun yang terbalik, yaitu 1102, bukan 2011. Angka tahun 1102 itu sesungguhnya adalah pula sama dengan 2011. Angka yang terbalik itu menandakan bahwa mulai pertengahan tahun 2011, dunia ini mulai terbalik. Misalnya, orang-orang terpinggirkan akan mulai ke tengah, yang di tengah malah akan ke pinggir, bahkan jatuh. Orang-orang yang sekarang berada di belakang akan ke depan, yang di depan akan terdesak mundur ke belakang, bahkan jatuh pula. Orang-orang yang di bawah akan bergerak ke puncak, yang di puncak malah terjembab celaka. Mulai 2011 ini sesungguhnya dimulai zaman kalasuba, zaman kemuliaan bagi kita, Indonesia. Step by step. Bukan hanya politik dan ekonomi yang kondisinya jadi terbalik, hal-hal lain pun ikut terbalik. Saya sendiri merasakannya, misalnya, dulu saya percaya dengan demokrasi, sekarang kan tidak lagi dan buktinya sudah sangat jelas. Dulu orang yakin dengan adagium Lord Acton, ternyata dalam tulisan kemarin-kemarin saya bisa mematahkannya, iya kan? Sebentar lagi saya akan tulis kekacauan trias politica dan pendapat-pendapat Huntington yang dulu sangat kita percayai. Semuanya akan terbalik memang.

Memang para ahli spiritual itu tidak menyebut Indonesia, tetapi Sunda. Saya sebagai orang Sunda senang benar mendengarnya. Akan tetapi, saya sangat berharap bahwa yang dimaksud Sunda itu bukan hanya Sunda seperti sekarang ini atau hanya seperti saya ini yang lahir di Sunda dalam keluarga Sunda, hidup di tanah Sunda, berbahasa ibu Sunda, dan berbudaya Sunda, melainkan Sunda yang dulu yang mencakup wilayah-wilayah nusantara. Dengan demikian, yang dimaksud para spiritualis internasional dengan Sunda itu adalah Indonesia sehingga yang mulai mengalami masa kejayaan itu kita semua seluruh bangsa Indonesia meskipun harus hancur dulu pemerintahannya.

Kita mesti ingat bahwa Ibukota Jakarta itu dulunya adalah Pelabuhan Sunda Kelapa. Dalam pelajaran-pelajaran sejarah dan geografi dulu dikenal wilayah Sunda Besar dan Sunda Kecil yang mencakup pulau-pulau besar dan kecil di nusantara ini. Kerajaan Jawa Majapahit yang sangat besar dan terkenal itu didirikan pula oleh orang Sunda yang bernama Raden Wijaya. Demikian pula dengan tanah Papua. Menurut Abah Dago yang punya hubungan kerabat dengan keturunan Pangeran Asep Pakpak, penguasa Situ Bagendit, Garut, Suku Fakfak yang ada di Papua itu dibangun oleh keluarga Pangeran Asep Pakpak. Dulunya sih, Suku Pakpak, tetapi orang-orang Papua lidahnya sulit mengatakannya hingga menjadi Fakfak. Oleh sebab itu, tak heran jika terjadi masalah atau kesulitan di dalam Suku Fakfak, Papua, pada masa sekarang ini, keturunan Pangeran Asep Pakpak dari Sunda ini sering diminta bantuannya karena memang leluhurnya.

Kalau mau dibongkar lebih jauh lagi, seluruh kerajaan di nusantara ini berasal dari Salakanagara mulai zaman Aki Tirem dari tanah Sunda yang kemudian meluas hingga ke Kamboja sampai dengan setengah wilayah India. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa India itu dulunya hanya salah satu kadipaten dari sebuah wilayah kerajaan di Indonesia ini. Malahan, kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana itu bukan kisah orang-orang India, melainkan kisah-kisah kerajaan-kerajaan di Indonesia. Borobodur adalah bukti yang nyata. Jauh lebih dalam lagi, seluruh kerajaan di dunia ini berawal dari sebuah wilayah pemerintahan yang teramat maju berteknologi tinggi dan berekonomi melimpah yang kini tenggelam di dasar laut dan perut Bumi, tepat berada di bawah tanah Sunda yang sekarang ini. Wilayah itu yang disebut Plato sebagai The Lost World, Atlantis. Akan tetapi, itu jauh teuing, ‘kejauhan’, rumit mikirnya, rada cape.

Begini saja, berdasarkan penuturan Abah Dago, orang-orang Sunda mulai tumbuh meningkat kuat sejak 2011. Wilayah Sunda lama itu meliputi berbagai pulau kecil dan besar di nusantara plus Papua. Hal itu menunjuk pada Indonesia. Michael Gorbachev mengatakan akan ada super power baru dari Asia Tenggara dan itu menunjuk pada Indonesia. Nostradamus mengatakan akan hadir pemimpin baru dari timur yang membuat kemelaratan di daratan Eropa dan itu menunjuk pada Indonesia. Prabu Siliwangi mengatakan bahwa nusa akan jaya lagi dan itu artinya nusantara, pusatnya di Indonesia. Demikian pula Jayabaya dan Ronggowarsito mengatakan bahwa tanah Jawa akan makmur, itu pun menunjuk pada Indonesia. Profesor Jeffry Frankel, ahli ekonomi dari Amerika Serikat, baru-baru ini mengatakan bahwa Indonesia sebentar lagi dibanjiri modal asing dan itu berita teramat bagus.

Dari hal-hal tersebut, kita memiliki harapan bahwa Indonesia ini akan menjadi sangat besar dan kuat, super power. Terbalik bukan? Tahun 1102, dulunya Indonesia sebagai negara miskin dan terbelakang, berubah cepat menjadi negara kaya raya dan sangat tangguh. Adapun Sunda, Jawa, nusantara, bahkan Asia Tenggara semuanya menunjuk pada Indonesia tercinta ini. Meskipun demikian, para penjahat negara harus menyingkir atau disingkirkan dahulu supaya modal-modal asing yang membanjir sebagaimana disampaikan Prof. Jeffry Frankel dapat selamat sampai tujuan digunakan untuk kemakmuran bersama tidak dijamah tangan-tangan kotor yang digerakkan hati-hati busuk penuh niat korupsi, sebagaimana yang terjadi pada Orde Baru, bahkan lebih parah. Di samping itu, kita pun dapat lebih memanfaatkan sumber daya alam kita secara maksimal untuk kemakmuran kita semua. Oleh sebab itu, tak bosan-bosannya saya mengajak Saudara-saudara sekalian untuk memusuhi dan mengenyahkan demokrasi. Selama kita melakukan demokrasi, selama itu pula terbuka pintu-pintu suap dan korup untuk mendapatkan jabatan yang kemudian dijadikan alat untuk merampok harta-harta negara dan bangsa. Akibatnya, kita akan kembali berhutang sangat banyak kepada negara lain dan sama sekali tidak akan menikmati dengan utuh kekayaan alam kita sendiri, tetap saja miskin terus dan terus miskin.

Lawan angkara murka, jatuhkan demokrasi!

Friday, 29 July 2011

Semua Orang Bisa Jadi Gus Dur

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Gus Dur memang sering nyeleneh, tetapi memang nyeleneh. Gus Dur dulu dianggap memiliki kesaktian yang luar biasa hebat. Banyak orang geleng-geleng kepala menyaksikan “kesaktiannya”, yaitu tidur lama saat rapat, tetapi ketika bangun, bisa menjawab semua pertanyaan dengan baik dan memahami semua masalah yang dijadikan agenda rapat. Dia tidak perlu serius seperti orang-orang untuk memecahkan masalah dalam rapat. Tidur saja bisa menyelesaikan masalah.

Perilakunya ini menumbuhkan beragam mitos di masyarakat dan cenderung takhayul. Kaum intelektual cuma ngakak mendengar kisah-kisah mitos itu meskipun tetap tidak bisa menjelaskan dengan baik kenapa Gus Dur mampu melakukan hal itu. Penjelasan yang paling sahih adalah ya dari Gus Dur sendiri.

Begini dia menjelaskannya. Dia tahu benar bahwa orang Indonesia itu kalau rapat atau diskusi, selalu berputar-putar di situ-situ saja, tidak pernah beranjak maju ke arah penyelesaian yang lebih baik. Oleh sebab itu, ia memanfaatkan waktu tersebut untuk tidur. Ketika bangun, rapat masih tetap berputar di situ-situ juga. Dengan demikian, Gus Dur selalu dapat dengan tepat mengikuti masalah, bahkan menjawab berbagai kesulitan dengan baik. Jelas itu bukan mistik atau takhayul.

Nah, kita semua pada saat sekarang ini sangat bisa menjadi Gus Dur dan saya pernah membuktikannya. Perhatikan saja masalah yang melilit di negeri ini, misalnya, soal Century, Koalisi Setgab, Nazarudin, Andi Nurpati, Terorisme, Panji Gumilang, korupsi, dan lain sebagainya tidak pernah selesai-selesai, di situ-situ saja, nggak ada kemajuan yang berarti. Kalau kita tidak menonton televisi, tidak buka internet, atau tidak baca koran selama tiga hari, bahkan seminggu, kita tidak akan pernah ketinggalan berita karena masalahnya tetap berputar di sana, nggak berubah, tetap saja kusut. Artinya, kita bisa melakukan hal yang sama seperti Gus Dur karena masalahnya tetap di situ-situ saja. Setelah seminggu tidak memperhatikan berita, kita akan tetap menyaksikan masalah yang sama seperti minggu kemarin.

Kita semua bisa seperti Gus Dur. Terima kasih, thank you Gus Dur, engkau memang hebat dan negeri ini tetap sama seperti ketika engkau masih hidup, semrawut, malah makin samut. Semoga Allah swt menempatkanmu di tempat yang teramat baik dan terlindungi. Amin.

Orang-Orang Hebat Jangan Masuk Sistem

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Negeri ini, Indonesia, benar-benar butuh orang-orang hebat. Hebat dalam arti cerdas pikirannya dan bersih batinnya. Orang-orang hebat inilah yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai kemelut di berbagai bidang yang sedang melanda negeri ini.

Rhenald Kasali, ahli ekonomi, mengatakan hal seperti itu beberapa waktu ke belakang saat menjadi salah seorang tim penyeleksi calon ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia sangat berharap bahwa banyak orang hebat yang mendaftarkan diri untuk menjadi calon ketua KPK. Dengan demikian, negeri ini memiliki banyak pilihan yang terdiri atas orang-orang hebat. Orang-orang inilah yang diharapkannya mampu untuk membuat beragam terobosan dalam memerangi kejahatan korupsi di Indonesia.

Harapan Rhenald Kasali memang bagus, tetapi normatif. Itu berlaku di segala zaman, di segala tempat, dan di segala situasi. Keinginannya itu mirip kalimat-kalimat orang kuliahan yang sifatnya berlaku umum di tempat umum di dunia ini. Semua orang akan mengatakan hal seperti itu karena begitulah yang seharusnya terjadi.

Akan tetapi, kenyataan berbicara lain. Menurut saya, orang-orang hebat jangan masuk sistem pemerintahan saat ini. Hal itu disebabkan sistem yang berjalan seperti sekarang ini tidak akan memberikan kesempatan kepada orang-orang hebat untuk berkembang secara maksimal. Prestasi atau gagasan yang menjadi potensi untuk memperbaiki negeri akan mendapatkan halangan yang luar biasa besar yang akhirnya tidak bisa terlaksana dan cenderung menimbulkan frustasi.

Sistem politik demokrasi yang meniru-niru cara hidup orang-orang korup ini akan membuat semua cita-cita luhur berantakan. Sehebat apa pun seseorang atau sesuci apa pun seseorang, akan jatuh merana tersiksa, bahkan terpengaruhi untuk berbuat nista dalam sistem politik demokrasi yang borok ini. Orang-orang hebat tak akan sanggup melawan atau membenahi sistem yang sudah rusak parah ini. Bahkan, akan menjadi bagian dari kebusukan.

Sebaiknya, orang-orang hebat untuk sementara ini, harus tetap berada di luar sistem dan memperhatikan semua yang terjadi, kemudian muncul sekali-sekali sebagai pemanasan. Jangan berada dalam sistem. Jangan terbujuk rayu disebut orang hebat yang dapat memperbaiki keadaan. Berdiri saja di luar karena tidak mungkin bisa membenahi sistem. Jika memaksa masuk ke dalam sistem, yang terjadi bukanlah memperbaiki sistem, melainkan menjadi bagian dari sistem rusak yang merusakkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibatnya, akan menjadi orang-orang yang dipandang tercela. Hal itu sangat disayangkan.

Untuk sementara ini, orang-orang hebat mestinya tenang saja berada di luar sistem. Biarkan saja sistem yang sudah rusak ini tambah rusak sehingga hancur lebur tinggal abu. Jangan sekali-kali ikut memperbaiki. Nonton saja kehancuran dan kegagalannya. Nah, nanti, ketika situasinya sudah tepat, dalam arti orang-orang sudah putus asa karena sistemnya benar-benar luluh lantak, baru perlahan-lahan masuk. Jangan tergesa-gesa, biarkan masyarakat seluruhnya menyadari kerusakan tersebut, kemudian meminta tolong dengan kepasrahan yang tinggi kepada orang-orang hebat untuk mengatasi keadaan yang ada. Ketika sistem yang baru sudah tercipta atau mulai terbangun sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia, bukan sesuai dengan jiwa orang lain, tampakkanlah siapa diri Saudara sebenarnya agar benar-benar berada di dalam sistem baru yang benar-benar menjamin keadilan dan kemakmuran. Kiprah orang-orang hebat pada masa itu akan benar-benar sangat dirasakan, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.

Saat ini tak mungkin untuk berkiprah maksimal. Lihat saja orang-orang tersandera oleh perilaku-perilaku kotor dirinya dan teman-temannya sendiri. Kalau masuk sistem sekarang, akan ikut tersandera juga dan menjadi bagian dari kejahatan nasional. Biarkan saja sistem yang sekarang hancur lebur karena tak ada gunanya diperbaiki. Nanti saja kalau sistem yang mutakhir sudah dipahami, barulah masuk ke dalam sistem. Dengan demikian, orang-orang hebat akan tampak hebatnya karena memang berada dalam situasi yang sangat tepat, yaitu situasi kemakmuran, kemuliaan, dan kejayaan.

Jangan dulu masuk sistem, sabar, tunggu saat yang tepat. Biarkanlah sistem yang sekarang binasa bebarengan dengan binasanya para pendukungnya hingga seluruh mata memandang bahwa sistem di negeri ini telah nyata-nyata binasa.

Pohon Khayalan

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Ada beberapa bupati yang mengatakan bahwa kerusuhan akibat dari Pemilihan Kadal itu harus dibiarkan saja. Mereka beralasan bahwa situasi itu menunjukkan perkembangan demokrasi atau kita sedang tumbuh menuju demokrasi yang sesungguhnya. Goblok benar para bupati itu. Mungkin juga ada gubernur yang sama persis gobloknya. Memang sudah pada goblok mereka. Rakyat jangan ikut-ikutan goblok kayak mereka.

Dengan mengikuti istilah yang mereka gunakan, yaitu tumbuh dan berkembang, saya memastikan bahwa kata-kata itu diambil dari istilah ilmu biologi, terutama tanaman. Para petani atau siapa pun yang akan menanam pohon biasanya tahu lebih dulu tanaman yang akan ditanamnya. Agak aneh jika ada orang yang menaman biji-bijian tanpa tahu terlebih dahulu bakal jadi apa biji yang ditanamnya itu. Pemilik tanah atau petani yang memiliki tanah yang berhektar-hektar akan menanam tumbuhan yang jelas mereka ketahui manfaatnya dan sebelumnya mengenal tumbuhan tersebut sampai berbuah matang dan bisa dipanen. Saya pun demikian, meskipun hanya punya tanah sekitar 350 meter persegi, saya tidak akan pernah mau menanam biji atau pohon yang tidak jelas buahnya. Saya saat ini di samping dan belakang rumah menanam yang jelas-jelas saja, seperti, pisang, ubi, ketela, cabe rawit, talas, leunca, jambu, salak, dan mangga. Saya akan menolak cape-cape mengurusi tanaman yang tidak jelas. Meskipun ada orang yang merayu-rayu agar menanam biji buah yang katanya bagus berwarna ungu dan harganya mahal dengan rasa yang manis, tetapi tidak jelas buah apa dan tidak pernah melihatnya, saya tidak sudi menanamnya karena harus diurus dan dirawat. Kalau ada orang yang mau menanamnya tanpa tahu dulu pohon apa, saya bilang dia itu berani sekaligus gila merangkap goblok nggak ketulungan. Ngapain cape-cape ngurusin pohon yang buahnya masih ada dalam khayalan.

Begitu juga dengan demokrasi. Kata mereka kita harus tetap mendukung demokrasi. Meskipun terjadi banyak kerusakan, kita tetap harus berdemokrasi karena kita sedang tumbuh dan berkembang menuju demokrasi yang lebih baik.

Demokrasi yang lebih baik itu yang bagaimana? Pernah melihat ada negara demokratis dengan hasil gemilang membangun rakyatnya dengan baik lahir maupun batin? Di mana? Ada memang, tetapi di dalam khayalan. Di Amerika Serikat? Masyaallah, coba baca tulisan saya masih di blog ini yang berjudul Siapa Bilang Demokrasi di AS Bagus?

Kalau diibaratkan pohon, kita ini sedang menanam pohon khayalan. Demokrasi itu cuma biji yang ditawarkan isu kapitalis barat yang buahnya adalah khayalan. Khayalannya sih memang bagus, tetapi itu kan cuma ngelamun, bohong. Berulang-ulang saya katakan dalam bahasa Sunda bahwa demokrasi itu adalah melak sugan dina lamunan diceboran ku boa-boa buahna leubeut ku meureun, ‘menanam benih coba-coba di tanah lamunan disirami siapa tahu yang ranum buah mungkin’.

Kalau disebutkan demokrasi kita tumbuh dan berkembang, bakal jadi apa buahnya? Pernah ada yang melihat buah bermutu dari demokrasi? Ada sih buahnya, tetapi buah kerusakan manusia dan alam sekitar. Itu telah terjadi secara nyata, lho. Masih juga percaya ada buah manis dari demokrasi? Gustiii..., hampura manusa, memang benar-benar goblok.

Kalau menanam pohon, harus jelas pohon apa dan bagaimana buahnya nanti, jangan ngelamun. Yang jelas-jelas saja. Kalau menjalankan sistem politik, harus jelas sistem politik apa dan bagaimana buahnya, musti pasti. Sesungguhnya, kita punya benih sistem politik unggulan dari dalam tanah air kita sendiri, tinggal kemauan kita untuk menanamnya dan itu sudah jelas. Sejarah mencatat bahwa negara ini dulunya adalah wilayah-wilayah kerajaan yang makmur dan kuat. Maksudnya, kerajaan yang dulu, bukan kerajaan-kerajaan yang sekarang.

Coba ambil itu benih unggulan, lalu tanam dan rawat dengan baik, maka kita akan panen kemakmuran dan keadilan sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD 1945. Akan tetapi, jangan suudzhon dulu, saya sama sekali tidak menganjurkan untuk membikin sistem politik kerajaan karena sistem itu sudah usang sama usangnya dengan sistem politik demokrasi. Ada lho sistem yang tidak monarki, tidak otoriter, juga tidak demokratis. Itu tepat sekali untuk Indonesia karena berasal dari Bumi Pertiwi. Sumpah. Mau tahu? Cari di dalam diri sendiri, dalam nilai-nilai luhur sendiri, dalam budaya dan pengalaman kejayaan sendiri. Pasti ketemu asal keluar dulu dari kebiasaan kuno yang menyandarkan diri pada produk-produk pemikiran barat.

Berhenti dong jadi orang goblok. Berhenti. Kenapa sih nggak mau berhenti? Senang ya jadi orang goblok?

Lihat tuh ibu kita semua, Ibu Pertiwi. Dia sedang lara menangis sedih karena anaknya yang bernama Indonesia sedang tersesat, terseok-seok karena tidak lagi mengingat dan menghargai nasihat-nasihat ibunya sendiri. Jangan bangga jika tersesat, pulanglah ke pangkuan Ibu Pertiwi. Cepat pulang. Ibunda kita itu pasti menerima kita dengan tangan terbuka, lapang dada, penuh kasih, dan membiarkan kita nyaman terlindung dalam dekapannya.

Kalau Sudah Error, Jangan di-Try-Try Lagi

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Dulu di awal-awal reformasi antara 1998 s.d. 1999, kita melepaskan diri dari kungkungan dan kekerasan orde baru untuk melaksanakan demokrasi tanpa embel-embel. Artinya, bukan Demokrasi Terpimpin atau Demokrasi Pancasila, tetapi cenderung mengembalikan kondisi negeri pada Demokrasi Pascakemerdekaan yang ditandai dengan membangga-banggakan Pemilu 1955. Padahal, Pemilu 1955 telah melahirkan PKI sebagai partai komunis terbesar di dunia serta menjadi pemenang keempat Pemilu di Indonesia. Selanjutnya, negara berada dalam ketidakstabilan politik yang menyedihkan sehingga harus lahir Dekrit Presiden setelah sebelumnya negara berbentuk serikat, RIS, bukan NKRI. Pendeknya, demokrasi saat itu telah gagal karena ngaco.

Meskipun demikian, para elit zaman awal reformasi menganggap bahwa demokrasi yang ngaco itu terbaik sehingga ingin mengulanginya. Setidaknya, dengan Pemilu yang lebih bersih, akan didapat orang-orang kredibel yang merupakan perwujudan aspirasi murni rakyat. Mereka yang telah terpilih sesuai dengan nurani rakyat itulah yang akan berdiskusi, saling mengisi untuk memajukan bangsa menuju kemakmuran. Kira-kira begitulah idealnya. Kita semua, warga negeri ini, begitu tersihir dengan keinginan tersebut.

Akan tetapi, meskipun memiliki pandangan dan harapan lebih baik dengan menggunakan demokrasi tanpa embel-embel itu, para penggagas reformasi tidak menyatakan 100% bahwa sistem politik baru reformasi pasca-orde baru adalah mutlak bisa menyelamatkan negeri ini untuk mencapai kejayaan. Hal itu bisa diperhatikan dari pernyataan Lokomotif Reformasi Amien Rais dan Pemikir Wahid Nurcholis Madjid (Alm.). Keduanya mengatakan kita melaksanakan demokrasi dalam zaman reformasi ini dalam rangka trial and error, ‘coba-coba’, ngajaran, ‘eksperimen’.

Dalam kenyataannya, sampai hari ini sistem politik yang telah dibangun sudah tampak sekali error-nya. Itu sudah menjadi bukti empiris bahwa sistem politik sekarang sudah benar-benar error, salah. Bagi orang-orang yang berpikir, kalau sudah mencoba sesuatu dan salah, akan meninggalkan kesalahannya untuk kemudian melakukan sesuatu yang lain yang lebih baik lagi. Berbeda dengan orang yang pinter keblinger, akan tetap bandel karena ingin menang sendiri, padahal jelas salah.

Sistem politik demokrasi sudah menunjukkan error-nya dari masa ke masa di negeri ini. Kalau sudah jelas error, jangan di-try-try lagi atuh. Sudah sangat jelas bahwa demokrasi itu hanya melak sugan dina lamunan diceboran ku boa-boa nu buahna leubeut ku meureun, ‘menanam benih coba-coba di tanah lamunan disirami siapa tahu yang ranum buah mungkin’.

Hantem we dicobaan! Geus nyaho ruksak, eureun atuh! Naha embung make cara hirup urang sorangan? Kan karuhun urang teh jalma-jalma hade. Make percaya sagala ka karuhun batur. Jadi we sasab! ‘Terus saja dicoba-coba! Sudah tahu rusak, berhenti atuh! Kenapa tidak mau menggunakan cara hidup diri sendiri? Kan leluhur kita itu orang-orang yang baik dan hebat. Pake percaya segala sama leluhur orang lain. Akhirnya, jadi tersesat!’.

Saturday, 18 June 2011

Si Pendekar Dusta dari Gua Hantu Demokrasi

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Amerika hebat, pendekar demokrasi, mbah demokrasi, teladan dunia. Begitu kan? Memang benar 100%. Saya sangat setuju. Saya setuju karena demokrasi itu kejahatan dusta. Jadi, bisa diganti pujiannya seperti ini, Amerika hebat, pendekar kejahatan dusta, mbah kejahatan dusta, teladan dunia kejahatan dusta. Memang AS adalah teladan bagi para pemimpin dunia yang menjadi penjilatnya sekaligus teladan pula bagi orang-orang tersesat.

Di dalam Injil pasal Wahyu (17 : 1-6), New York atau AS itu disebut Pelacur Besar dan raja-raja di dunia telah berbuat cabul bersamanya. Begitu yang dikatakan Pendeta Mark Hitchcok dalam bukunya Bible Prophecy (Wisnu Sasongko, 2003). Kalau AS dijelaskan dalam Injil sebagai ibu dari wanita-wanita pelacur dan kekejian di Bumi, berarti para pemimpin negeri yang telah bermesraan dengan AS adalah pelanggan atau hidung belang yang gemar berzina menjadi pelacur pencinta wanita sundal itu. Siapa saja yang telah menjadi hidung belang itu? Tebak aja sendiri. Bagaimana dengan para pemimpin di Indonesia? Halo para Pelacur, halo para Hidung Belang. Yang bukan pelacur dan bukan hidung belang tidak halo. Para pemuja AS sama saja artinya dengan pemuja Pelacur Besar Dunia.

Kelakuan pelacur memang aneh dan penuh kebohongan, maaf ya kepada seluruh wanita pelacur di Indonesia. Sungguh, saya tidak bermaksud menghina saudara-saudara. Saya tahu benar hati saudara penuh tangisan karena saudara sendiri tidak menginginkan pekerjaan itu. Insyaallah, pada masa depan jika Pemimpin Pilihan Tuhan, bukan pilihan manusia, telah hadir berkuasa di tengah-tengah rakyat Indonesia, semuanya akan berubah. Kemakmuran akan melimpah ruah. Saudara-saudara tidak lagi perlu bekerja menjadi pelacur, sungguh. Dia sendiri sebenarnya menangis melihat kondisi saudara-saudara. Sumpah.

Sedikit saya ingin berdongeng tentang beberapa pelacur di Bandung. Ketika 2001, saat gedung kembar World Trade Centre luluh lantak ditabrak pesawat, AS mempropagandakan kepada dunia bahwa kambing hitam peristiwa itu adalah Osama bin Laden. Propaganda AS itu sampai juga ke telinga para pelacur. Beberapa WTS mendekat mengerumuni saya pada suatu sore di pusat Kota Bandung. Saya duduk di kursi taman yang terbuat dari semen, sedangkan mereka berjongkok membentuk setengah lingkaran di depan saya. Cukup serius mata mereka memandang saya.

Mereka bertanya, “Kang, siapa sih Osama itu?”

Saya jawab sesuai dengan yang saya ketahui saat itu bahwa Osama bin Laden adalah orang kaya raya yang memimpin Al Qaeda, musuh besar Amerika Serikat, dan bla ... bla ... bla ....

Dengan polosnya, salah seorang di antara mereka yang paling cantik, tetapi kelihatan jelas keletihan jiwanya, bertanya lagi, “Ooh, dia orang kaya raya ya? Kang, ... Kang, ... dia bakalan inget nggak ya sama orang miskin kayak kita-kita ini?”

Di matanya terlihat harapan, keinginan yang bercampur kepasrahan menghadapi ketidakmungkinan. Susah melukiskannya dengan kata-kata.

Duh, ... saya tidak bisa menjawabnya. Saya hanya bisa tersenyum kecil menutupi perasaan getir di hati. Mereka orang-orang yang terjebak situasi dan memerlukan kasih sayang. Akan tetapi, mereka akan tetap begitu karena orang-orang kaya di negeri ini banyak yang sombong dan angkuh, bahkan banyak yang mencuri hak-hak mereka. Bukankah mereka juga rakyat Indonesia?

Kita membenci dan mengutuk mereka karena pelacur. Akan tetapi, kita pun tidak memiliki jalan keluar bagi mereka. Mereka mau ke mana lagi?

Ya... sudahlah, itu hanya kisah masa lalu. Yang saya tahu bahwa Allah swt Mahaadil.

Kembali ke soal Pelacur Besar yang tertulis dalam Injil, Amerika Serikat. Pelacur itu memang aneh dan penuh dusta. Dulu sebelum menyerang Libya, mereka mengutuk Khaddafi karena tidak demokratis, memasung hak-hak politik warganya.

Beberapa pengusaha Amerika Serikat ikut bicara bahwa Libya lebih mementingkan stabilitas politik dan ekonomi daripada demokrasi. Menurut saya, pendapat para pengusaha itu cukup bego karena kalau sudah stabil politik dan ekonomi, itu kan artinya bagus. Bukankah demokrasi juga dalam berbagai kajiannya mengarah pada kestabilan politik dan ekonomi? Pusing tuh para pengusaha AS, ngomongnya nggak bener.

Sekarang, berita terbaru, setelah AS dan Nato-nya menggempur Libya yang dibantu penduduk lokal anti-Khaddafi, Khaddafi menyatakan siap untuk berdemokrasi. Anaknya sendiri mengatakan akan melaksanakan demokrasi pada tiga bulan mendatang. Mestinya, pernyataan Khaddafi dan keluarganya itu menghentikan brutalitas AS dan Nato karena dulu kan alasan penyerangannya adalah untuk menciptakan demokrasi. Akan tetapi, apa yang terjadi? Anehnya, Nato dan AS menolak rencana demokrasi yang akan digelar itu. Jadi, apa sebetulnya yang diinginkan orang-orang stress itu?

Para penjahat barat itu tak lain dan tak bukan hanya menggunakan isu demokrasi untuk menggulingkan Khaddafi agar bisa lebih mudah merampok Libya. Mereka itu cuma perampok. Sesungguhnya, nggak ada urusan dengan demokrasi. Demokrasi hanyalah dagangan basi di emperan lokalisasi pelacuran. Mereka tak peduli Libya mau demokratis atau tidak. Mereka hanya ingin merampok.

Penolakan itu mungkin juga berdasarkan perhitungan bahwa demokrasi akan tetap menjadikan Khaddafi penguasa. Khaddafi akan menang dalam pemilihan. Kalau mereka setuju demokrasi, lalu Khaddafi menang, mereka harus pulang gigit jari. Mereka tidak mau itu terjadi. Mereka tetap mau merampok.

Hal tersebut pernah terjadi di Indonesia secara nyata. Dulu pada akhir-akhir kekuasaan Soekarno, Soekarno disebut-sebut sebagai diktator, otoriter, tidak demokratis, dan segerobak fitnah lainnya. Padahal, Soekarno sendiri tidak pernah ingin menjadi diktator dan tidak setuju sistem yang otoriter-totaliter. Salah satu bukti yang menegaskan Soekarno tidak setuju pemerintahan diktator adalah laporan resmi pemerintah berdasarkan dokumen utama Bisap (Biro Informasi Staf Angkatan Perang) sebagaimana di bawah ini.

Kol. Nasution : Kami minta kepada Presiden dapat menerima tentang adanya “keadaan bahaya” di seluruh Indonesia dan supaya Presiden dapat mengambil kekuasaan sebagai Panglima Tertinggi.

Presiden : Apakah Saudara-saudara menghendaki saya sebagai diktator?


Kol. Nasution
: Jika Perlu.


Presiden : Jika saya menjadi diktator, bagaimana saya kalau memecat Saudara-saudara sekalian?


Cukup bukti, bukan?

Meskipun dokumen ini belakangan pada masa Orde Baru dinyatakan palsu, tetapi tak mudah menghilangkan kesan adanya keinginan dari Angkatan Darat untuk menghentikan kerja-kerja DPR yang dianggap telah menggoncangkan keadaan negara saat itu dengan memaksa Soekarno untuk mengambil alih kekuasaan secara mutlak. Buktinya, Dekrit Presiden mendapat dukungan penuh dari KSAD Nasution saat itu.

Ketika Soekarno sudah sangat tersudut dan disebut tidak demokratis, ia pun menantang untuk mengadakan Pemilu. Sebenarnya, Soekarno memang sangat anti terhadap demokrasi, baca saja di dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi, kita akan menemukan kritikan-kritikan kerasnya terhadap demokrasi, di blog ini juga ada kok, beberapa, cari saja. Kalaupun ia melaksanakan Demokrasi Terpimpin, itu hanyalah sebagai bentuk kompromi antara pendukung demokrasi dengan keyakinannya sendiri yang antidemokrasi. Ia hanya ingin bangsa ini tetap berjalan bersama, tidak terpecah belah. Akan tetapi, meskipun tidak setuju dengan demokrasi, dalam keadaan terpaksa, ia mengamini demokrasi. Ia pun menantang Soeharto dan Angkatan Darat untuk bertarung di kancah pemilihan. Meskipun harus berdemokrasi, Soekarno sangat yakin menang karena sebagian terbesar rakyat masih berada di belakangnya.

Dalam pidato 17 Agustus 1966 yang berjudul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Soekarno berkata lantang menantang:

“Berkali-kali sudah aku katakan bahwa kita harus menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin karena pemilihan umum adalah satu-satunya cara mengetahui kehendak rakyat, mengetahui keinginan rakyat yang sebenarnya, mencari penjelasan tentang tuntutan-tuntutan yang dikemukakan atas nama rakyat dan untuk memperbaiki anggota-anggota lembaga-lembaga negara ....”

Apa yang terjadi setelah tantangan itu?

Soeharto dan Angkatan Darat mulai ketar-ketir. Mereka tahu benar popularitas Soekarno bisa menggulung Orde Baru melalui proses demokrasi. Oleh sebab itu, Soeharto menolaknya. Yang paling nyata adalah pernyataan Konferensi Kerja Kasi Djaja dan Delegasi Kami Konsulat Bandung, yaitu menolak Pemilu dengan alasan tidak sesuai dengan aspirasi Tritura dan Orde Baru. Suatu alasan yang aneh dan lucu. Dulu mereka menyudutkan Soekarno karena tidak demokratis dan otoriter. Akan tetapi, ketika ditantang dalam Pemilu, malah tidak mau karena takut kalah. Hal itu menjelaskan dugaan bahwa demokrasi itu tidak penting karena yang penting adalah mendapatkan kekuasaan, Soekarno jatuh, dan kapitalis yang dipimpin AS bisa senang. Itu saja.

Pemilu memang digelar, tetapi setelah Soekarno wafat. Bisa diduga bahwa Orde baru menggelar Pemilu setelah Soekarno wafat adalah supaya lebih nyaman. Meskipun demikian, ternyata tidak senyaman yang diharapkan karena para pendukung Soekarno sampai hari ini tetap ada dan masih kuat.

Kejadian itu mirip sekali dengan yang terjadi di Libya sekarang, bukan? Menggembar-gemborkan demokrasi, menyudutkan Khaddafi, tetapi ketika ditantang Pemilu, mereka takut, malah ngajak terus perang. Alasan AS tidak mau demokrasi adalah sudah terlambat. Sudah terlambat? Alasan apa itu? Kalau di Indonesia kata-kata itu hanya keluar dari seorang preman egois di pasar-pasar atau terminal. Alasan pemimpin oposisi Libya malahan menunjukkan kebodohan dirinya, yaitu tidak mau Pemilu karena Khaddafi sudah kehilangan legalitas. Kehilangan legalitas? Memang apanya yang hilang dari Khaddafi? Ia masih punya wilayah, masih punya rakyat, berperan sebagai pemimpin, negara-negara di dunia masih mengakui bahwa dia adalah pemimpin Libya. Bukankah itu yang dinamakan legalitas sebuah negara: ada wilayah, ada rakyat, ada pemimpin, dan ada pengakuan dari dunia internasional? Jadi, kekacauan yang ditimbulkan AS dan Nato itu apa artinya?

Artinya, demokrasi itu adalah alat bagi diktator kapitalistis untuk mengumpulkan modal dan kekayaan, baik halal maupun haram di mana saja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan itu cocok sekali dengan kultur AS dan barat yang dalam sejarah hidupnya dipenuhi kekerasan dan pelarian karena tekanan gereja. Kita bukanlah mereka. Jadi, tidak perlu itu yang namanya demokrasi titik.

Takdir Kehancuran Indonesia

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Dalam tulisan beberapa waktu lalu saya mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara super power baru yang mengimbangi Amerika Serikat. Hal itu didasarkan pada beragam prediksi, baik luar negeri maupun dalam negeri. Saat ini apalagi kaum muda semakin memiliki semangat untuk maju dalam berbagai bidang. Presiden SBY sendiri mengatakan dalam pidatonya kemarin-kemarin saat pertemuan ekonomi dengan para pengusaha muda bahwa Indonesia sedang berada dalam keadaan “percaya diri”. Itu tidaklah salah. Buktinya, coba saja sekarang pembaca ukur kedalaman hati diri sendiri, pasti sedang dalam keadaan bersemangat cinta tanah air dan gemas tidak sabar ingin segera berjaya di muka Bumi. Iya kan? Jangan tahan keinginan itu, biarkan meledak sejadi-jadinya.

Akan tetapi, sebelum masa kejayaan itu benar-benar terjadi secara nyata, Indonesia akan mengalami dahulu kehancuran dan kegagalan luar biasa dalam proses berbangsa dan bernegara. Hal itu disebabkan masa ini adalah masanya kegelapan, kejahatan, fitnah, dusta, dan kerusakan berkuasa di muka Bumi. Indonesia kini berada di dalam ujung kekusutan tersebut. Dalam istilah Jawa disebut kalabendu, ‘waktunya kemarahan’. Waktunya bagi alam untuk memuntahkan kemarahannya akibat dari ketimpangan yang dilakukan manusia sekaligus waktunya bagi orang-orang terpinggirkan untuk mendesakkan keinginannya sekuat-kuatnya menjatuhkan orang-orang licik, jahat, angkuh, sombong, pongah, dan brutal.

Hal tersebut senada dengan yang sering diucapkan oleh mantan Menpora Adhiyaksa Dault yang mengutip pendapat seorang profesor asing bahwa Indonesia adalah negara berkembang yang sedang mengalami penurunan untuk kemudian berubah menjadi negara yang gagal. Demikian pula Amien Rais mengatakan bahwa Indonesia sudah bisa dibilang sebagai negara yang gagal (2008).

Kegagalan dan kehancuran Indonesia tak bisa dihalang-halangi karena sudah seharusnya terjadi. Sebagaimana saya katakan tadi, sekarang ini adalah hampir puncaknya kejahatan kehidupan. Kalau sudah puncak, berarti tak ada jalan lain, kecuali jalan menurun. Jika kita mendaki puncak gunung, setelah puncak, pasti akan menemui jalan turun.

Umar bin Khattab mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah sempurna, pasti mengalami kekurangan dan kebusukan. Untuk lebih mudah memahaminya begini Saudara, kita lihat buah di pohon, buah apa saja. Buah itu berawal dari bunga yang kemudian menguncup, lalu menjadi buah yang teramat kecil, dalam bahasa Sunda disebut pentil. Warnanya hijau sangat muda. Buah pentil tersebut membesar, lama-lama warnanya pun berubah hijau rada-rada merah. Semakin tumbuh, semakin matang. Sampailah pada suatu titik puncak kematangan. Warnanya merah matang, menggiurkan, manis rasanya. Akan tetapi, tak ada jalan lain setelah puncak kematangan adalah kebusukan. Lambat laun, buah matang yang merah menggairahkan itu berkurang indahnya, berkurang rasa nikmatnya, mengeriput, busuk dan busuk, lalu jatuh. Setelah kesempurnaan adalah kebusukan.

Hal itu terjadi terhadap hal apa saja dan di mana saja, kecuali terhadap Allah swt. Wanita cantik yang telah mencapai kesempurnaan, pasti akan mengalami pengurangan kecantikannya, akhirnya mati. Begitu kan? Setiap manusia jika sudah sampai titik puncak hidupnya, akan mengalami penurunan, kelemahan, sakit, belum mati, tetapi pasti bakal mati, nggak mati juga, pengen mati, akhirnya tetap mati.

Demikian pula Indonesia tercinta, kita ini berada di ujung kejahatan, hampir berada di puncak kehancuran, tetapi belum hancur, nanti juga bakal hancur. Setelah berada di titik puncak kehancuran, kekacauan, dan kesemrawutan, negeri ini akan gagal total. Akan tetapi, kegagalan itu sekaligus membuka era baru, yaitu era kalasuba, ‘zaman kemuliaan’. Situasi dan kondisinya jauh sekali berbeda daripada sekarang. Setelah kejahatan mencapai puncaknya, kejahatan pun akan berkurang energinya, artinya jalan kebaikanlah yang mulai bersinar.

Tenang, Indonesia memang akan hancur karena masih diselimuti kejahatan. Kejahatan itulah yang akan hancur. Negaralah yang akan hancur, bukan bangsa. Negara Indonesia memang akan hancur, tetapi bangsa Indonesia tetap tegak berdiri. Bagi orang-orang yang memiliki senjata kehidupan berupa tritunggal nan suci, yaitu: sikap benar, lurus, dan jujur, tak perlu risau, tak perlu sedih. Saudara-saudara pasti selamat, pasti bahagia. Saudara-saudaralah yang akan terlebih dahulu menikmati masa kejayaan Indonesia. Allah swt tak pernah menyia-nyiakan orang baik-baik. Allah swt hanya mencoba kita dengan berbagai kegetiran. Orang-orang yang hatinya jahil dan berlindung di balik sistem politik jahatlah yang akan menuai kehancuran. Itu pasti. Lihat saja sudah tahu jahat masih berbohong juga. Sudah tahu punya teman ngaco, masih dibela juga. Itu artinya mereka memiliki hati yang jahil. Mereka kira akan selamat, padahal tidak sama sekali tidak. Mereka pikir kekuasaan dan kekayaannya akan menjamin kejahatan mereka, padahal tidak sama sekali tidak.

Tidak mungkin Indonesia mengalami masa kejayaan dan kemakmuran jika kejahatan masih belum hancur. Sama tidak mungkinnya buah menjadi busuk tanpa melewati masa matang. Kejahatan harus matang dulu, harus berkibar dulu sampai puncaknya merusakkan rakyat, barulah terjadi panen besar-besaran. Sabit-sabit dan golok-golok kebaikan akan menebas buah kejahatan yang sudah sangat matang. Saat selesai sabit-sabit dan golok-golok itu penuh darah karena memenggal kepala-kepala kejahatan, kezaliman pun mati berlumuran dosa. Mulailah era kejayaan, kemakmuran, kemuliaan, dan kebahagiaan. Hanya orang-orang benar, lurus, dan jujur sajalah yang akan berdiri tegak dan kokoh pada masa keagungan. Oleh sebab itu, milikilah senjata kehidupan berupa tritunggal nan suci, yaitu sikap benar, lurus, dan jujur.

Senjata itu ada yang dimiliki langsung sebagai pemberian atau hadiah dari Allah swt. Adapula yang dimiliki setelah proses upaya penempaan diri, riyadhah. Orang yang diberi langsung sikap mulia tersebut adalah orang yang “didekatkan” kepada Allah swt. Adapun orang yang memilikinya melalui proses upaya adalah orang yang “mendekat” kepada Allah swt.

Indonesia hancur karena di samping memang sudah terlalu banyak kejahatan, juga berlaku jahat kepada orang-orang baik yang memberikan peringatan. Orang-orang baik yang memperingatkan bahaya kejahatan itu tidak didengar, malahan sebagian ada yang dimasukkan penjara. Keterlaluan memang. Perilaku menganiayai orang-orang baik itulah juga yang memicu hukuman dari Allah swt kepada bangsa dan negara ini.

Sudah menjadi kebiasaan Allah swt jika ingin menghancurkan negeri-negeri, jika hendak menurunkan azab, jika berketetapan menjatuhkan bencana, terlebih dahulu memberikan peringatan agar kaum dimaksud kembali ke jalan yang benar. Jika kaum itu mematuhi seruan Allah swt, selamatlah. Jika tidak, Allah swt akan menghancurkannya.

“Kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberikan peringatan.” ( QS Asy Syu’araa : 208)

“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al Israa : 16)

“Tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS Al Qashash : 59)

Bencana alam sudah lebih dahulu nyata dan akan terus berlanjut sampai puncaknya, kemudian berhenti bebarengan dengan hancurnya kejahatan manusia. Sudahlah kita pasrah saja, tak ada gunanya menolak bencana.

Kata Syekh Abdul Qadir Jaelani, “Kalaulah bencana itu datang, terimalah dengan pasrah, jangan ditolak. Jangan dilawan sekalipun dengan doa. Sebaiknya, mintalah kepada Allah swt kekuatan untuk tetap tegar dan kuat menghadapi bencana. Berperilakulah untuk tetap baik.”

Jangan ditolak karena memang sudah waktunya datang. Itu sudah menjadi ketetapan Illahi. Bencana tak bisa dihalangi, sebagaimana kita tidak bisa menghalangi datangnya malam untuk menggantikan siang.

Ada gambaran kekisruhan yang bakal bahkan mungkin sedang terjadi di Indonesia dalam puncak kejahatan menurut Prabu Siliwangi.

Mulai saat itu akan terjadi keributan, huru-hara, dari rumah menjadi sekampung, dari sekampung menjadi senegara! Orang-orang bodoh pada jadi gila ikut-ikutan membantu mereka yang sedang berkelahi yang dipimpin oleh Pemuda Buncit! Penyebabnya berkelahi? Memperebutkan warisan, tanah. Mereka yang serakah ingin mendapatkan lebih banyak lagi. Mereka yang memiliki hak meminta haknya diberikan. Mereka yang sadar berdiam diri. Mereka hanya menonton, tetapi tetap terimbas juga.

Mereka yang berkelahi akhirnya kelelahan. Mereka baru tersadar. Ternyata, semuanya tidak ada yang mendapatkan bagian. Hal itu disebabkan tanah dan kekayaan alam seluruhnya habis, habis oleh mereka yang memegang banyak uang. Para raksasa lalu menyusup curang ke berbagai kelompok. Mereka yang berkelahi jadi ketakutan sendiri, takut dipersalahkan atas kerusakan dan kehilangan tanah serta kekayaan negara.

Dalam darmagandhul:

Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit, sorenya telah meninggal dunia.

Bahaya penyakit luar biasa. Di sana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat, persis lautan pasang.

Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besar pun terhanyut dengan gemuruh suaranya.

Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal, sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikit pun.

Menurut R. Ng. Ronggowarsito:

Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati. Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya. Para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu. Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita, dan banyak orang miskin beraneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.

Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Kejahatan, perampokan, dan pemerkosaan makin menjadi-jadi serta banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.

Alam pun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana Matahari dan Bulan, hujan abu dan gempa Bumi. Angin ribut dan salah musim. Banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.

Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tatatertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan. Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah dan kesulitan bagi banyak orang.

Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik, padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.

Menurut Jayabaya:

Raja tidak menepati janji. Kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya. Banyak rumah di atas kuda. Orang makan sesamanya. Kayu gelondongan dan besi juga dimakan, katanya enak serasa kue bolu. Malam hari semua tak bisa tidur.

Yang gila dapat berdandan. Yang membangkang semua dapat membangun rumah, gedung-gedung megah.

Orang berdagang barang makin laris, tetapi hartanya makin habis. Banyak orang mati kelaparan di samping makanan. Banyak orang berharta, namun hidupnya sengsara.

Orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil. Yang tidak dapat mencuri dibenci. Yang pintar curang jadi teman. Orang jujur semakin tak berkutik. Orang salah makin pongah. Banyak harta musnah tak jelas larinya. Banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab.

Begitulah sedikit gambaran yang terjadi pada masa-masa kekalutan Indonesia. Sesungguhnya, masih banyak yang bisa ditulis, tetapi akan terlalu panjang. Lain kali mungkin bisa ditulis dalam bahasan yang lain.

Meskipun demikian, kita tidak perlu berkecil hati karena zaman kekalutan dan kejahatan akan segera sirna jika sudah mencapai puncaknya. Indonesia tidak akan pecah seperti Unisoviet atau negeri-negeri Balkan. Indonesia tetap bersatu dan kuat, bahkan lebih tegak dengan catatan kejahatan dan para penjahat harus hancur dulu. Setelah kesulitan, akan tiba kemudahan. Itu pasti, sebagaimana janji Allah swt.

“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh, setelah kesulitan ada kemudahan.” (QS : Alam Nasyrah 5-6)

Dua kali Allah swt mengatakan hal tersebut dalam satu surat pendek. Itu artinya, pasti pasti pasti pisan sekali. Setelah kesulitan ada kemudahan. Setelah jalan terjal mendaki ada jalan turun menyenangkan. Setelah kejahatan, ada keadilan dan kemakmuran. Demi Allah swt.

Ingatlah untuk memiliki senjata tritunggal nan suci: benar, lurus, dan jujur. Mari kita songsong zaman kemuliaan bersama-sama.