oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sering sekali tindak-tanduk
para politisi tanggung yang sangat kebelet ingin menjadi penguasa memunculkan
perilaku-perilaku aneh dan lucu. Bahkan, bukan hanya mereka yang bersikap lucu,
para pendukungnya pun ikut-ikutan bersikap tidak tahu malu seperti pelawak.
Adalah sebuah kisah di suatu desa yang sedang berada
dalam situasi dan kondisi pemilihan kepala desa. Desa itu cukup makmur dan
memiliki potensi yang bagus sehingga banyak orang yang sangat ingin menjadi
kepala desa.
Ada dua calon kepala desa yang sangat kuat di desa itu.
Calon No. 1 namanya Udin Sapdi. Calon
No. 2 namanya Jaya Hari. Mereka orang
terkenal di desa itu dan memiliki pendukung yang sangat militan dan fanatik.
Mereka selalu bersaing dalam segala hal. Jaya Hari
memiliki kecerdasan luar biasa dan memiliki daya inisiatif tinggi. Adapun Udin
Sapdi memiliki uang yang sangat banyak dan relasi yang sangat kuat. Oleh sebab
itu, dalam hal mendekati rakyat dan kampanye, Jaya Hari selalu berada di depan.
Ia selalu memiliki langkah-langkah cerdas dan jitu dalam kampanye. Ide-idenya
selalu mendahului ide Udin Sapdi. Oleh karena itu, Udin Sapdi selalu meniru
kegiatan Jaya Hari, tetapi dilakukan dengan lebih hebat, lebih gebyar, dan
lebih spektakuler. Misalnya, apabila Jaya Hari mengadakan panggung musik dengan
organ tunggal dan artis lokal, Udin Sapdi pun segera menyelenggarakan acara
yang sama dengan panggung yang lebih besar, grup musik yang lebih hebat, serta
artis yang lebih terkenal dan lebih cantik. Jika Jaya Hari mengundang ustadz
tingkat kecamatan untuk mengadakan pengajian, Udin Sapdi pun mengadakan
pengajian di rumahnya, tetapi dengan ustadz tingkat kabupaten atau tingkat
kota. Jika Jaya Hari mengadakan konvoi motor, Udin Sapdi tak mau kalah, segera
mengadakan konvoi mobil. Jika Jaya Hari mentraktir pendukungnya beli mie rebus,
Udin Sapdi mentraktir pengikutnya di rumah makan. Kalau Jaya Hari datang ke
rumah orangtuanya, sungkem, Udin Sapdi lebih heboh lagi dengan cara mengundang grup
sisingaan, lalu menyuruh kedua orangtuanya naik sisingaan yang dipanggul oleh
empat orang.
Begitulah mereka selalu bersaing dan Udin Sapdi selalu
tidak mau kalah. Lucu memang.
Ketika hari-hari menjelang H pemilihan kepala desa segera
dilangsungkan, Jaya Hari membuat kaos untuk para pendukung setianya agar
dipakai di mana saja. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat di desa itu selalu
mengingat nama Jaya Hari. Pada bagian
belakang kaos itu disablon dengan tulisan JAYA DESAKU, HARI-HARI KITA AKAN
LEBIH BAIK.
Ketika hampir di seluruh pelosok desa bertebaran
orang-orang yang menggunakan kaos Jaya Hari, Udin Sapdi benar-benar marah dan
kesal. Dia merasa harus membuat kaos yang lebih baik, lebih kreatif, lebih
banyak, lebih spektakuler, dan lebih mahal. Ia pun segera memesan kaos, lalu
menyablonnya dengan teknik embos sehingga tulisannya yang berwarna kuning emas
itu menonjol, timbul dengan indah.
Beberapa hari kemudian, setelah kaos itu jadi dan
terkumpul, Udin Sapdi segera mengumpulkan para pengikutnya.
Ia pun berpidato, “Saudara-saudara, ingat hari pemilihan
tinggal satu minggu lagi. Kita harus memenangkan pertempuran. Rakyat harus
memilih kita. Si Jaya Hari terus-terusan memprovokasi kita. Apalagi dia akan
melaporkanku pada polisi tentang sengketa tanah di pinggir selokan itu. Itu
adalah provokasi! Curang!
Kita tidak boleh kalah! Seperti biasa, kita harus selalu
lebih hebat dibandingkan mereka.
Kalian sudah lihat bukan itu banyak kaos yang bertuliskan
JAYA DESAKU, HARI-HARI KITA AKAN LEBIH BAIK?”
“Sudaaah Juragaaan …!” sahut para pendukungnya.
“Itu kaos musuh kita! Saya sudah bikin kaos yang lebih
bagus untuk dipakai kalian. Besok adalah hari Jumat, besok kalian harus
memakainya untuk shalat Jumat. Kita datang bersama-sama ke masjid dengan start
dari rumah saya. Setuju?”
“Setujuuu …!”
Seorang pengikutnya berkata, “Saya sangat setuju. Saya
usul gerakan kita besok kita namakan ‘Aksi Bela Udin’.”
“Ya, itu ide yang sangat bagus. Kita laksanakan,” sahut
Udin Sapdi.
Benar saja besoknya sejak pagi para pengikut Udin Sapdi
sudah bergerombol dengan memakai kaos yang sama, seragam. Sementara itu, istri
Udin Sapdi membagi-bagikan makanan kepada para penggemar suaminya itu.
Menjelang pukul 11.00, mereka mulai bergerak dengan
langkah perlahan menuju masjid. Di antara mereka ada yang membuat poster dengan
tulisan macam-macam, seperti, Mulialah
Udin Sapdi, Hormati Udin, Sehelai Rambut Udin Adalah Nyawaku, Jangan
Kriminalisasi Udin, Udin Tidak Pernah Berdosa, dan rupa-rupa tulisan
lainnya.
Ketika mendekati masjid, poster-poster itu diturunkan.
Mereka pun masuk masjid untuk shalat Jumat dengan bangga karena menggunakan
kaos kebanggaan sebagai pertanda perlawanan kepada kaos milik Jaya Hari dan
para pendukungnya. Udin Sapdi mencari-cari musuhnya, Jaya Hari. Ia ingin tahu
di mana Jaya Hari duduk bersila. Ternyata, Jaya Hari duduk pada barisan kedua
di depan mimbar. Kebetulan sekali pada barisan depan tepat depan Jaya Hari
masih kosong, belum ada yang duduk bersila. Udin Sapdi menemukan kesempatan
emas.
Segera ia duduk pada barisan depan itu pas membelakangi
Jaya Hari dengan maksud agar Jaya Hari membaca tulisan pada bagian belakang
kaosnya. Dengan berwibawa, Udin Sapdi duduk bersila membelakangi Jaya Hari.
Sementara itu, Jaya Hari dengan sangat jelas membaca tulisan di bagian belakang
kaos Udin Sapdi. Pada kaos itu tertulis UDIN DESAKU, SAPDI-SAPDI KITA AKAN LEBIH
BAIK.
No comments:
Post a Comment