oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Doa adalah senjata orang
beriman. Itu jelas. Doa bisa menembus batas waktu dan tempat. Ia akan menarik energi
ketuhanan sebagaimana kalimat-kalimat yang dipanjatkan dan akan memberikan energi
ekstra bagi pendoanya. Orang yang gemar berdoa hatinya akan lembut dan penuh
percaya diri dalam menapaki kehidupan ini. Allah swt adalah satu-satunya zat
yang membuatnya kuat dan tenang sepanjang hidupnya.
Doa pun berarti permohonan agar Allah swt memberikan atau
menganugerahkan sesuatu sesuai dengan keinginan pendoanya. Doa pun berarti
pengakuan diri bahwa pendoa adalah makhluk yang lemah dan sangat membutuhkan
pertolongan dari Zat Mahakuat, Allah swt.
Berdoa untuk orang lain adalah sangat baik. Dalam suatu
keterangan disebutkan bahwa jika kita berdoa untuk kebaikan orang lain, saat
itu pula ada seribu malaikat yang berdoa untuk kita. Jadi, berdoa untuk orang
lain itu memiliki manfaat positif pula bagi pendoanya yang jauh berlipat ganda
kebaikannya dibandingkan dengan doa yang kita panjatkan.
Berdoa untuk orang lain adalah bagus. Akan tetapi, akan
menjadi aneh jika kita mendoakan orang-orang yang tidak jelas, orang-orang yang
tidak kita ketahui manfaatnya bagi diri kita, orang-orang yang hanya diklaim
sebagai orang baik tanpa kita tahu sejauh mana kebaikannya, orang-orang yang
hanya diiklankan sebagai pemimpin tanpa kita tahu apa manfaatnya dia bagi kita,
orang-orang yang hanya dikampanyekan sebagai orang shaleh tanpa kita tahu
dengan jelas keshalehannya.
Hal yang lebih lucu adalah jika mendoakan pemimpin negara
lain yang sama sekali tidak memberikan manfaat apa pun bagi kita. Bahkan, ada
banyak orang di Indonesia ini yang begonya bukan main. Orang-orang bego ini
mendoakan pemimpin negara lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah modar sejak lama dan menginginkan
orang-orang Indonesia serta Negara Indonesia untuk mengekor pada para pemimpin
negara lain itu. Aneh. Padahal, orang-orang bego itu sendiri tidak pernah
mendapatkan manfaat apa pun dari orang yang disanjung-sanjungnya itu. Aneh bin
tolol. Begonya, mereka yakin bahwa kebegoannya itu adalah suatu kebaikan. Benar-benar
goblok. Gilanya lagi orang-orang bego itu bikin-bikin acara seperti tradisi
negara lain yang aneh dan dianggap suatu ritual utama sesuai anjuran dari para
pemimpin negara lain itu. Kusut pikiran mereka itu.
Ngapain sih mereka melakukan
hal-hal tolol serupa itu?
Pernah mendapat keuntungan
apa sih dari para pemimpin negara lain itu?
Mengapa begitu yakin jika
mengikuti para pemimpin yang tidak bermanfaat itu bakalan masuk sorga?
Emang pernah ada jaminan
dari Allah swt bahwa mereka itu adalah sudah dipastikan masuk sorga?
Benar-benar herman saya … eh
… heran saya.
Nih, saya kasih tahu bahwa
yang lebih baik kita doakan itu adalah Ir. Soekarno, Proklamator RI, yang sejak
muda sudah mencintai bangsanya dan menderita berulang-ulang ditahan pihak
kolonialis. Dia berjuang untuk kita dan kita pun mendapatkan manfaat dari Ir.
Soekarno. Dia adalah orang yang sangat pantas didoakan daripada mendoakan
pemimpin negara lain yang tidak jelas juntrungnya.
Yang pantas didoakan itu
adalah Jenderal Sudirman yang sekuat tenaga dalam keadaan sakit keluar masuk
hutan untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun sudah dinasihati banyak orang untuk
beristirahat, ia tidak mau berhenti berjuang.
Ia dengan tegas dalam
keadaan sakit parah mengatakan, “Sudirman boleh sakit, tetapi Jenderal Sudirman
tidak boleh sakit.”
Hebat kan perjuangannya?
Kita orang Indonesia
mendapatkan manfaat dan keuntungan dari sepak terjangnya Jenderal Besar
Sudirman. Bodoh jika kita merasa dirugikan oleh Jenderal Sudirman. Dialah yang
lebih berhak untuk kita doakan dibandingkan para petinggi negara lain yang
gemar mengafirkan orang itu.
Yang pantas didoakan itu
adalah Mohammad Natsir yang banyak memberikan pencerahan dan pelajaran berharga
bagi Indonesia. Ia adalah intelektual nomor wahid yang pikirannya tajam dan
jauh ke depan sehingga bangsa Indonesia mendapatkan banyak wawasan dalam
berbangsa dan bernegara. Dia adalah orang yang pantas kita doakan daripada
orang-orang yang mengklaim diri sebagai orang yang dekat dengan Tuhan, tetapi
gemar berbohong.
Yang pantas didoakan dan
didengar nasihatnya itu adalah Prabu Kian Santang, Buya Hamka, Tjut Nyak Dhien,
Tuanku Tambusai, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Ternate, Hasanuddin,
dan ribuan pahlawan Indonesia lainnya yang telah bertaruh nyawa untuk kita.
Sangatlah goblok kita jika mendoakan orang-orang yang hanya dikabarkan sebagai
orang berilmu, tetapi justru menebar perpecahan di antara kita.
Tradisi yang pantas diikuti
adalah tradisi yang diciptakan para wali. Para wali itu menciptakan tradisi
untuk suasana gotong royong, kebersamaan, dan harmonisasi kehidupan. Beda
banget dengan tradisi yang dijalankan di luar negeri yang diklaim sebagai
ritual utama, tetapi penuh dengan kekerasan dan menumbuhkan dendam serta
kebencian.
Kalian mengerti apa yang
saya tulis ini?
Kebangetan kalau kalian tidak
mengerti!
Yang pantas kita doakan dan
kita dengar nasihatnya adalah mereka yang benar-benar mencintai kita dan
membuktikannya dalam sepanjang hidup mereka, bukan orang-orang yang berasal
dari luar negeri yang hanya berupaya menyebarkan pengaruh dan menimbulkan
kekisruhan di antara kita, bahkan sama sekali tidak memberikan manfaat apa pun
bagi kita.
Sudah jangan berperilaku
bego lagi ngikut-ngikut orang-orang yang hanya mengklaim diri sebagai orang
benar, tetapi tidak membuktikan diri sebagai orang yang mencintai kita dan
peduli dengan cinta itu sendiri.
Kalian ngerti ini?
Harus!
No comments:
Post a Comment