Tuesday 24 November 2015

Peringatan Hari tanpa Terorisme


oleh Tom FInaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Segala hal yang terkait terorisme ini selalu bikin banyak perdebatan, kecurigaan, ketidakpercayaan, kemarahan, sindiran, dan pikiran-pikiran buruk lainnya.

Mengapa?

Hal itu disebabkan semua orang marah, kesal, sekaligus takut. Marah karena aparat keamanan kita tidak memberikan rasa aman. Kesal karena terkesan penanganan terorisme tidak bersandarkan pada kepentingan nasional, melainkan kepentingan asing yang justru pihak-pihak asing yang kerap memicu tumbuhnya perilaku-perilaku teror. Takut karena memang ngeri dan menakutkan.

Kemarahan, kekesalan, dan ketakutan itu dilampiaskan pada pihak pemerintah yang seharusnya memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan, baik itu pemerintah pusat maupun aparat keamanan, seperti, intelijen dan kepolisian. Perdebatan, kecurigaan, ketidakpercayaan, kemarahan, sindiran, dan pikiran-pikiran buruk tentang terorisme menuding langsung kepada mereka.

Akan tetapi, ada sesuatu hal penting yang kita lupakan atau kita abaikan. Rakyat dan saya juga melupakan hal yang teramat penting bahwa ada banyak hari, minggu, dan bulan yang aman dan terlindungi dari peristiwa-peristiwa teror. Ada banyak hari tanpa teror. Situasi tersebut sudah selayaknya kita hargai, kita apresiasi, kita syukuri. Hari-hari aman dan terlindungi itulah yang juga kita harus ingat. Hari-hari itu juga merupakan prestasi kerja dari pemerintah pusat, intelijen, kepolisian, TNI, dan aparat lainnya yang berkewajiban untuk menciptakan dan menumbuhkan rasa aman.

Kita boleh mengkritik keras bahkan memaki-maki pemerintah dan aparat keamanan jika terjadi ketidakamanan. Akan tetapi, kita pun harus memberikan apresiasi terhadap pemerintah dan aparat keamanan atas keamanan yang kita rasakan. Itu namanya adil, fair.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya melamunkan sesuatu yang romantis. Pada saat ini yang kita tahu sendiri banyak terjadi teror dan ancaman yang jelas meneror rasa aman kita, mari kita dorong pemerintah dan aparat keamanan untuk bekerja lebih baik dan lebih menyenangkan. Sebagai rakyat, kita berhak mengkritik, tetapi berhak pula memberikan penghargaan.

Untuk menghargai hari-hari aman kita dari terorisme, mengapa tidak kita rayakan bersama?
Misalnya, kita peringati “Enam Bulan tanpa Terorisme”. Dalam setiap enam bulan yang aman, kita berikan bunga pada polisi, TNI, dan anggota Bin sebagai ucapan terima kasih atas keamanan yang kita rasakan. Bunga itu bisa kita berikan di mana saja. Bisa di jalan, di kantor, di tempat-tempat umum, atau di rumah-rumah mereka. Demi Allah swt, cara itu akan sangat mendorong mereka untuk berbuat lebih baik lagi karena kita sebagai rakyat benar-benar menghargai mereka. Mereka memang sudah mendapatkan gaji atas kerja mereka, tetapi bunga adalah lambang keramahan dan cinta yang sangat ampuh untuk menjalin dan menumbuhkan rasa saling mencintai, menghormati, dan menghargai. Mereka pun akan lebih bersemangat dan lebih bertanggung jawab untuk menjaga kita dari segala sesuatu yang berpotensi mengganggu kita. Mereka akan ingat bahwa mereka memang benar-benar harus melindungi kita bukan sekedar kewajiban, tetapi juga atas dasar cinta. Mereka akan ingat bahwa mereka sebenarnya sedang melindungi orang-orang yang mencintai mereka. Di samping itu, mereka akan sangat merasa bersalah jika tidak mampu melindung orang-orang yang mencintai mereka.

Bunga itu lambang cinta  yang tak terbantahkan. Siapa pun yang memberikan bunga, pasti akan memberikannya sambil tersenyum. Tak pernah ada orang yang memberikan bunga dengan wajah penuh kebencian dan kemarahan. Sebaliknya, orang yang menerima bunga akan menerimanya sambil tersenyum pula.

Pernah mendapatkan hadiah berupa bunga?

Saya pernah.

Ada tiga momen yang tak pernah terlupakan ketika saya mendapatkan pemberian berupa bunga. Ketiga momen itu terjadi ketika saya masih mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung. Dua kali saya mendapatkan bunga di tempat kuliah dari seorang perempuan dan seorang pria. Dari yang pria sebagai lambang persahabatan antarfakultas. Dari yang perempuan sebagai ajakan untuk mengenang salah seorang guru besar Unpad yang telah almarhum. Satu momen lagi dari seorang perempuan di tempat saya bekerja. Saya memang kuliah sambil bekerja menjadi Satpam pada sebuah lembaga pendidikan.

Perempuan itu memberikan bunga sambil berkata, “Ini buat kamu.”

Dalam ketiga momen itu, saya selalu merasakan sesuatu getaran yang menggoncangkan hati dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Benar-benar pengalaman yang luar biasa.

Sekeras apa pun seseorang, sebengis apa pun dia, semengerikan apa pun dia, saat menerima bunga hatinya tiba-tiba layu, lunak, dan lemah. Hati yang berada dalam kondisi tersebut membuat seluruh tubuhnya menjadi jinak.

So, mengapa kita tidak memberikan bunga pada polisi, TNI, dan Bin?

Iya, itu juga yang saya tanyakan pada diri sendiri, mengapa saya tidak melakukannya?

Saya memang pemalu.

Di samping itu, bunga akan lebih menguatkan lagi ikatan kita sebagai saudara sesama bangsa. Kita akan lebih mampu untuk merasa sebagai satu keluarga besar yang harus saling melindungi, menghormati, dan menghargai.

Kalau tidak mampu beli bunga karena memang harganya juga mahal, kita bisa berikan hal lain. Misalnya, bunga yang dibuat dari origami warna-warni atau gambar-gambar bunga yang kita buat sendiri pada selembar kertas.

Saya membayangkan bagaimana senang dan riuh rendahnya anak-anak TK dan SD yang dibimbing gurunya untuk membuat kerajinan dari origami berbentuk bunga dan atau gambar bunga. Bagaimana lucunya tangan-tangan mungil mereka memainkan kertas, lem, dan pensil warna untuk membuat bunga. Bagaimana riangnya mereka karena mereka akan memberikannya untuk Bapak-bapak polisi dan TNI di sekitar sekolah mereka.

Lalu, dengan bimbingan gurunya mereka memberikannya pada polisi dan TNI dengan ucapan, “Terima kasih atas enam bulan yang aman dari terorisme.”

Dalam momen itu semua akan tersenyum dan terharu, bahkan akan ada yang menangis bahagia.

Saya membayangkan bagaimana para mahasiswa yang biasanya berhadapan dengan polisi dan TNI akan merasa lebih dekat dan bersaudara dengan ucapan yang sama, “Terima kasih atas enam bulan yang aman dari terorisme.”

Bunga itu pun akan membuat malu para pemberi dan penerimanya dari melakukan berbagai keburukan yang akan mencederai hubungan cinta dan silaturahmi yang sudah tercipta.

Mari kita lawan terorisme dengan bunga dan senyum. Biarkan para teroris itu cemburu karena cinta dan persaudaraan kita. Biarkan para teroris itu marah dan kesal karena benar-benar terpinggirkan dari cinta dan persaudaraan. Biarkan mereka tersudut di tempat-tempat gelap dan kotor karena membiarkan dirinya diliputi kemarahan dan kebencian. Biarkan para pencipta teror kelimpungan karena kita menutupi jalan-jalan kejahatan mereka dengan bunga, senyum, cinta, dan persaudaraan.

Meskipun demikian, kita tetap harus membuka pintu bagi para teroris jika mereka pun mau dan bersedia berbagi bunga, senyum, cinta, dan persaudaraan.

Mari kita rayakan “Enam Bulan tanpa Terorisme”. Akan tetapi, perayaan itu tak perlu diadakan jika dalam enam bulan itu, terdapat aksi teror walaupun teramat kecil.

Begitulah saya melamun.

Bisakah lamunan ini menjadi kenyataan?

Kalau bisa, let’s do it!


Kalau tidak bisa, apa penyebabnya?

No comments:

Post a Comment