Thursday 26 January 2017

Soal Penghinaan Bendera, Tidak Perlu Sewot

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Bendera Merah Putih adalah simbol Negara Indonesia yang digunakan oleh banyak pejuang Indonesia ketika berusaha mengusir penjajahan. Orangtua kita dulu sangat susah untuk mengibarkan bendera kebanggaan Indonesia itu. Mereka kerap mencari cara untuk dapat mengibarkan bendera merah putih. Ada yang mengaitkannya dengan mitos, seperti melilitkan bendera merah putih pada bagian atap rumah yang sedang dibangun dengan alasan supaya bangunannya kuat. Padahal, hal itu dilakukan untuk mengelabui pihak penjajah agar tidak menangkap orang-orang Indonesia yang mengibarkan bendera merah putih. Sering juga membuat bubur merah dan bubur putih dengan alasan ritual dalam memberi nama bayi. Padahal, bubur merah dan bubur putih itu adalah  bendera merah putih. Kalau sampai ketahuan oleh penjajah kita mengibarkan atau menempelkan atau membuat simbol merah putih, kecelakaan besar akan terjadi dengan sangat mengerikan. Ayah saya pernah berceritera bahwa ketika dia masih kecil, pernah ada kejadian seorang pemuda menempelkan pin atau emblem logam persegi dengan warna merah putih pada kemejanya. Naas sekali pemuda itu berpapasan dengan prajurit Belanda yang bersenjata. Pemuda yang menggunakan pin logam merah putih itu pun ditangkap dan diinterogasi di pinggir jalan. Sebagai hukuman menggunakan pin merah putih itu, prajurit Belanda memaksa Si Pemuda menelan pin persegi logam yang ujungnya tajam itu. Sungguh, saya tidak ingin meneruskan ceritera itu di sini. Bayangkan saja kesakitan yang harus diderita pemuda itu dan darah yang pasti harus mengucur dari mulutnya ditambah air mata kesakitan dan kepedihan karena terhina.

            Bendera merah putih bukanlah sekedar benda mati biasa. Ia punya sejarah panjang di negeri ini dengan melibatkan darah, air mata, dan keringat para pejuang. Ia kini menjadi simbol Indonesia. Tanpa itu, kita bukanlah Indonesia, melainkan generasi pengkhianat Indonesia.

            Benar sekali bendera merah putih harus dihormati dan dihargai, bahkan dibela sebagai jati diri bangsa sekaligus penghormatan kepada para pendahulu kita yang telah mewujudkan suasana kemerdekaan yang kita nikmati. Akan tetapi, sayangnya, rasa hormat dan peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk memperlakukan bendera merah putih sebagaimana mestinya belum tersosialisasikan dengan baik. Tak heran masih sangat banyak mereka yang memperlakukan merah putih tidak sebagaimana mestinya.

            Aparat penegak hukum, baik itu polisi, jaksa, maupun hakim harus adil dan bijaksana jika ada orang yang memperlakukan bendera merah putih secara tidak layak. Beberapa di antara masyarakat kita ada yang terlalu bangga dengan bendera merah putih sehingga memperlakukannya dengan kurang baik, misalnya menuliskan nama diri, kelompok, atau grup pada bendera setelah berhasil menaklukan puncak gunung. Ada yang membuat tanda tangan pada bendera sebagai rasa senang karena berhasil lulus SMA. Ada yang menuliskan sesuatu yang menggembirakan pada bendera karena telah berhasil dalam penyelaman dan memfoto bendera itu di dasar laut. Ada yang membuat tulisan dengan nama grup band asing pada bendera sebagai lambang bahwa grup band itu pun bangga dan menyukai Indonesia serta para penggemarnya pun menyukai grup band itu sebagai komunitas yang berhubungan erat dengan warga Indonesia. Kepada mereka yang terlalu bangga dan senang terhadap bendera merah putih sehingga memperlakukannya secara tidak layak, harus diberi pengertian, pembinaan, pendidikan, atau sosialisasi tentang perlakuan yang layak kepada bendera nasional Indonesia. Akan tetapi, kepada mereka yang memperlakukan bendera merah putih, baik itu dengan cara menulis apa pun di atasnya atau membuat gambar-gambar tertentu dengan maksud tidak baik, seperti, menginginkan bentuk Negara Indonesia di luar yang telah disepakati, menghina, dan merendahkan, perlu dilakukan penegakkan hukum secara tepat agar kehormatan bangsa Indonesia tetap terjaga dan semakin mulia.

            Baik yang terlalu bangga dan senang terhadap benderanya maupun yang berniat tidak baik terhadap Negara Indonesia, sama-sama telah melakukan kesalahan yang sama. Akan tetapi, berbeda dalam niat dan keinginannya. Kedua-duanya harus mendapatkan pembinaan, tetapi kepada mereka yang hanya sekedar terlalu gembira, harus dibina dengan cara yang soft, sedangkan kepada mereka yang berniat atau memiliki pemikiran untuk mengubah bentuk negara atau bahkan makar, harus dengan cara yang lebih tegas.

            Tidak perlu sewot dan berang soal bendera ini, semua masalah bisa diselesaikan dengan baik asal dengan pikiran dan hati yang jernih dan bersih.


            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment