Thursday, 26 January 2017

Aksi Bela Udin

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Sering sekali tindak-tanduk para politisi tanggung yang sangat kebelet ingin menjadi penguasa memunculkan perilaku-perilaku aneh dan lucu. Bahkan, bukan hanya mereka yang bersikap lucu, para pendukungnya pun ikut-ikutan bersikap tidak tahu malu seperti pelawak.

            Adalah sebuah kisah di suatu desa yang sedang berada dalam situasi dan kondisi pemilihan kepala desa. Desa itu cukup makmur dan memiliki potensi yang bagus sehingga banyak orang yang sangat ingin menjadi kepala desa.

            Ada dua calon kepala desa yang sangat kuat di desa itu. Calon No. 1 namanya Udin Sapdi. Calon No. 2 namanya Jaya Hari. Mereka orang terkenal di desa itu dan memiliki pendukung yang sangat militan dan fanatik.

            Mereka selalu bersaing dalam segala hal. Jaya Hari memiliki kecerdasan luar biasa dan memiliki daya inisiatif tinggi. Adapun Udin Sapdi memiliki uang yang sangat banyak dan relasi yang sangat kuat. Oleh sebab itu, dalam hal mendekati rakyat dan kampanye, Jaya Hari selalu berada di depan. Ia selalu memiliki langkah-langkah cerdas dan jitu dalam kampanye. Ide-idenya selalu mendahului ide Udin Sapdi. Oleh karena itu, Udin Sapdi selalu meniru kegiatan Jaya Hari, tetapi dilakukan dengan lebih hebat, lebih gebyar, dan lebih spektakuler. Misalnya, apabila Jaya Hari mengadakan panggung musik dengan organ tunggal dan artis lokal, Udin Sapdi pun segera menyelenggarakan acara yang sama dengan panggung yang lebih besar, grup musik yang lebih hebat, serta artis yang lebih terkenal dan lebih cantik. Jika Jaya Hari mengundang ustadz tingkat kecamatan untuk mengadakan pengajian, Udin Sapdi pun mengadakan pengajian di rumahnya, tetapi dengan ustadz tingkat kabupaten atau tingkat kota. Jika Jaya Hari mengadakan konvoi motor, Udin Sapdi tak mau kalah, segera mengadakan konvoi mobil. Jika Jaya Hari mentraktir pendukungnya beli mie rebus, Udin Sapdi mentraktir pengikutnya di rumah makan. Kalau Jaya Hari datang ke rumah orangtuanya, sungkem, Udin Sapdi lebih heboh lagi dengan cara mengundang grup sisingaan, lalu menyuruh kedua orangtuanya naik sisingaan yang dipanggul oleh empat orang.

            Begitulah mereka selalu bersaing dan Udin Sapdi selalu tidak mau kalah. Lucu memang.

            Ketika hari-hari menjelang H pemilihan kepala desa segera dilangsungkan, Jaya Hari membuat kaos untuk para pendukung setianya agar dipakai di mana saja. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat di desa itu selalu mengingat nama Jaya Hari. Pada bagian belakang kaos itu disablon dengan tulisan JAYA DESAKU, HARI-HARI KITA AKAN LEBIH BAIK.

            Ketika hampir di seluruh pelosok desa bertebaran orang-orang yang menggunakan kaos Jaya Hari, Udin Sapdi benar-benar marah dan kesal. Dia merasa harus membuat kaos yang lebih baik, lebih kreatif, lebih banyak, lebih spektakuler, dan lebih mahal. Ia pun segera memesan kaos, lalu menyablonnya dengan teknik embos sehingga tulisannya yang berwarna kuning emas itu menonjol, timbul dengan indah.

            Beberapa hari kemudian, setelah kaos itu jadi dan terkumpul, Udin Sapdi segera mengumpulkan para pengikutnya.

            Ia pun berpidato, “Saudara-saudara, ingat hari pemilihan tinggal satu minggu lagi. Kita harus memenangkan pertempuran. Rakyat harus memilih kita. Si Jaya Hari terus-terusan memprovokasi kita. Apalagi dia akan melaporkanku pada polisi tentang sengketa tanah di pinggir selokan itu. Itu adalah provokasi! Curang!

            Kita tidak boleh kalah! Seperti biasa, kita harus selalu lebih hebat dibandingkan mereka.

            Kalian sudah lihat bukan itu banyak kaos yang bertuliskan JAYA DESAKU, HARI-HARI KITA AKAN LEBIH BAIK?”

            “Sudaaah Juragaaan …!” sahut para pendukungnya.

            “Itu kaos musuh kita! Saya sudah bikin kaos yang lebih bagus untuk dipakai kalian. Besok adalah hari Jumat, besok kalian harus memakainya untuk shalat Jumat. Kita datang bersama-sama ke masjid dengan start dari rumah saya. Setuju?”

            “Setujuuu …!”

            Seorang pengikutnya berkata, “Saya sangat setuju. Saya usul gerakan kita besok kita namakan ‘Aksi Bela Udin’.”

            “Ya, itu ide yang sangat bagus. Kita laksanakan,” sahut Udin Sapdi.

            Benar saja besoknya sejak pagi para pengikut Udin Sapdi sudah bergerombol dengan memakai kaos yang sama, seragam. Sementara itu, istri Udin Sapdi membagi-bagikan makanan kepada para penggemar suaminya itu.

            Menjelang pukul 11.00, mereka mulai bergerak dengan langkah perlahan menuju masjid. Di antara mereka ada yang membuat poster dengan tulisan macam-macam, seperti, Mulialah Udin Sapdi, Hormati Udin, Sehelai Rambut Udin Adalah Nyawaku, Jangan Kriminalisasi Udin, Udin Tidak Pernah Berdosa, dan rupa-rupa tulisan lainnya.

            Ketika mendekati masjid, poster-poster itu diturunkan. Mereka pun masuk masjid untuk shalat Jumat dengan bangga karena menggunakan kaos kebanggaan sebagai pertanda perlawanan kepada kaos milik Jaya Hari dan para pendukungnya. Udin Sapdi mencari-cari musuhnya, Jaya Hari. Ia ingin tahu di mana Jaya Hari duduk bersila. Ternyata, Jaya Hari duduk pada barisan kedua di depan mimbar. Kebetulan sekali pada barisan depan tepat depan Jaya Hari masih kosong, belum ada yang duduk bersila. Udin Sapdi menemukan kesempatan emas.


            Segera ia duduk pada barisan depan itu pas membelakangi Jaya Hari dengan maksud agar Jaya Hari membaca tulisan pada bagian belakang kaosnya. Dengan berwibawa, Udin Sapdi duduk bersila membelakangi Jaya Hari. Sementara itu, Jaya Hari dengan sangat jelas membaca tulisan di bagian belakang kaos Udin Sapdi. Pada kaos itu tertulis UDIN DESAKU, SAPDI-SAPDI KITA AKAN LEBIH BAIK.

No comments:

Post a Comment