Friday, 27 January 2017

Goncangnya Amerika Serikat

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Amerika Serikat yang kerap disebut-sebut orang sebagai negara adidaya, kini mengalami goncangan politik, sosial, dan ekonomi yang teramat hebat. Warga Negara Amerika Serikat beserta para pemimpinnya merasakan benar penurunan kualitas negaranya. Oleh sebab itu, Donald Trump menggunakan slogan Make America Great Again dalam pemilihan presiden dan berhasil menang. Donald Trump membius rakyat Amerika Serikat dengan mimpi-mimpi manis untuk meraih kegemilangan masa lalu.

            Dunia menduga, rakyat Amerika Serikat mengira, warga Indonesia menyangka bahwa Amerika Serikat muncul menjadi negara yang hebat disebabkan menggunakan sistem politik demokrasi. Amerika Serikat memang menjadi negara yang teramat hebat dan menyangka dirinya hebat karena politik demokrasi di dalam negerinya. Oleh sebab itu, tak heran jika mereka berpandangan bahwa dunia harus menggunakan sistem politik demokrasi agar bisa hebat seperti mereka. Tak terkecuali, banyak pemikir dan elit Indonesia pun terjebak dalam pemikiran yang sama. Para elit Indonesia melihat Amerika Serikat berhasil membangun ekonomi dengan spektakuler, teknologi yang hebat, dan kekuatan militer yang tangguh disebabkan menggunakan sistem politik demokrasi. Oleh sebab itu, Indonesia pun diupayakan mencontoh sistem politik demokrasi di Amerika Serikat. Negeri itu kerap menjadi  acuan atau cerminan demokrasi di Indonesia.

            Sayang sekali, Amerika Serikat bisa hebat sesungguhnya bukan karena menggunakan sistem politik demokrasi. Mereka menipu diri sendiri, dunia pun ikut tertipu, Indonesia juga tertipu. Pandangan bahwa Amerika Serikat bisa hebat karena demokrasi sesungguhnya hanya hoax, ‘berita palsu’.

            Hal yang sesungguhnya memunculkan Amerika Serikat menjadi negara hebat adalah disebabkan tiga hal, yaitu pertama, ketika Eropa dilanda perang-perang besar yang sangat menghancurkan, Amerika Serikat sama sekali tidak ikut campur dalam perang-perang itu. Tidak ada satu bom pun yang jatuh di tanah Amerika Serikat. Eropa memang sedang berkecamuk saling bunuh, saling perkosa, dan saling bantai di antara mereka sendiri. Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno menggambarkan Eropa saat itu seperti ketel penuh minyak mendidih yang bergolak panas sekali. Dengan tidak terlibatnya dalam perang-perang di Eropa,  Amerika Serikat lebih berkonsentrasi menggunakan waktu dan energinya untuk membangun ekonomi dan militer. Itulah yang membuat Amerika Serikat menjadi kuat.

            Kedua, ketika wilayah Asia berada dalam kekuasaan para penjajah, Amerika Serikat tidak berada dalam keadaan terjajah. Pada saat kemakmuran, kekayaan, dan kedamaian rakyat Asia, termasuk Indonesia dirampok dan dihancurkan oleh brutalitas para penjajah, Amerika Serikat bukanlah negeri jajahan. Bahkan, Amerika Serikat ikut pula menyedot kekayaan dan kemakmuran negeri-negeri Asia yang terjajah. Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa negeri-negeri terjajah selalu terbelakang, tertinggal, dan menderita. Jangankan untuk berkembang, untuk bertahan hidup saja sulitnya bukan main. Sementara itu, Amerika Serikat tidak dalam keadaan terjajah. Itulah salah satu hal yang membuat Amerika Serikat muncul menjadi negara kuat.

            Ketiga, partisipasi publik Amerika Serikat dalam politik demokrasi teramat rendah. Dari sejak berdirinya, rakyat Amerika Serikat sama sekali tidak mementingkan kehidupan agama dan dinamika politik. Agama dan politik adalah barang rendah dan remeh yang tidak terlalu mereka pedulikan. Hal itu disebabkan para penduduk awal Amerika Serikat adalah pelarian dari negeri-negeri Eropa, terutama Inggris yang sangat mementingkan kekuasaan negara dan kekuasaan agama. Mereka berlarian ke Amerika Serikat karena merasa terkekang, tertindas, terancam, dan terpenjara oleh banyak aturan negara dan agama. Oleh sebab itu, mereka menyebut Amerika Serikat sebagai Negara Impian karena di Amerika Serikat-lah mereka bisa melepaskan dirinya dari berbagai ikatan yang menjerat hidup mereka sehingga bisa hidup merdeka dan bebas tanpa mendapat tekanan dari kaum penguasa dan kaum pendeta agama. Tak heran bahwa para pendahulu rakyat Amerika Serikat sering juga disebut “para pelarian agama”.

            Karena mereka berada di Amerika Serikat berasal dari “pelarian agama”, mereka pun sangat tidak peduli dengan agama dan politik. Mereka lebih berkonsentrasi pada kebebasan, peningkatan kehidupan ekonomi, dan pencarian materi sebesar-besarnya. Jadilah mereka kapitalistis.

            Rendahnya partisipasi rakyat Amerika Serikat dalam sistem politik demokrasi, bisa dilihat dari angka-angka partisipasi rakyat dalam pemilihan presiden yang tidak pernah mencapai angka 50%. Dari sejak mula berdirinya, partisipasi publik Amerika Serikat dalam pemilihan presiden hanya sekitar 30% s.d. 43%. Rendah sekali. Bahkan, ketika Barack Obama terpilih pun angkanya tidak melebihi 43%.

            Angka partisipasi rakyat Amerika Serikat yang sangat rendah dalam proses demokrasi menyebabkan tidak terjadinya goncangan-goncangan berarti yang diakibatkan oleh aktivitas politik seperti Pemilu Pilwalkot, Pilgub, dan Pilpres. Mereka hampir tidak peduli dengan politik. Mereka lebih suka membangun kerajaan bisnis sehingga tak heran banyak orang sibuk bisnis hingga stres yang kemudian menjadi kaya raya di sana. Itulah  yang menyebabkan ekonomi Amerika Serikat menjadi adidaya dengan kekuatan militer yang juga teramat kuat secara teknologi.


Peningkatan Partisipasi Mengakibatkan Kegoncangan
Rendahnya partisipasi publik Amerika Serikat terhadap proses demokrasi, membuat negara itu tidak banyak guncangan serta dapat memanfaatkan energi dan waktunya untuk bisnis, ekonomi, dan militer. Berbeda halnya dengan ketika rakyat Amerika Serikat mengalami peningkatan partisipasi dalam sistem politik demokrasi, terjadilah guncangan-guncangan hebat, seperti, kriminalitas, pembunuhan, penculikan, Narkoba, konflik horizontal, hoax, kecurangan dalam proses pemilihan, peningkatan rasisme, intoleransi, kecurigaan berlebihan, polarisasi di tengah masyarakat, demonstrasi di sana-sini akibat proses politik, tuduhan keterlibatan Rusia dalam pengaturan pemenangan Pilpres Donald Trump, dan lain sebagainya.

            Memang partisipasi publik Amerika Serikat dalam demokrasi saat ini mengalami lonjakan peningkatan yang teramat tinggi. Rakyat Amerika Serikat yang berpartisipasi secara aktif dalam pemilihan presiden saat pertarungan Hillary Clinton vs Donald Trump mencapai 67%. Entah apa sebabnya, padahal pada masa Barack Obama saja tidak melebihi 43%.

            Masyarakat yang terlibat aktif dalam proses politik dalam jumlah besar ini tidak hanya berhenti mengguncangkan negara sebelum dan saat Pilpres di Amerika Serikat, melainkan pula berlanjut meskipun Donald Trump telah terpilih. Hoax, tuduhan kerja sama dengan Rusia, kecurangan dalam Pilpres, hasutan, dan provokasi terus terjadi dan sangat sulit untuk dihentikan. Bahkan, goncangan-goncangan ini akan terus menghantui Amerika Serikat yang mendorong pula semakin banyak pihak yang terlibat dalam proses politik yang mengakibatkan semakin besarnya goncangan yang akan terjadi.

            Hal itu dapat menjadi dasar hipotesa bahwa slogan Make America Great Again tidak akan pernah terjadi dan hanya mimpi tanpa akan menjadi kenyataan. Hal itu disebabkan jika Amerika Serikat ingin hebat seperti dulu lagi, Eropa harus saling berperang dulu, Asia, termasuk Indonesia harus berada dalam keadaan terjajah, dan partisipasi publik Amerika Serikat dalam demokrasi harus sangat rendah. Sementara itu, Amerika Serikat tidak ikut perang bersama Eropa, ikut menyedot hasil Bumi tanah jajahan, serta berkonsentrasi pada bisnis dan militer dengan meninggalkan perhatian pada politik.

            Mungkinkah hal itu terjadi saat ini?

            Kalaupun tidak bisa dikatakan mustahil, hal itu sangat sulit terjadi.

            Sebaiknya, rakyat Amerika Serikat kembali merenungkan nasihat founding fathers-nya, Thomas Jefferson yang mengatakan, “Jika syarat masuk surga itu adalah harus menjadi anggota partai politik, aku lebih memilih untuk masuk neraka!”

            Jadi, Amerika Serikat dulu bisa sangat hebat bukanlah karena menggunakan sistem politik demokrasi, melainkan disebabkan tidak ikut campur dalam perang di Eropa, ikut menikmati kekayaan tanah jajahan, dan rendahnya perhatian rakyat Amerika Serikat dalam proses demokrasi.

            Bagaimana dengan Indonesia?


            Masih betah dengan demokrasi?

No comments:

Post a Comment