Tuesday 24 January 2017

Politisi Harus Belajar Dangdut

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Karena kita, Indonesia, masih suka dengan sistem politik demokrasi dan “takut” untuk meninggalkan demokrasi, risiko huru hara, hoax, serta kemunafikan adalah kenyataan yang harus diterima dan dihadapi. Kita tidak bisa menghindar dari itu semua karena merupakan suatu keniscayaan dari sistem politik demokrasi yang memiliki tabiat buruk. Saya sudah lama menuliskan hal ini dengan judul Demokrasi Membludakkan Orang Munafik. Orang-orang munafik jumlahnya meningkat sangat cepat dalam sistem politik demokrasi. Menjamurnya hoax merupakan bukti orang-orang munafik merajalela di Indonesia yang mayoritas muslim ini, aneh.

            Karena masih enggan meninggalkan sistem politik demokrasi, kita harus menyaksikan banyak persaingan dan kompetisi yang sangat tidak sehat. Saya tidak pernah percaya bahwa “bersaing sehat” itu ada. Persaingan itu selalu tidak pernah sehat. Persaingan apa pun. Satu-satunya bersaing sehat yang nyata terjadi adalah fastabiqul khoirot, ‘bersaing dalam kebaikan’. Persaingan ini pasti sehat karena jika tidak sehat, bukanlah “bersaing dalam kebaikan”.

            Meskipun persaingan itu tidak pernah sehat, paling tidak ada “persaingan yang baik dan beradab”. Persaingan yang baik dan beradab itu ada di Dangdut Academy. Para peserta dangdut itu bersaing mulai di setiap kota, provinsi, lalu bersaing di tingkat nasional. Bahkan, bersaing di tingkat Asia yang dikenal dengan Dangdut Academy Asia. Mereka memang bersaing, tetapi tidak saling menjatuhkan. Mereka saling menghormati dan saling menyayangi. Jika di antara mereka ada yang tersenggol sehingga kalah dan harus meninggalkan panggung, saingannya pun ikut sedih, menangis karena kehilangan teman. Para peserta itu tidak pernah pelit berbagi ilmu terhadap saingannya. Mereka saling berbagi dan saling belajar. Dalam panggung mereka memang bersaing, tetapi performa mereka merupakan hasil saling belajar dengan saingannya. Tak pernah mereka melakukan black campaign dan menjatuhkan nama baik lawannya, padahal setiap dari mereka sedang berkompetisi. Mereka tidak mengenal perbedaan Sara. Mereka saling terancam jatuh, tetapi tidak saling menjatuhkan. Mereka bersaing dengan cara mempersembahkan kemampuan mereka yang terbaik hingga ke tingkat paling maksimal tanpa menghancurkan nama baik musuhnya.

            Setelah mereka menjadi artis pun tidak ada keinginan untuk melakukan kudeta makar kepada Raja Dangdut Bang Haji Rhoma Irama. Kalaupun ada yang berkeinginan untuk menjadi Raja Dangdut, satu-satunya cara yang ditempuh adalah harus mampu melahirkan karya yang melebihi karya Bang Haji. Demikian pula, tidak ada yang berkeinginan untuk menggeser posisi Ratu Dangdut Elvi Sukaesih. Kalau ada yang ingin jadi Ratu Dangdut, mereka harus mampu tampil lebih maksimal dibandingkan Elvi Sukaesih.

            Mereka tidak pernah menginginkan posisi Raja dan Ratu dengan menggunakan huru hara dan hoax karena itu tidak mungkin dan hanya akan mempermalukan diri sendiri. Mereka pun tidak pernah merasa terpaksa untuk berada pada posisinya masing-masing. Kalaupun memiliki kelebihan, posisi mereka tetap berada di bawah Rhoma Irama dan Elvi Sukaesih. Misalnya, Pangeran Dangdut, Ratu Pantura, Ratu Ngebor, Ratu Ngecor, atau apalah.

            Semestinya, para politisi malu kepada para penyanyi dangdut yang mampu bersaing tanpa melakukan kebohongan dan black campaign. Mereka memang ingin tampil lebih baik dibandingkan orang lain, tetapi tidak melakukan kecurangan. Mereka memang ingin mengalahkan orang lain, tetapi dengan cara menampilkan karya-karya terbaik mereka. Jika ada yang kalah, mereka sendiri tampak sedih, padahal yang menang itu sudah jelas menjatuhkan yang kalah. Politisi harus meniru mereka. Politisi harus berguru kepada para penyanyi dangdut tentang bagaimana caranya bersaing tanpa harus menghancurkan nama baik dan karya orang lain.

            Cobalah bikin pembekalan terhadap para politisi dengan instruktur seperti Lesti, Danang, Irsya, Soimah, Iis Dahlia, Rita Sugiarto, Inul Daratista, dan lain sebagainya. Mereka bersaing mencari rezeki dengan merebut hati rakyat, tetapi berupaya keras pula memberikan ilmu pengetahuan kepada sesama artis dangdut tanpa takut merasa tersaingi.

            Cobalah merasa malu kepada artis dangdut. Belajarlah dangdut agar hati kalian menjadi lembut dan ceria.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment