Sunday 29 March 2020

Pait Daging Pahang Tulang

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
“Pait daging pahang tulang”, ‘pahit daging pengar tulang’. Itu doa yang sering diucapkan nenek saya buat saya ketika masih kecil. Maksudnya, dia berharap saya sehat selalu, dilindungi Allah swt dengan daging saya yang pahit dan tulang saya yang pahang/pengar sehingga tidak disukai kuman-kuman, virus-virus penyakit. Kalau daging saya pahit, darah pun pahit. Demikian pula tulang jika pahang, tidak disukai penyakit. Artinya, saya jauh dari penyakit, sehat selalu.

            Oh ya, “pahang” itu bahasa Sunda dan saya belum menemukan padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Pahang itu adalah sebuah rasa di lidah yang tidak enak dan berbau mirip-mirip tengik di hidung. Pokoknya begitulah.

            Kalau daging saya manis, darah saya juga legit, tulang saya gurih, penyakit akan menyukainya. Tubuh kita jadi sarang penyakit. Kalimatnya jadi “manis daging gurih tulang”, artinya disukai dan digemari kuman dan virus penyakit.

            Salah satu cara supaya daging kita pahit dan tulang kita pahang adalah rajin memakan yang pahit-pahit. Di tengah wabah virus corona ini saya jadi ingat bagaimana saya diajari Nenek makan makanan yang pahit-pahit, misalnya, paria, daun singkong, dan daun pepaya. Saya pun mencari-cari di kebun samping dan belakang rumah. Alhamdullillah, ada. Sayuran pahit itu tentu saja harus dicuci hingga bersih dan dimakan mentah-mentah. Supaya tidak terlalu pahit, pakai sambal ditambah sedikit ikan asin, tempe, sayur kacang merah, lalu nasinya baru matang, ngebul. Kalau pake kerupuk, tambah nikmat.


Daun Singkong Muda dan Jambu Biji Mempunyai Khasiat untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

            Ketika saya memetik daun muda pepaya, tetangga saya bertanya sambil menjemur bayinya telanjang bulat, “Mau direbus dulu ya, Pak?”

            Eh, yang telanjang itu bukan tetangga saya, tetapi bayinya yang berusia tiga bulan.

            “Nggak, Bu. Mau dimakan mentah-mentah. Saya diajarin nenek saya begitu.”

            “Wah, Pak Tom kuat makan yang pahit?”

            “Insyaallah, Bu.”

            Saya sebenarnya tidak tahu, apakah aman direbus dulu atau dimakan mentah-mentah. Akan tetapi, saya khawatir jika direbus dulu, zat-zat positif di sayuran itu mati. Entahlah, para ahli yang lebih tahu soal ini. Saya cuma ngikutin cara nenek saya saja.

Daun Singkong Muda, Paria, Daun Pepaya Muda, Paria, dan Sintrong yang Bermanfaat
            Saya sudah ikuti anjuran Habib Luthfi makan tiga siung bawang merah (saya mengunyahnya dua hari sekali), sekarang makan sayuran pahit yang diajarin nenek saya. Intinya, itu adalah upaya atau ikhtiar untuk tetap sehat di tengah perang dengan wabah Covid-19. Memang urusan mati itu urusan Allah swt, tetapi kita memiliki kewajiban untuk menjaga kesehatan dan tubuh yang diberikan Allah swt kepada kita.   

            Pemerintah sudah berusaha mendatangkan obat, melengkapi fasilitas kesehatan, program “physical distancing”, ‘menjauhkan jarak tubuh dengan orang lain’, dan sebagainya. Kita pun bisa berusaha sendiri dengan cara mengikuti anjuran pemerintah dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap penyakit, salah satunya dengan memakan konsumsi yang pahit-pahit, tetapi menyehatkan.

            Ibu saya pernah melihat nyamuk mendekati tangan adiknya, paman saya, tetapi ketika makin dekat, nyamuk itu pergi lagi dengan gerakan kaget, takut, lalu menjauhi paman saya. Salah satu penjelasannya adalah paman saya sering mengonsumsi yang pahit-pahit.

            “Sing pait daging pahang tulang”. Jangan sampai “manis daging gurih tulang”.

            Jangan terlalu sering makan yang enak-enak, yang manis-manis, apalagi kalau harganya mahal-mahal. Enak makannya, nggak enak bayarnya. Daging dan tulang kita bisa manis dan gurih buat kuman atau virus.

            Buatlah tubuh kita tidak disukai penyakit, bukan digemari penyakit untuk dijadikan sarang bagi kuman dan virus.

            Jagalah tubuh mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulai saat ini juga.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment