oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Syekh Abdul Qadir Jaelani
pernah menulis buku yang berjudul “Futuh
Al Ghayb” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Penyingkap Kegaiban”. Buku terjemahan ini diterbitkan oleh Penerbit Mizan, 1994, Cetakan ke VII, Bandung.
Dalam tulisannya Syekh Abdul Qadir Jaelani menjelaskan
bahwa jika kita ditimpa bencana, jangan sekali-sekali melawannya. Berdoa untuk
menghilangkan bencana itu pun jangan. Kalaupun mau, berdoalah agar kita kuat
menghadapi bencana dan tetap mampu berbuat baik dalam masa bencana tersebut.
Hal itu disebabkan memang bencana itu datang pada masanya, pada waktunya.
Bencana sudah pasti datangnya dan pasti juga menghilangnya. Syekh mencontohkan
bencana itu ibarat malam yang dimulai dengan sore hari. Waktu sore hingga gelap
malam itu sudah pasti datangnya, tak bisa ditolak. Sehebat apapun kita menolak
malam, kita pasti kalah, malam pasti terjadi. Kalaupun kita berdoa pada malam
hari agar Matahari terbit, tidak akan dikabulkan.
Semakin malam, semakin dingin, semakin menggigil, semakin
gelap, bahkan menjelang subuh, udara dingin semakin menggigit.
Akan tetapi, “Ingatlah”, kata Syekh, “Semakin gelap,
semakin dingin, semakin menderita, itu pertanda sebentar lagi fajar tiba.”
Matahari akan terbit, lalu menyinari kita dengan
kehangatan dan kebahagiaan, terang-benderang.
Berdasarkan pendapat Syekh Abdul Qadir Jaelani, kalau kita ibaratkan bahwa bencana wabah
Covid-19 itu adalah malam hari, wabah ini tak bisa ditolak. Dilawan pun kita
kalah, bencana tetap ada. Kalaupun berdoa agar wabah cepat hilang, tak akan
dikabulkan karena memang sedang waktunya datang ibarat malam hari yang tak akan
berganti siang sebelum waktunya tiba. Sebaiknya, berdoalah agar kita tetap
mampu berbuat baik. Jadikan wabah ini untuk memahami berbagai hal, saling
peduli, introspeksi diri, meningkatkan ilmu kedokteran, meningkatkan berbagai
ilmu sosial, meningkatkan kebersamaan, bekerja sama secara positif antara
pemerintah dan masyarakat, serta hal positif lainnya.
Bencana wabah ini semakin mengerikan bagai malam yang
makin larut. Akan tetapi, semakin mengerikan, itu pertanda wabah akan
meninggalkan kita, sebagaimana dinginnya larut malam, pertanda datangnya fajar.
Berat memang mengikuti nasihat Syekh Abdul Qadir Jaelani
karena kenyataannya memang kita mencoba melawan dan terus melawan sambil berdoa
agar wabah ini hilang. Sementara itu, Abdul Qadir Jaelani menasihati jangan
melawan dan kalau berdoa pun, tak akan dikabulkan. Berat memang mengikuti
pemikiran Syekh. Orang seperti saya memang sulit mencernanya karena saya
bukanlah orang hebat seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Meskipun demikian, kata Syekh, dalam keadaan bencana,
tetaplah kita harus berbuat baik. Kita harus tetap bekerja, tetap belajar,
tetap beraktivitas meskipun harus dari dalam rumah dan mengatur jarak fisik
dengan orang-orang di sekitar kita. Oleh sebab itu, bagi para siswa lulusan
SMA/SMK/MA dan mereka yang belum kuliah atau pernah terhenti kuliahnya, saya
mengajak jangan patah semangat untuk berbuat dan untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan sesuai ketertarikan diri terhadap ilmu-ilmu tertentu. Dalam masa
wabah yang mengerikan ini, kita tetap harus merancang masa depan kita agar
ketika masa bencana wabah ini diangkat dan dihilangkan Allah swt, kita mampu
meneruskan hidup kita dengan lebih baik. Saya mengajak untuk sama-sama menuntut
ilmu di Universitas Al-Ghifari dan sama-sama mengejar mimpi masa depan yang
lebih baik lagi. Ada banyak ilmu yang dapat dipelajari di Universitas
Al-Ghifari.
Esok Masih Ada, insyaallah.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment