Tuesday 24 March 2020

Hoax Covid-19 yang Merugikan Dirinya Sendiri


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Sebetulnya saya pengen ketawa, tetapi tidak pantas dalam suasana seperti ini menertawakan orang lain. Dia yang berbuat, dia sendiri yang rugi.

            Saya ini sering memperhatikan akun-akun pembuat dan penyebar hoax pada berbagai media sosial. Ketika hoax itu berhasil menipu banyak orang, mereka sendiri banyak yang merasa rugi, tetapi tetap saja tidak sadar. Para pecinta hoax ini beberapa waktu lalu, bahkan hingga hari ini menebar kisah-kisah, video, foto hoax yang mengerikan tentang Covid-19/virus corona secara berlebihan. Akhirnya, masyarakat takut, panik secara berlebihan pula. Orang-orang jadi tidak berani ke luar rumah, tidak berani belanja, memborong makanan untuk dua minggu, bahkan satu bulan ke depan. Ketika situasi mulai sepi, akun-akun penyebar hoax ini mulai mengeluh karena para pelanggan bisnisnya jadi jauh berkurang, bisnisnya menjadi sepi, penghasilannya makin menipis. Situasi itu bukannya menjadikan mereka sadar, malahan kembali menyalahkan pemerintah yang katanya harus menyediakan makanan untuk mereka.

            Sekarang ini masih bukan  “lockdown”/karantina wilayah, melainkan “social distancing”, ‘pembatasan interaksi manusia’. Artinya, pemerintah tidak akan memperlakukan masyarakat seperti dalam keadaan lockdown. Masyarakat masih bisa bebas bergerak, beraktivitas, tetapi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan tinggi, tidak berlama-lama di luar, tidak beraktivitas yang tidak perlu, meminimalisasi interaksi dengan orang lain, menjaga kebersihan dan kesehatan, dll..

             Lagian, berpikiran bahwa lockodown itu “enak” adalah salah. Seolah-olah bahagia karena tidak perlu bekerja, tetapi tetap mendapat makanan.

            Memangnya dengan lockdown pemerintah akan memberikan makanan yang enak-enak dengan jumlah banyak seperti dalam hajatan?

            Kita tidak tahu setiap hari, setiap orang akan mendapatkan jatah berapa untuk makan kalau sampai lockdown.

            Apa saja makanannya?

            Mungkin paling-paling untuk sekedar hidup supaya tidak pada mati kelaparan. Belum lagi aktivitas yang sangat dibatasi dan pasti mencekam, tidak bisa kerja, tidak bisa sekolah, tidak bisa main, tidak bisa beribadat secara massal, dll..

            Perlu diingat bahwa di luar negeri pun, baik pemerintahnya maupun masyarakatnya tidak ada yang betah dengan kondisi lockdown. Mereka ingin kembali pada aktivitas normal. Di Cina saja yang sudah mulai pulih, pemerintahnya sedikit-sedikit, bertahap mulai membuka kota-kota yang tadinya diterapkan karantina wilayah.

            Jangan bikin hoax sehingga membuat orang lain ketakutan dan merasa terancam karena ketika orang panik, kita pun ikut rugi. Beraktivitaslah seperti biasa dengan kehati-hatian yang tinggi; kalau bisa, bekerja dari rumah; kurangi aktivitas yang tidak perlu; jangan lupa cuci tangan pakai deterjen; perhatikan kebersihan dan kesehatan; tetap konsisten beribadat.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment