Thursday, 26 March 2020

Aliran Marxisme


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Dalam buku Ekonomi Politik Internasional: Suatu Pengantar yang disusun Umar Suryadi Bakry, Cetakan I, Januari 2019, yang diterbitkan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, dijelaskan dengan baik mengenai Aliran Marxisme/Strukturalisme. Tokoh-tokohnya, antara lain, Karl Marx dan Friederich Engels yang disebut-sebut sebagai “Bapak Pendiri Komunisme”. Adapula Vladimir Lenin yang melihat ketimpangan antara negara penjajah dengan negara jajahannya. Di samping itu, ada Immanuel Wallerstein dan Robert Cox yang berpaham Neo-Marxis dalam kata lain memberikan kritik dan mengembangkan teori-teori klasik Karl Marx. Dengan demikian, Aliran Marxisme memiliki beberapa varian sesuai pemikiran tokoh-tokohnya tersebut.

            Karl Marx adalah seorang filsuf besar sekaligus pakar ekonomi politik kelahiran Prusia (sekarang Jerman) 1818. Salah satu tulisannya yang sangat terkenal adalah Manifesto Komunis yang mengilhami banyak pemikir strukturalis hingga saat ini.

            Marx berpendapat bahwa inti dari kekuatan ekonomi adalah modal (alat-alat produksi). Oleh sebab itu, di dalam masyarakat yang kapitalis akan terbentuk kekuasaan-kekuasaan ekonomi berdasarkan kepemilikan atas modal. Ada penguasa modal (borjuis) dan ada kaum proletar. Kedua kelas ini akan selalu bertarung untuk mendapatkan modal atau alat-alat produksi.

            Pemikiran Karl Marx yang seperti inilah yang banyak ditulis orang ketika mendeskripsikan pertarungan antara kapitalis (para pemodal) dengan komunis (kaum proletar, buruh). Hampir semua orang memahami bahwa kaum komunis adalah kaum yang memerangi kaum kapitalis karena selalu terpinggirkan dalam menguasai kapital (modal).

            Hal seperti ini pula yang coba digambarkan oleh Presiden ke-1 RI Soekarno dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi (1964). Menurutnya, kaum komunis adalah kaum yang merasa hak-haknya dirampok oleh kaum pengusaha. Hak perumahan, hak kesehatan, hak berpenghasilan besar, dan hak-hak lainnya diambil oleh pengusaha dalam sistem kapitalisme. Oleh sebab itu, kaum proletar ini berlari-lari kesana-kemari untuk meminta pertolongan. Mereka meminta bantuan raja dan para bangsawan, sayangnya raja dan para bangsawan mendukung para kapitalis. Mereka pun meminta bantuan gereja, sayangnya banyak gereja yang sudah disuap oleh para pengusaha kapitalis sehingga justru gereja semakin menyudutkan kaum komunis. Dengan demikian, kekecewaan kaum komunis pun menjadi-jadi sehingga tumbuh kemarahan dengan mengatakan “Tuhan tidak ada”.

            Karl Marx banyak menganalisis ketimpangan-ketimpangan dalam sebuah negara/domestik yang ditandai dengan terjadinya perjuangan kelas antara kaum borjuis dan kaum proletar. Bahkan, perjuangan atau pertarungan di antara kaum kapitalis sendiri banyak menimbulkan konflik dan perang-perang di dunia. Mereka bertikai hanya karena perebutan modal. Berbeda dengan Vladimir Lenin yang lebih suka memperhatikan hubungan-hubungan ekonomi internasional. Lenin pun mengkritik kapitalisme yang disebutnya sebagai sumber dari konflik dan perang. Lenin lebih melihat adanya penguasaan atau dominasi yang dilakukan negara penjajah pada negara jajahannya yang kemudian memunculkan adanya negara kaya dan maju serta negara miskin dan terbelakang.

            Berbeda pula dengan pandangan para ahli Neo-Marxisme yang lebih berdamai dengan sistem kapitalisme. Menurut mereka, negara dan kapitalisme adalah saling membutuhkan untuk menciptakan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Negara-negara miskin dan terbelakang suatu saat akan menjadi negara maju dan kaya. Demikian pula, negara-negara maju dan kaya dapat jatuh menjadi negara miskin dan terbelakang. Hal ini mungkin saja terjadi sesuai dengan situasi politik, budaya, dan lingkungan alam. Politik bisa menjatuhkan dan memajukan sebuah negara, begitu pula dengan budaya. Hal yang sama pun bisa terjadi karena perubahan lingkungan alam, bencana besar, wabah penyakit, serta perubahan iklim sangat mungkin mengubah kondisi ekonomi dan politik suatu negara. Bagi neo-marxisme, pertarungan yang tersisa pada zaman ini hanya antara para pengusaha dan kaum buruh, tidak lagi antarnegara atau yang lainnya.

            Meskipun memiliki banyak varian, Aliran  Marxisme memiliki elemen-elemen pokok yang menyatukan perbedaan mereka. Hal ini sebagaimana yang ditulis oleh Umar Suryadi Bakry (2019), yaitu: Pertama,         manusia secara individu bersifat kooperatif, namun hubungan antarmanusia dalam sebuah kelompok (masyarakat, negara, hubungan antarnegara) cenderung bersifat konfliktif. Manusia sesungguhnya adalah makhluk sosial sehingga selalu ada keinginan untuk berhubungan secara kooperatif dan positif. Akan tetapi, jika sudah berada dalam suatu kelompok, mereka cenderung membela kelompoknya karena kesamaan kepentingan. Dalam hal ekonomi, manusia akan bersama-sama dengan manusia lainnya yang memiliki perasaan dan kepentingan ekonomi yang sama sekaligus menentang kelompok lainnya yang memiliki perasaan dan kepentingan ekonomi yang berbeda.

            Kedua, konflik muncul dari persaingan antarkelompok individu, khususnya antara pemilik modal/sarana produksi (kelas borjuis) dan pekerja (kelas proletar). Pengusaha kerap memiliki kepentingan yang berbeda dengan para pekerjanya. Seringkali perbedaan ini tidak bisa diselesaikan dengan baik-baik yang akibatnya timbul rasa saling curiga dan tarik-menarik kepentingan. Pengusaha sering ingin cepat mengembangkan perusahaannya untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Sementara itu, para pekerja memikirkan kesejahteraan dan kemakmuran dirinya yang harus dipenuhi oleh para pengusaha.

            Ketiga, negara (state) biasanya bertindak untuk mendukung pemilik modal (sarana produksi) sehingga menempatkan negara dan pekerja dalam posisi berhadapan satu sama lain. Dalam pemikiran dan pengalaman hidup kaum marxis/komunis, negara selalu melindungi dan bersahabat dengan para pengusaha karena para pengusaha itu memiliki kedekatan dengan penguasa, negara, dan memberikan banyak dukungan materi, baik melalui pajak maupun nonpajak seperti hadiah-hadiah. Dengan kedekatan itu, para pekerja merasa dirinya jauh dari negara sehingga tak jarang mengambil sikap bertentangan dengan negara.

            Keempat, dalam sistem kapitalis, terdapat hubungan yang bersifat eksploitatif dan ketidakadilan (inequality) antara pemilik modal dan pekerja serta antara negara-negara maju (centre) dengan negara-negara sedang berkembang (periphery). Dalam pandangan mereka, pengusaha selalu mengeksploitasi para pekerja, kaum borjuis kerap memeras proletar. Demikian pula negara maju selalu melakukan pemerasan atau melakukan banyak tekanan pada negara-negara lemah. Hal-hal seperti itulah yang mengakibatkan ketidakadilan.

            Kelima, hal-hal tersebut menciptakan kondisi interaksi antara pemilik modal dan pekerja serta antara negara maju dengan negara sedang berkembang adalah zero sum game. Kedua-duanya tidak mendapatkan keuntungan yang besar bersama-sama, tetapi sama-sama rugi. Kalaupun mendapat keuntungan, sangat sedikit dibandingkan kerugian atau biaya yang harus dikeluarkan.

            Demikian pengantar pemahaman Aliran Marxisme. Untuk lebih jelasnya lagi, dapat digali dengan diskusi ataupun menambahnya dengan sumber-sumber bacaan lain.

            Sampurasun.


 Sumber:

Bakry, Umar Suryadi, 2019, Ekonomi Politik Internasional: Suatu Pengantar, Cetakan I, Januari 2019, Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2013, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga: Jakarta

Maryati, Kun; Suryawati, Juju, 2014, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XI Kurikulum 2013, Penerbit Erlangga:  Jakarta

Sukarno, 1964, Dibawah Bendera Revolusi, Cet. 3, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi: Jakarta

No comments:

Post a Comment