Monday, 30 November 2015

Nu Gelo jeung Nu Burung Pasea


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Nu gelo jeung nu burung pasea itu bahasa Sunda. Artinya, orang gila dan orang sinting berantem.

Kalimat itu untuk menggambarkan situasi yang semakin kusut samut di Timur Tengah, tepatnya kekacauan dan perang yang terjadi di Suriah. Semakin hari semakin nggak karuan situasi dan informasinya.

Biarlah urusan Setya Novanto vs Sudirman Said berjalan sebagaimana seharusnya. Sudah banyak orang-orang pintar yang mengawal, mengawasi, dan mendorong perseteruan yang bisa membuat Indonesia diperas Freeport itu untuk lebih terbuka dan terselesaikan sehingga yang benar harus disebut benar dan yang salah harus dipermalukan.

Sekarang mari kita lihat kegilaan yang melibatkan Isis itu. Ketika jet tempur rusia membela Presiden Suriah Bashar al Assad dan menembaki musuh-musuhnya. Pesawat tempur Turki menembak jet tempur Rusia itu. Karuan saja Presiden Rusia Vladimir Putin berang. Ia menyatakan bahwa jet tempur miliknya masih berada satu kilometer di luar wilayah Turki dalam arti masih berada di wilayah udara Suriah. Akan tetapi, Turki ngotot bahwa jet tempur Rusia memasuki wilayah udaranya dan sudah diperingatkan, tetapi bandel sehingga ditembak jatuh. Copilot Rusia membantah pernah mendapat peringatan itu. Situasi pun menjadi tidak jelas dan memanas.

Putin segera menuding bahwa Turki dan Nato adalah pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari Isis. Minyak milik Isis dibeli oleh Turki dan Nato. Bahkan, rakyat Rusia menuding pula Qatar dan Arab Saudi mendukung Isis. Lebih jauh lagi, rakyat Rusia berteriak bahwa siapa pun yang memusuhi Presiden Suriah Bashar al Assad adalah pendukung terorisme.

Indonesia memusuhi Bashar al Assad?

Kalau ya, berarti Indonesia adalah pendukung teroris menurut rakyat Rusia.

Kalau saya pribadi memang memusuhi keyakinan Bashar al Assad. Bukan orangnya, tetapi keyakinannya.

Kabarnya dia punya agama yang aneh, nyeleneh dari Islam. Dengar-dengar dia punya keyakinan bahwa Allah swt itu satu, tetapi mewujud dalam tiga citra, yaitu satu, berada dalam diri Nabi Muhammad saw; kedua, berada dalam wujud Malaikat Jibril; ketiga, berwujud dalam diri Bashar al Assad. Dulu mewujud dalam diri ayah Bashar al Assad. Setelah ayahnya meninggal, mewujud dalam dirinya hari ini.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa keyakinan seperti itu adalah lebih najis daripada anjing.

Setujuuuuu!

Kalau memang benar begitu keyakinan Bashar al Assad, saya malah mengatakannya sebagai lebih najis daripada tahi anjing buduk!

Kalau saya disebut sebagai teroris karena memusuhi keyakinan anjing buduk itu, biarin aja.

Kalau kata orang Rusia saya disebut memuja teroris, emangnya gue pikirin?

Kembali pada soal jet tempur. Setelah Putin menuding keras bahwa Turki dan Nato menikmati minyak Isis, Mendagri Turki balik menuding bahwa jet tempur Rusia bukannya menembakki Isis, melainkan menembaki pemberontak Suriah yang merasa diperlakukan kejam oleh Bashar al Assad. Di samping itu, gank Nato pun segera menyatakan diri berada bersama Turki.

Anehnya, Presiden Amerika Serikat Barack Obama justru mengeluarkan pernyataan yang mendukung Turki, tetapi dengan kalimat yang bertolak belakang dengan yang disampaikan Turki. Barack Obama mengatakan bahwa Turki berhak melindungi wilayah udaranya sendiri dari pesawat asing. Selain itu,  jet tempur Rusia seharusnya bukan menembaki Isis, tetapi mestinya menembaki pemberontak Rusia.

Jadi bingung saya. Kata Turki harusnya Rusia menembaki Isis, bukan pemberontak Suriah, tetapi kata Obama seharusnya menembaki pemberontak Suriah, bukan Isis.

Mana yang benar?

Obama atau Mendagri Turki?

Padahal dua-duanya dalam satu pihak yang sama.

Mungkin wartawan pembawa beritanya yang menerjemahkannya secara salah.

Akan tetapi, kalaupun salah menerjemahkan, pertanyaannya tetap sama, “Mana yang benar?”

Mungkin saya yang salah mendengar, tetapi pertanyaannya sama saja, “Mana yang benar?”

Di sinilah saya mulai mengatakan bahwa yang terlibat perang di sana itu ibarat nu gelo jeung nu burung pasea, ‘orang gila sama orang sinting berantem’.

Presiden Turki Recep Tayip Erdogan  malah balik menuding sekutu Rusia dengan pernyataan aneh. Dia dengan keras mengatakan bahwa Bashar al Assad adalah pendukung utama Isis.

Wow makin kacrut nih situasi. Nggak ada yang bisa dipercaya.

Mau tidak kacrut gimana?

Amerika Serikat menurunkan beberapa tentaranya di Suriah untuk melatih pemberontak Suriah. Beritanya banyak diunggah di Youtube. Akan tetapi, kata Obama seharusnya pemberontak itulah yang ditembaki oleh jet tempur Rusia, bukan Isis.

Aneh, ya?

Kata Erdogan, Bashar al Assad adalah pendukung Isis, padahal Isis ingin menjatuhkan Bashar al Assad.

Aneh, ya?

Putin semakin berani menuding bahwa pesawat tempur Turki menembak jatuh jet tempur Rusia karena Turki melindungi minyak Isis dari gempuran Rusia. Sementara itu, Nato selalu berada bersiap membela Turki. Berarti kan Nato melindungi Turki yang menikmati Isis. Artinya, Nato melindungi Isis.

Lieur!

Biarlah nu gelo jeung nu burung pasea karena sudah begitu keadaannya, pada nggak bisa dipercaya!

Yang saya khawatir adalah akan menjadi nu gelo jeung nu burung ditambah nu koplok pasea. Koplok itu bahasa Sunda yang maknanya adalah seseorang yang bodoh, over acting, pengen dipuji, ikut sibuk, tetapi kerap merugikan dirinya sendiri.

Nah, kalau Indonesia ikut-ikutan dalam perseteruan mereka, Indonesia telah menempatkan dirinya dalam situasi koplok. Jadilah Indonesia sebagai Nagara Koplok.

Dalam situasi semrawut yang tidak ada yang bisa dipercaya, Indonesia haruslah tetap berpegang pada politik luar negeri “Bebas dan Aktif. Bebas dari tekanan pihak mana pun, bebas untuk tidak berpihak, dan bebas untuk melindungi diri sendiri. Aktif berperan menciptakan perdamaian dunia dengan cara Indonesia, bukan cara bangsa asing. Bukan ikut-ikutan menciptakan perdamaian dengan cara asing mengirimkan pasukan untuk ikut berkelahi dan menangkapi siapa saja di dalam negeri atas dasar informasi asing yang sumir.

Jangan jadi bangsa yang koplok!

Memangnya Indonesia mau percaya sama siapa?

Barack Obama?

Recep Tayip Erdogan?

Vladimir Putin?

Bashar al Assad?

Dalam situasi yang nggak puguh seperti ini, hal yang paling baik dilakukan adalah waspada dan siaga melindungi diri. Mau tidak mau Indonesia harus selalu curiga kepada siapa pun orang asing yang masuk ke dalam Negara Indonesia untuk urusan apa pun. Hal itu disebabkan siapa tahu memang benar tuduhan Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Isis itu dibiayai oleh Turki dan Nato melalui pembelian-pembelian minyak Isis. Dengan demikian, sangat mungkin setiap warga Turki dan warga negara yang tergabung dalam Nato bikin ulah macam-macam menimbulkan aksi teror dengan mengatasnamakan Isis di Indonesia sehingga Indonesia terseret dalam pertarungan nu gelo jeung nu burung.

Kita tidak pernah tahu, bukan?

Kalau toh Putin salah, apa dasar Indonesia untuk tidak percaya terhadap tudingan Putin?

Apa pula dasar Indonesia jika mempercayai kata-kata Presiden Rusia Vladimir Putin?

Mau percaya atau tidak, harus punya alasan yang jelas dan harus berdasarkan pada kepentingan nasional Indonesia!

Yang jelas adalah Dajjal sedang bekerja bersama pasukan syetannya untuk mengacaukan hidup manusia. Mereka tidak senang melihat manusia hidup harmonis. Siapa pun yang tidak menginginkan hidup harmonis adalah syetan. Pasukan Dajjal itu syetan. Syetan itu minal jinnati wannas, ‘terdiri atas jenis jin dan manusia’.

Ciri-ciri syetan itu kata Allah swt adalah suka menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan, membuat manusia sibuk mencari kekayaan, gemar berbohong, suka mengadudomba, pengecut, gemar bersembunyi, tetapi lemah mudah digertak serta mudah dikalahkan, dan lain sebagainya, cari sendiri di dalam Al Quran, masih banyak cirinya.

Sepanjang tetap berpegang pada Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, insyaallah kita akan tetap selamat di dunia dan di akhirat. Amin.

Yang paling penting: Jangan Koplok!



Sunday, 29 November 2015

Jika Terus Begitu, Habieb Rizieq Bego Menolak Rahmat Allah swt

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya, saya ingin menulis judul Habieb Rizieq Bego Menghina Allah swt. Akan tetapi, saya tidak menemukan penghinaan yang dia lakukan. Dia hanya bego. Bego itu lebih parah daripada bodoh. Bodoh bukanlah suatu kesalahan. Hal itu merupakan kondisi ketidakmengetahuan atas sesuatu. Bodoh bisa diatasi dengan belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Adapun bego adalah menganggap kebodohan sebagai suatu kebenaran. Nah, Habieb Rizieq itu berada dalam “kebegoan” karena dia menganggap kebodohan dirinya sebagai suatu kebenaran.

Iya, dia. Habieb Rizieq yang itu. Saya sedang menulis tentang Ketua FPI. Memang dia yang sedang saya bahas kebegoannya. Jangan berpikir tentang Habieb Rizieq yang lain. Yang itu saja. Dia orangnya, Tepat dia. Jadi, saya bertanggung jawab atas apa yang saya tulis. Dia memang sedang “bego”. Kalau dia tidak mau memperbaiki kebegoannya. Dia akan jatuh menjadi “tolol” dan “goblok”.

Sungguh saya mengaguminya dan sering ingin membelanya dari tuduhan orang-orang asing. Di luar negeri itu dia terkenal sebagai Ketua Teroris Indonesia. Orang asing yang berinteraksi dengan saya sering sekali mengatakan itu. Saya sesungguhnya ingin membelanya karena dia bukanlah teroris. Dia tidak melakukan sesuatu yang dianggap teror sehingga mendapatkan hukuman atas perilaku teror. Dia manusia bebas dan tetap menjadi bagian dari warga muslim Indonesia. Sampai saat ini pun saya menganggapnya seperti itu.
Akan tetapi, sebagai muslim, saya harus melaksanakan ajaran Islam dalam hal “saling menasihati” untuk kebaikan dan kesabaran. Saya harus menasihati Habieb Rizieq yang sedang “bego” itu. Saya tidak ingin dia jatuh menjadi orang tolol, kemudian goblok, yang akhirnya melakukan penghinaan kepada Allah swt.

Saya membaca kebegoannya itu di internet. Jadi, dasar saya menulis ini adalah informasi dari internet.

Dia dikabarkan memplesetkan sampurasun menjadi campur racun. Ya, itu adalah kebegoannya yang pertama.

Dia mengatakan bahwa membungkus pohon-pohon di jalan dengan kain kotak-kotak itu adalah kemusyrikan. Ya, itu adalah kebegoannya yang kedua.

Entah ada berapa lagi kebegoan yang telah dia lakukan. Akan tetapi, kedua hal itu sudah sangat cukup untuk kali ini kita bahas karena akan terlalu panjang jika ditulis hal yang lainnya dan saya keburu males menulisnya.

Dia mempelesetkan sampurasun  menjadi campur racun karena katanya ada pihak yang ingin mengganti ucapan asalaamu alaikum wr. wb.. Secara tidak langsung, dia menunjuk Bupati Purwakarta Dedy Mulyadi yang berupaya melakukan penggantian salam itu. Di samping itu, pada tahun 2015 ini, Rizieq masih mengatakan bahwa ada yang menginginkan ucapan asalaamu alaikum wr. wb. diganti dengan selamat pagi, selamat siang, dan selamat malam.

Sementara itu, Dedy sendiri mengatakan bahwa tak ada penggantian itu. Dia setelah mengucapkan asalaamu alaikum wr. wb. melanjutkan dengan sampurasun. Menurut saya, Dedy sudahlah sangat benar. Dia muslim, Sunda, dan Bupati. Sebagai Bupati, jika dia berpidato, tidak hanya didengar atau diikuti oleh orang Islam, ada juga nonmuslim. Jadi, sampurasun sangat tepat karena tidak ada kekhususan pengucapan hanya untuk kalangan tertentu. Ucapan itu bisa dilakukan kepada siapa saja. Berbeda dengan asalaamu alaikum wr. wb. yang hanya harus diucapkan di antara sesama muslim.

Saya juga begitu kok. Kalau sedang berbicara di depan banyak orang selalu mengucapkan asalaamu alaikum wr. wb. yang dilanjutkan dengan Salam Sejahtera. Hal itu disebabkan saya berbicara tidak hanya kepada muslim, tetapi juga nonmuslim yang bukan Sunda. Ada dari Medan, Timor Leste, Ambon, dan lain sebagainya. Apalagi Dedy yang bupati yang dituntut untuk berbicara kepada rakyatnya yang bukan  hanya beragama Islam.

Rizieq pun mempersoalkan ada yang berupaya mengganti asalaamu alaikum wr. wb.  dengan selamat pagi, siang, sore, atau malam. Untuk hal ini, Rizieq mencoba “meracuni” pikiran orang dengan persoalan yang sudah lama usang, out of date, kedaluwarsa. Dia mencoba menghangatkan kembali masalah yang sudah kedaluwarsa. Makanan apa pun yang sudah kedaluwarsa jika mau dihangatkan bagaimana pun, tetap saja  menjadi racun. Begitu juga dia menghangatkan “makanan” yang jika dimakan, akan menjadi racun. Dialah sebenarnya yang melakukan “campur racun” dalam arti memasukan masalah yang kedaluwarsa ke alam pikiran masyarakat muslim yang sebetulnya sudah lama paham soal itu.

Persoalan asalaamu alaikum wr. wb. dan selamat pagi, siang, sore, malam, tengah malam, subuh itu persoalan ketika saya masih SMP dan sudah selesai ketika saya memasuki SMA. Kaum muslim sudah sangat mengerti. Tidak perlu lagi diomongin pada tahun ini, nggak ada gunanya.

Nggak ada gunanya, Bieb!

Tambuh laku!

Ucapan selamat pagi, siang, sore, ataupun malam sudah jarang terdengar. Orang-orang mayoritas sudah menggunakan asalaamu alaikum wr. wb. dan ditambah ucapan salam lain, seperti, Salam Sejahtera, Sampurasun, ataupun Om Swastiastu karena mereka berhadapan bukan hanya dengan orang Islam. Di sekolahan, instansi pemerintah dan swasta, di gedung dewan sudah seperti itu. Kalau di masjid dan lingkungan pengajian, ya gak perlu ditambahin lagi, cukup asalaamu alaikum wr. wb..

Jadi, jangan racuni lagi orang-orang dengan masalah yang sudah lama kedaluwarsa. Orang-orang sudah sangat bijak dengan ucapan salam yang bisa diterima semua orang dan tidak melanggar syariat Islam.

Malahan saya sekarang, sudah berusaha melatih diri jika menulis surat, baik resmi ataupun tidak, tidak lagi menggunakan asalaamu alaikum wr. wb..

Kenapa?

Hal itu disebabkan Nabi Muhammad saw tidak pernah menggunakan kalimat asalaamu alaikum wr. wb. ketika membuat surat.

Nah, baru tahu kan?

Nabi Muhammad saw itu kalau membikin surat selalu diawali dengan bismillaahirrahmaannirrahiim, tidak pernah asalaamu alaikum wr. wb.. Jadi, saya juga membiasakan diri dan orang-orang di sekeliling saya untuk menerima bismillaahirrahmaannirrahiim sebagai kalimat pembuka surat, bukan lagi asalaamu alaikum wr. wb..

Ngerti?

Harusnya Rizieq juga bicara keras soal ini kalau mau karena menulis surat dengan kalimat pembuka asalaamu alaikum wr. wb. adalah tidak sesuai dengan kebiasaan Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, kemungkinan besar orang-orang FPI masih banyak yang bikin surat diawali dengan asalaamu alaikum wr. wb..

Itu tidak sesuai dengan kebiasaan Rasulullaah saw, Bieb … tidak sesuai Bieb!

Akan tetapi, tidak perlu juga kita mengatakan bidah, syirik, atau sesat kepada mereka yang masih menggunakan asalaamu alaikum wr. wb. dalam membuat surat. Hal itu disebabkan mereka belum paham, kayak orang-orang FPI juga kemungkinan masih belum paham. Persoalan seperti ini bisa disosialisasikan dengan santun, ramah, dan penuh dasar ilmu pengetahuan. Tidak perlu teriak keras-keras, Takbiiir! Emangnya mau perang.

Lalu .. apa ya?

Oh, ya. Soal kain poleng kotak-kotak di pohon di jalan-jalan. Rizieq kabarnya bilang Bupati Purwakarta melakukannya bukan untuk keindahan, tetapi untuk keberkahan.

Wow, bukankah keindahan itu adalah bagian dari keberkahan?

Innallaaha jamiilun yuhibbul jamaal, ‘Allah itu sesungguhnya indah dan mencintai keindahan’.

Jelaslah bahwa keindahan itu bagian dari keberkahan. Allah swt sendiri yang penuh berkah adalah penuh dengan keindahan.

Apa masalahnya?

Di Kota Bandung malah pohon-pohon di jalan dibungkus kain poleng hijau, biru, kuning.

Masalah juga buat Lu?

Begini ya, kalau memahami ayat-ayat Allah swt itu jangan hanya yang ada dalam Al Quran dan Hadits. Ayat Allah swt itu kan terdiri atas ayat quraniyah atau qauliyah  dan ayat kauniyah. Tidaklah beriman seseorang jika mengingkari ayat quraniyah dan ayat kauniyah. Tidak beriman juga seseorang jika hanya menerima ayat quraniyah dan menganggap sesat atau mengingkari ayat kauniyah.

Warna-warna yang diciptakan Allah swt itu ada gunanya. Tidak ada sesuatu pun yang diciptakan Allah swt itu sia-sia. Orang-orang tua Sunda itu sejak masa dahulu gemar sekali melakukan hubungan batin dengan alam sekitarnya dan memahami benar bahwa dirinya dengan alam ini merupakan satu kesatuan yang utuh tidak terpisahkan karena berawal dari Zat Yang Satu, Tunggal, Esa. Oleh sebab itu, tak heran jika Islam sangat mudah diterima oleh Urang Sunda. Hal itu disebabkan banyak sekali kemiripan antara keyakinan Sunda Lama dengan ajaran Islam. Misalnya, kalau di agama lain, tingkat tertinggi peraihan kehidupan manusia itu adalah Nirwana atau Surga, tetapi ajaran Sunda lebih dari itu, yaitu Ngahiyang, ‘men-Tuhan’, atau bersatunya diri dengan zat ketuhanan. Mirip sekali dengan ajaran Islam bahwa peraihan tertinggi dalam perjalanan hidup manusia itu bukan Surga, tetapi mendapatkan ridha Allah swt, melebur dalam cinta Allah swt. Patuh dan loyal bukan karena takut neraka atau menginginkan surga, tetapi karena mengharap ridha Allah swt.

Gitu, Coy!

Saking diterimanya Islam di masyarakat Sunda, Drs. H. Sali Iskandar, Ketua Pembina Yayasan Al Ghifari, mengatakan bahwa Sunda itu identik dengan Islam. Jika ada orang Sunda tidak beragama Islam, akan sangat sulit orang itu disebut orang Sunda. Dalam kata lain, orang Sunda itu sudah sepantasnya Islam.

Kembali pada kain poleng kotak-kotak itu. Dalam perjalanan batin sepuh-sepuh Sunda, ditemukan bahwa warna-warna itu memilliki pengaruh masing-masing terhadap kehidupan ini.

Jangan dulu bilang musryik Lu kalau belum mengerti benar. Entar seperti orang-orang yang suka menertawakan air doa, padahal air yang sudah didoakan itu berubah molekulnya menjadi lebih positif dan berguna untuk penyembuhan. Sains sudah membuktikan hal itu. Begitu juga warna.

Warna poleng kotak-kotak itu juga pasti ada maksudnya, yaitu mungkin mendorong gelombang energi positif yang bisa membuat lebih harmonis situasi. Persoalannya pengetahuan kita belum nyampe ke situ.

Beberapa warna lain mungkin kita sudah tahu manfaatnya bagi manusia. Misalnya, warna hijau. Dokter mata sangat menganjurkan kita untuk melihat warna-warna hijau agar mata kita sehat. Memang kenyataannya seperti itu kok. Saya punya teman, namanya Dr. H. Deden Suhendar, M.Si., mantan rektor Universitas Al Ghifari Bandung. Ketika masih mahasiswa Sastra Arab di Universitas Padjadjaran Bandung, dia berkacamata tebal sekali. Saya Sastra Indonesia. Dia kesal dengan keadaan matanya. Dia mengikuti anjuran dokter, yaitu harus melihat yang hijau-hijau, apa pun itu. Selepas shalat Shubuh, dia selalu pergi ke bukit di daerah Dago, Bandung, dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat pepohonan yang hijau-hijau. Dalam kesehariannya pun dia berusaha untuk melihat yang hijau-hijau pula. Suatu saat kekesalannya memuncak, dia banting kacamatanya hingga pecah. Ajaibnya, dia sembuh. Tak lagi menggunakan kacamata. Lalu, dia melatih lagi matanya dengan membaca Al Quran yang hurufnya kecil-kecil.

Nah, bukankah warna hijau itu mengandung keberkahan?

Ini fakta, bukan dongeng. Tanya aja langsung sama orangnya kan saya tulis jelas namanya.

Adalagi orang yang punya penyakit batuk menahun. Dia mendapatkan saran untuk lebih sering menggunakan warna kuning. Oleh sebab itu, sebelum tidur ia mendekatkan lampu lima wat berwarna kuning ke tenggorokannya beberapa menit. Setelah  sekian lama melakukan itu, ia pun sembuh.

Nah, bukankah warna kuning juga mengandung keberkahan?

Masih belum mengerti juga?

Okelah.

Mengapa Kabah warna kain penutupnya selalu hitam dan ada warna putih bercampur kuning keemasan?

Kenapa tidak diganti dengan warna lain saja yang lebih cerah dan ngejreng?

Ada yang berani menggantinya?

Nggak ada kan?

Kalau ditanyain sama Rizieq juga mungkin jawabannya, Nabi Muhammad juga tidak menggantinya atau itu sudah menjadi kebiasaan Nabi dan kita harus mengikutinya. Padahal, sebelum Muhammad saw diangkat menjadi Nabi juga, Kabah itu sudah begitu dan punya dasar kain penutup warna hitam ditambah warna-warna lain. Saat itu Kabah dikelilingi orang-orang kafir dan para penyembah berhala.

Warna hitam itu punya pengaruh bagi kehidupan dan memiliki simbol yang nyata. Hitam itu melambangkan ketegasan, kejujuran, keberanian, sekaligus kekuatan yang menghancurkan. Oleh sebab itu, universitas paling tua di dunia, Al Azhar, Kairo, Mesir, menggunakan warna hitam bagi para wisudawan. Kebiasaan Al Azhar ini diikuti oleh perguruan tinggi di seluruh dunia. Para sarjana itu diharapkan mampu menggunakan ilmu pengetahuannya bersandarkan pada energi Kabah, yaitu hidup penuh kejujuran, tegas, adil, berani membela yang lemah, serta mampu menghancurkan kekafiran.

Nah, warna hitam itu juga mengandung keberkahan bukan?

Nabi Muhammad saw tahu itu. Oleh sebab itu, warna Kabah bukanlah warna pelangi, tetapi hitam dengan sedikit putih dan keemasan. Akan tetapi, jamaah haji dan umroh harus menggunakan kain berwarna putih. Itu juga ada maksudnya. Hitam Kabah dan putih jamaah menjadi paduan hitam-putih yang bukan hanya indah, tetapi ada maksud lain yang kita belum tahu.

Jadi, poleng kotak-kotak hitam dan putih di pohon Purwakarta dan hijau, biru, kuning di Bandung itu punya maksud untuk kebaikan. Itu diciptakan oleh Allah swt. Itu tidak ada dalam Al Quran dan Hadits yang tersurat. Akan tetapi, ada pada ayat-ayat kauniyah.

Bisa jadi juga penggunaan kain poleng kotak-kotak hitam dan putih itu diajarkan oleh salah seorang nabi yang ada di Indonesia. Kan nabi itu banyak, bukan cuma 25 orang. Lebih dari seribu. Sangat mungkin ada nabi yang lahir di Indonesia dan mengajarkan penggunaan kain poleng kotak-kotak itu karena di samping menimbulkan keindahan juga memberikan efek positif bagi lingkungannya sehingga kehidupan menjadi berkah. Toh, Kabah dan para jamaahnya juga paduan antara hitam dan putih. Pasti ada maksud-Nya. Hanya otak kita belum mencapai ke arah sana.

Ada yang menertawakan saya karena saya mengatakan mungkin ada nabi yang lahir di tanah Indonesia?

Bego kalian!

Memang ada gitu keterangan bahwa nabi itu harus selalu berasal dari Timur Tengah?

Nggak ada kan? Memang pasti nggak ada.

Jangan ngarang kalian!

Penelitan terbaru yang dilakukan oleh Dr K.H. Fahmy Basya, ahli Matematika Islam, mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. adalah berasal dari Indonesia. Ia mendapatkan banyak bukti, baik dari relief di Candi Borobudur maupun dari nama-nama tempat di Indonesia, seperti, Wonosobo atau Wanasaba dan itu ada ditulis dalam Al Quran tentang negeri Saba yang Indonesia banget. Entar saya tulis bagaimana jelasnya Saba yang difirmankan Allah swt dengan keadaan Indonesia. Sabar ya. Di samping itu, ada kota yang namanya Sleman. Dari sanalah Nabi Sulaeman berasal. Fahmy Basya punya banyak perhitungan yang mendukung bukti bahwa Nabi Sulaeman itu berada di tanah Indonesia.
Jadi, ada kemungkinan banyak nabi berada di Indonesia dari zaman ke zaman. Toh, Allah swt menegaskan bahwa sudah mengutus para Rasul dengan menggunakan bahasa kaumnya sendiri.

Dengan demikian, jangan hanya terpaku pada ayat-ayat yang tersurat, melainkan pula harus memahami ayat-ayat yang tersirat yang ada di alam ini. Kalau kita hanya mengandalkan ayat-ayat yang tersurat dan menganggap remeh ayat-ayat kauniyah hanya karena kita belum mengerti, kita sudah meracuni diri kita dengan kebodohan yang akan menyebabkan kita mengingkari dan menolak rahmat Allah swt.

Rizieq memang harus lebih banyak belajar. Jika dia ngotot bahwa sesuatu yang belum dimengertinya merupakan kemusyrikan, dia benar-benar bego dan menutup diri dari pemahaman-pemahaman baru mengenai kekuasaan Allah swt.

Lebih bego lagi jika dia tidak meminta maaf kepada masyarakat Sunda. Artinya, dia menganggap bahwa dirinya benar 100% berdasarkan pengetahuannya yang teramat terbatas itu. Itu adalah keangkuhan arrogant-ignorant, ‘sombong-bloon’.

Kita harus mendukung masyarakat Sunda yang telah melaporkan penghinaan Rizieq terhadap adat Sunda yang penuh keluhuran itu. Polisi wajib menuntaskan masalah itu agar tidak lagi ada orang yang berani mengumbar ketololannya untuk menghina suku-suku yang  ada di Indonesia.

Sekarang Suku Sunda yang merasa dilecehkan. Kalau dibiarkan, baik polisi maupun pemerintah sama dengan “merestui” pelecehan tersebut. Bahayanya, perilaku arogan tak berpengetahuan itu dianggap benar dan akan terjadi pelecehan-pelecehan lain terhadap suku-suku lain. Akibatnya, akan ada banyak kekisruhan dan kemarahan. Lebih dari itu, perilaku seperti itu sama saja dengan menolak rahmat Allah swt hanya karena dia tidak mengerti. Padahal, yang dia tolak itu adalah ayat-ayat kauniyah yang belum dia pahami.

Ingat kalimat yang harus diucapkan sesering mungkin dalam setiap keadaan adalah bismillaahirrahmaannirrahiim. Artinya, kita harus menebarkan kasih dan sayang dalam kehidupan ini, bukan kemarahan dan kebencian. Jika menemukan sesuatu yang kita yakini merupakan kesalahan, perbaiki dengan cara yang santun dan beradab, tidak dengan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kata-kata. Kekerasan hanya dilakukan jika kemunkaran itu sudah tidak bisa lagi diperbaiki dengan cara-cara yang baik.

Baik menurut siapa?

Baik menurut Allah swt berdasarkan ayat-ayat quraniyah dan kauniyah.

Kalau menolak atau mengingkari ayat-ayat Allah swt, baik yang quraniyah maupun yang kauniyah, itu adalah kebegoan yang akan berakhir pada penghinaan kepada Allah swt. Hal itu disebabkan akan mudah menganggap sesuatu sebagai tidak berguna dan musyrik, padahal Allah swt menciptakan hal itu untuk kebaikan manusia. Akhirnya, kita akan tidak mendapatkan rahmat Allah swt karena menganggap sesuatu yang baik itu sebagai kemusyrikan.

Habieb Rizieq harus sadar dan meminta maaf serta belajar lebih giat lagi tentang hidup dan kehidupan ini. Kalau tidak, dia pantas untuk dipenjarakan karena akan meracuni pikiran banyak kaum muslim dengan pikiran-pikirannya yang sangat terbatas itu. Dia akan menolak rahmat Allah swt yang berada dalam ayat kauniyah hanya karena dia belum paham atau menolak untuk mengerti tentang ayat-ayat itu.

Tuesday, 24 November 2015

Peringatan Hari tanpa Terorisme


oleh Tom FInaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Segala hal yang terkait terorisme ini selalu bikin banyak perdebatan, kecurigaan, ketidakpercayaan, kemarahan, sindiran, dan pikiran-pikiran buruk lainnya.

Mengapa?

Hal itu disebabkan semua orang marah, kesal, sekaligus takut. Marah karena aparat keamanan kita tidak memberikan rasa aman. Kesal karena terkesan penanganan terorisme tidak bersandarkan pada kepentingan nasional, melainkan kepentingan asing yang justru pihak-pihak asing yang kerap memicu tumbuhnya perilaku-perilaku teror. Takut karena memang ngeri dan menakutkan.

Kemarahan, kekesalan, dan ketakutan itu dilampiaskan pada pihak pemerintah yang seharusnya memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan, baik itu pemerintah pusat maupun aparat keamanan, seperti, intelijen dan kepolisian. Perdebatan, kecurigaan, ketidakpercayaan, kemarahan, sindiran, dan pikiran-pikiran buruk tentang terorisme menuding langsung kepada mereka.

Akan tetapi, ada sesuatu hal penting yang kita lupakan atau kita abaikan. Rakyat dan saya juga melupakan hal yang teramat penting bahwa ada banyak hari, minggu, dan bulan yang aman dan terlindungi dari peristiwa-peristiwa teror. Ada banyak hari tanpa teror. Situasi tersebut sudah selayaknya kita hargai, kita apresiasi, kita syukuri. Hari-hari aman dan terlindungi itulah yang juga kita harus ingat. Hari-hari itu juga merupakan prestasi kerja dari pemerintah pusat, intelijen, kepolisian, TNI, dan aparat lainnya yang berkewajiban untuk menciptakan dan menumbuhkan rasa aman.

Kita boleh mengkritik keras bahkan memaki-maki pemerintah dan aparat keamanan jika terjadi ketidakamanan. Akan tetapi, kita pun harus memberikan apresiasi terhadap pemerintah dan aparat keamanan atas keamanan yang kita rasakan. Itu namanya adil, fair.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya melamunkan sesuatu yang romantis. Pada saat ini yang kita tahu sendiri banyak terjadi teror dan ancaman yang jelas meneror rasa aman kita, mari kita dorong pemerintah dan aparat keamanan untuk bekerja lebih baik dan lebih menyenangkan. Sebagai rakyat, kita berhak mengkritik, tetapi berhak pula memberikan penghargaan.

Untuk menghargai hari-hari aman kita dari terorisme, mengapa tidak kita rayakan bersama?
Misalnya, kita peringati “Enam Bulan tanpa Terorisme”. Dalam setiap enam bulan yang aman, kita berikan bunga pada polisi, TNI, dan anggota Bin sebagai ucapan terima kasih atas keamanan yang kita rasakan. Bunga itu bisa kita berikan di mana saja. Bisa di jalan, di kantor, di tempat-tempat umum, atau di rumah-rumah mereka. Demi Allah swt, cara itu akan sangat mendorong mereka untuk berbuat lebih baik lagi karena kita sebagai rakyat benar-benar menghargai mereka. Mereka memang sudah mendapatkan gaji atas kerja mereka, tetapi bunga adalah lambang keramahan dan cinta yang sangat ampuh untuk menjalin dan menumbuhkan rasa saling mencintai, menghormati, dan menghargai. Mereka pun akan lebih bersemangat dan lebih bertanggung jawab untuk menjaga kita dari segala sesuatu yang berpotensi mengganggu kita. Mereka akan ingat bahwa mereka memang benar-benar harus melindungi kita bukan sekedar kewajiban, tetapi juga atas dasar cinta. Mereka akan ingat bahwa mereka sebenarnya sedang melindungi orang-orang yang mencintai mereka. Di samping itu, mereka akan sangat merasa bersalah jika tidak mampu melindung orang-orang yang mencintai mereka.

Bunga itu lambang cinta  yang tak terbantahkan. Siapa pun yang memberikan bunga, pasti akan memberikannya sambil tersenyum. Tak pernah ada orang yang memberikan bunga dengan wajah penuh kebencian dan kemarahan. Sebaliknya, orang yang menerima bunga akan menerimanya sambil tersenyum pula.

Pernah mendapatkan hadiah berupa bunga?

Saya pernah.

Ada tiga momen yang tak pernah terlupakan ketika saya mendapatkan pemberian berupa bunga. Ketiga momen itu terjadi ketika saya masih mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung. Dua kali saya mendapatkan bunga di tempat kuliah dari seorang perempuan dan seorang pria. Dari yang pria sebagai lambang persahabatan antarfakultas. Dari yang perempuan sebagai ajakan untuk mengenang salah seorang guru besar Unpad yang telah almarhum. Satu momen lagi dari seorang perempuan di tempat saya bekerja. Saya memang kuliah sambil bekerja menjadi Satpam pada sebuah lembaga pendidikan.

Perempuan itu memberikan bunga sambil berkata, “Ini buat kamu.”

Dalam ketiga momen itu, saya selalu merasakan sesuatu getaran yang menggoncangkan hati dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Benar-benar pengalaman yang luar biasa.

Sekeras apa pun seseorang, sebengis apa pun dia, semengerikan apa pun dia, saat menerima bunga hatinya tiba-tiba layu, lunak, dan lemah. Hati yang berada dalam kondisi tersebut membuat seluruh tubuhnya menjadi jinak.

So, mengapa kita tidak memberikan bunga pada polisi, TNI, dan Bin?

Iya, itu juga yang saya tanyakan pada diri sendiri, mengapa saya tidak melakukannya?

Saya memang pemalu.

Di samping itu, bunga akan lebih menguatkan lagi ikatan kita sebagai saudara sesama bangsa. Kita akan lebih mampu untuk merasa sebagai satu keluarga besar yang harus saling melindungi, menghormati, dan menghargai.

Kalau tidak mampu beli bunga karena memang harganya juga mahal, kita bisa berikan hal lain. Misalnya, bunga yang dibuat dari origami warna-warni atau gambar-gambar bunga yang kita buat sendiri pada selembar kertas.

Saya membayangkan bagaimana senang dan riuh rendahnya anak-anak TK dan SD yang dibimbing gurunya untuk membuat kerajinan dari origami berbentuk bunga dan atau gambar bunga. Bagaimana lucunya tangan-tangan mungil mereka memainkan kertas, lem, dan pensil warna untuk membuat bunga. Bagaimana riangnya mereka karena mereka akan memberikannya untuk Bapak-bapak polisi dan TNI di sekitar sekolah mereka.

Lalu, dengan bimbingan gurunya mereka memberikannya pada polisi dan TNI dengan ucapan, “Terima kasih atas enam bulan yang aman dari terorisme.”

Dalam momen itu semua akan tersenyum dan terharu, bahkan akan ada yang menangis bahagia.

Saya membayangkan bagaimana para mahasiswa yang biasanya berhadapan dengan polisi dan TNI akan merasa lebih dekat dan bersaudara dengan ucapan yang sama, “Terima kasih atas enam bulan yang aman dari terorisme.”

Bunga itu pun akan membuat malu para pemberi dan penerimanya dari melakukan berbagai keburukan yang akan mencederai hubungan cinta dan silaturahmi yang sudah tercipta.

Mari kita lawan terorisme dengan bunga dan senyum. Biarkan para teroris itu cemburu karena cinta dan persaudaraan kita. Biarkan para teroris itu marah dan kesal karena benar-benar terpinggirkan dari cinta dan persaudaraan. Biarkan mereka tersudut di tempat-tempat gelap dan kotor karena membiarkan dirinya diliputi kemarahan dan kebencian. Biarkan para pencipta teror kelimpungan karena kita menutupi jalan-jalan kejahatan mereka dengan bunga, senyum, cinta, dan persaudaraan.

Meskipun demikian, kita tetap harus membuka pintu bagi para teroris jika mereka pun mau dan bersedia berbagi bunga, senyum, cinta, dan persaudaraan.

Mari kita rayakan “Enam Bulan tanpa Terorisme”. Akan tetapi, perayaan itu tak perlu diadakan jika dalam enam bulan itu, terdapat aksi teror walaupun teramat kecil.

Begitulah saya melamun.

Bisakah lamunan ini menjadi kenyataan?

Kalau bisa, let’s do it!


Kalau tidak bisa, apa penyebabnya?

Sunday, 22 November 2015

Tawarkan Indonesia pada Dunia


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Dulu sekali ketika saya masih SMA, sering berdiskusi di Masjid Agung Bandung yang kini semakin cantik karena ditata dengan lebih baik dalam kepemimpinan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Di sana itu banyak aktivis remaja masjid yang berkumpul saling berkenalan, diskusi, dan bertukar informasi. Karena saya masih SMA, saya lebih banyak mendengar mereka yang sudah mahasiswa berdiskusi. Saya mendapat banyak pengetahuan baru dari mendengarkan mereka itu.

Ada hal menarik yang saya dengarkan dari para mahasiswa itu. Salah seorang dari mereka berkata bahwa Raja Arab King Faisal yang sempat membuat Presiden AS Nixon hampir kesurupan gara-gara akan menghentikan minyak ke AS sangat mengharapkan bahwa pemimpin dunia itu lahir di Indonesia. Kabarnya, King Faisal sangat mengagumi kehati-hatian orang Islam Indonesia dalam beribadat. Dia melihat begitu kerasnya saat itu pertentangan antara kelompok-kelompok Islam di Indonesia dalam hal tatacara ibadat. Memang benar, saat itu gerakan shalat, ushalli, jari telunjuk bergerak-gerak saat tahiyat, qunut, niat shalat, dan hal lainnya menjadi masalah besar dalam kehidupan umat Islam Indonesia. King Faisal justru melihatnya dengan kagum dan berpendapat bahwa orang Indonesia itu sangat hati-hati dan takut salah melakukan ibadat sehingga rela bertengkar untuk mendapatkan cara-cara ibadat yang benar dan tidak meragukan.  Wallaahu alam.

Saat mendengar para mahasiswa itu berdiskusi saya langsung berpikir bahwa memang bisa jadi pemimpin dunia itu akan lahir dari Indonesia. Akan tetapi, bukan karena soal hati-hati dalam beribadat, melainkan saya berpikir bahwa siapa pun yang mampu memimpin Indonesia dengan baik mencapai cita-cita nasionalnya dengan gemilang, pasti akan mampu memimpin dunia. Coba bayangkan, Indonesia ini terdiri atas 17.000 pulau dengan ribuan suku, ribuan bahasa, ribuan adat istiadat, ribuan keyakinan, ribuan keinginan, dan ribuan perbedaan yang bisa memicu konflik dan disintegrasi. Pemimpin Indonesia yang mampu mempersatukan hati ribuan perbedaan yang tertanam dalam jiwa 250 juta penduduk Indonesia untuk mencapai tujuan nasionalnya adalah hal yang teramat hebat dan benar-benar pemimpin ulung. Saya membayangkan bahwa Indonesia ini sebagai miniatur dunia. Siapa pun yang mampu mengelola miniatur itu, mampulah dia memimpin dunia. Begitu kira-kira lamunan saya saat masih SMA itu.

Lamunan saya itu nggak melenceng jauh dari keinginan Proklamator RI Ir. Soekarno. Beliau menginginkan Indonesia bisa menjadi mercusuar dunia yang menerangi dunia dari kegelapannya menuju cahaya sehingga mampu berjalan pada jalan yang baik dan aman.

Kalau menjadi mercusuar, berarti membimbing orang lain yang sedang dalam keadaan gelap, bukan?

Itu artinya memimpin, bukan?

Bisakah Indonesia memimpin dunia?

Mengapa tidak bisa?

Kita punya banyak kelebihan yang telah dianugerahkan Allah swt kepada kita.

Dalam situasi dunia yang penuh gonjang-ganjing begini sesungguhnya Indonesia telah memberikan contoh kepada dunia bagaimana caranya mengasihi dan peduli kepada sesama manusia yang tidak ada pertentangan apa pun di antara warga bangsa. Masalahnya, dunia bukanlah Indonesia. Tidak seluruh penduduk manusia mampu seperti Indonesia dan kita pun tampaknya menganggap bahwa hal itu merupakan hal biasa karena memang sudah seharusnya terjadi.

Contoh apa yang telah kita berikan pada dunia yang tidak semua penduduk dunia mampu melakukannya?

Masih ingat bagaimana kita memperlakukan pengungsi muslim Rohingya?

Perilaku bangsa Indonesia itu mendapat pujian dari negara-negara besar bahkan PBB. Kita tidak pernah berhitung dulu dalam menyelamatkan manusia. Rakyat pinggiran pantai Aceh yang memulainya memberikan pertolongan, kemudian diikuti oleh upaya pemerintah yang juga sangat menyejukkan. Setelah menyelamatkan mereka, rakyat pinggiran Aceh meskipun berada dalam kondisi yang tidak bisa disebut kaya raya, malah masih banyak yang miskin memberikan sumbangan makanan dan pakaian. Tangan dan hati kita sangat terbuka untuk mereka yang sedang dilanda kesulitan. Tak seorang Indonesia pun yang memprotes kehadiran pengungsi itu di tanah air Indonesia. Tak seorang Indonesia pun yang menanyakan apakah mereka itu di negara asalnya bermasalah atau tidak. Kita lebih mengutamakan menyelamatkan manusia terlebih dahulu. Urusan mereka bermasalah atau tidak di negaranya, itu urusan belakangan yang penting selamat dulu. Artinya, 100% rakyat Indonesia setuju menolong mereka.

Perilaku kita dalam menerima dan mengurus pengungsi itu adalah yang terbaik di seluruh dunia. Itu fakta dan sudah seharusnya menjadi contoh bagi negara mana pun dalam menerima, mengurus, dan menyelamatkan para pengungsi yang sedang dalam keadaan butuh pertolongan.

Sekarang mari kita lihat bagaimana negara-negara Barat sana dalam menghadapi persoalan pengungsi Suriah yang juga sama-sama membutuhkan pertolongan. Sesungguhnya, tidak semua negara mampu melakukan seperti yang dilakukan Indonesia. Di antara mereka ada yang negaranya menolak dan membatasi pengungsi, tetapi rakyatnya mau menerima. Ada yang sebaliknya, negaranya mau menerima, tetapi rakyatnya tidak mau. Adapula negara dan rakyatnya yang tampak sama-sama enggan menerima dan menolong pengungsi. Rumit memang mereka. Banyak di antara mereka yang ketakutan, merasa berat, dan khawatir jika para imigran itu akan mempersulit hidup mereka. Kalaupun mau menerima, tetap disertai kecurigaan dan kewaspadaan tinggi berlipat-lipat yang membuat mereka sendiri jadi tidak tenang. Mereka kebanyakan berhitung duluan. Ini juga fakta.

Indonesia dalam arti pemerintah dan rakyatnya seharusnya lebih bisa mempertontonkan kebaikan kita dalam mengelola urusan pengungsi agar negara-negara lain mampu melakukan seperti yang kita lakukan. Kita harus mempertontonkan hal itu bukan untuk kesombongan dan merasa paling baik, tetapi agar kebaikan kita dapat dicontoh oleh orang lain sehingga urusan kemanusiaan akan lebih baik tertangani. Dengan demikian, secara tidak langsung kita telah membimbing dunia dengan contoh yang telah kita lakukan.

Kita pun sesungguhnya punya contoh yang teramat baik untuk ditawarkan pada dunia untuk mengatasi berbagai konflik, perang, permusuhan, dan pertikaian yang berlarut-larut. Kita jangan terseret agenda mereka dalam menghadapi konflik yang hanya akan menjadikan kita mirip boneka atau simpatisan pihak-pihak tertentu. Kita-lah yang seharusnya menyeret mereka ke dalam agenda kita. Agenda kita itu ya itu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Nggak ada lagi dan memang tidak boleh ada lagi agenda di luar itu.

Sudah saya bilang tadi bahwa Indonesia itu mirip miniatur dunia. Kita punya pengalaman didera berbagai konflik bersenjata. Dari berbagai pengalaman itu kita menyadari bahwa menyelesaikan kekerasan dengan kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan baru. Kesadaran kita tentang hal itu menjadikan kita lebih wise dalam menyelesaikan berbagai konflik. Kita mampu menyelesaikan masalah di Aceh, Ambon, Papua, Kalimantan, bahkan DI/TII adalah dengan pendekatan yang bukan hanya keamanan dan hukum, tetapi Islah dan kesejahteraan sehingga semua pihak dapat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Artinya, kita sebelumnya telah mencoba memahami akar masalah dari timbulnya berbagai konflik atau disintegrasi itu. Kesimpulan yang kita ambil salah satunya adalah persoalan kesejahteraan dan ketimpangan sosial lainnya. Oleh sebab itu, kita berupaya terus-menerus mengatasi berbagai ketimpangan yang terjadi sehingga tidak lagi menjadi pemicu konflik-konflik lanjutan.

Mengapa tidak kita tawarkan pengalaman Indonesia dalam mengatasi konflik untuk mengatasi konflik di tingkat dunia?

Kan sebenarnya sama saja, bedanya hanya sifat dan lokasinya.

Mengapa kita tidak sarankan dunia untuk menggali dan memahami akar permasalahan berbagai konflik yang ada agar permasalahan itu diatasi sehingga tidak lagi menimbulkan kekerasan baru?

Mengapa kita seolah-olah melupakan keberhasilan kita, lalu mengikuti arus dunia yang hanya mengedepankan keamanan, hukum, dan intelijen tanpa mengatasi akar masalah yang sebenarnya?

Semua pihak yang bertikai di tingkat dunia kan sebenarnya bisa duduk bersama, lalu berlelah-lelah membicarakan masalah dan keinginan masing-masing seperti yang dilakukan Indonesia dalam mengatasi berbagai konflik di dalam negeri. Kalau mereka tidak mau duduk bersama, artinya memang tidak ingin ada penyelesaian. Penyelesaian yang mereka inginkan adalah menguasai hidup orang lain. Kalau sudah begitu, mereka memang gemar berkelahi dan hobi membunuh. Kita mesti jauhi perilaku mereka semacam itu dan kita hina kegemaran mereka itu.

Kita lihat kenyataannya hari ini. Kekerasan dibalas lagi oleh kekerasan baru. Sangat primitif. 

Akibatnya, kekerasan menjadi-jadi dan tambah meluas. Hal yang sudah pasti kita yakini adalah kekerasan demi kekerasan itu tidak akan pernah berhenti karena akan muncul kekerasan-kekerasan lainnya.

Begitu kan yang kita yakini?

Kekerasan yang diselesaikan dengan cara kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan baru.

Ada yang tidak yakin?

Ingatkan dunia tentang yang kita yakini agar mereka sadar dan tidak lagi menimbulkan kekerasan baru!

Indonesia perlu meyakinkan mereka untuk berdamai dan menjaga ketertiban bersama. Itu yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang 1945.


Dunia membutuhkan Indonesia yang berani membuat terobosan baru untuk kepentingan seluruh umat manusia. Jika kita berhasil, insyaallah, di dunia kita akan menemukan banyak kebaikan dan di akhirat kita mendapatkan banyak sekali pahala serta pengampunan dari Allah swt. 

Amin.