Monday, 2 November 2015

Wasit Goblog!



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Pernah dengar makian Wasit Goblog!, ‘Wasit Goblok’?

Pernah dengar supporter sepakbola yang teriak-teriak minta pemain bola yang sedang main di lapangan diganti?

Pernah dengar ada penonton bola yang mengomentari permainan sepakbola yang seolah-olah lebih pintar dibandingkan dengan pemain bola dan pelatih bola?

Penggemar dan pemerhati sepakbola pasti pernah mendengar itu semua. Pasti pernah. Tidak perlu bohong.

Dulu saya sering sekali mendengar hal itu. Meskipun saya bukan penggemar dan bukan pula penonton sepakbola yang setia, tetap saja sekali-sekali memperhatikan dengan rasa kesal di hati. Memang sangat ngeselin kalo nonton sepakbola, terutama sepakbola kita, Indonesia. Rasa-rasanya jauh banget kalau mau manggung di pentas dunia. Ngimpiii!

Yang kasihan adalah tetangga-tetangga ibu saya. Orangtua saya itu punya banyak tetangga yang profesinya wasit. Ada wasit sepakbola, voli, tenis meja, basket, bulu tangkis, dan tinju. Mereka semua wasit-wasit berkelas nasional, mungkin juga internasional. Kalau saya sebut namanya, pasti banyak yang kenal, tapi gak perlu lah disebut namanya, kasihan. Ibu saya sering sekali mendapat Curhat dari para istri wasit itu. Kan ibu-ibu itu punya banyak gank. Ada grup pengajian, grup senam, grup terapi, grup arisan, dan lain-lain. Ibu saya sering ceritera sama saya bahwa para istri wasit itu sering sedih, kesal, dan marah. Soalnya, setiap mereka keluar rumah, sering sekali mendengar makian-makian Wasit Goblok, Ganti Wasit, Wasit Kena Suap, dan lain sebagainya yang diiringi oleh kata-kata yang berasal dari kebun binatang dan WC. Apalagi kalau Persib Bandung sedang main atau habis main, baik itu di Stadion Jalak Harupat, Siliwangi, atau stadion lainnya. Lebih-lebih kalau Persib Bandung menderita kekalahan. Makian-makian itu memekakkan telinga mereka dan itu terjadi di sepanjang perjalanan mereka. Itu terjadi setiap hari. Memang orang-orang yang memaki para wasit itu tidak secara langsung memaki ibu-ibu itu karena tidak tahu bahwa ibu-ibu itu istri para wasit. Akan tetapi, ibu-ibu itu jadi merasa terintimidasi karena suami mereka adalah para wasit. Meskipun bisa jadi bukan suami mereka yang menjadi wasit goblok, tetapi merasa tertekan juga. Kasihan kan?

Akan tetapi, sepanjang perjalanan Piala Presiden lalu, saya tak pernah mendengar makian-makian itu lagi. Jujur tidak pernah dengar lagi. Tidak ada lagi supporter yang teriak minta kepada pelatih untuk memainkan Si Ini atau Si Itu, mengganti Si Ini atau Si Itu. Tak ada lagi celoteh atau komentar yang sok pintar melebihi para pemain bola. Semua menonton dengan asyik dan berharap kesebelasan kesayangannya menang.

Wow, aneh kan?

Tak ada lagi perilaku atau kata-kata kasar yang meluncur pada wasit, pelatih, maupun pemain bola.

Indah bukan?

Jadi, saya menduga memang dulu sebelum ada Piala Presiden mungkin ada wasit goblok yang terima suap. Mungkin juga ada pemain bola tolol yang kena suap sehingga tidak memuaskan penonton pendukungnya. Bisa jadi pula ada pelatih bego yang juga kena suap sehingga memainkan pemain yang kurang berkualitas. Bahkan, eh … saya pernah dengar sendiri ada kabar seorang pemain cadangan di kesebelasan … duh lupa lagi nama kesebelasannya … yang mengaku bahwa harus menyuap pelatih agar bisa main dan tidak melulu duduk di kursi cadangan. Paraaah banget!

Jika kita ingin sepakbola kita berkualitas dengan baik, fair play harus dijaga. Prestasi lebih utama, uang belakangan aja. Rezeki itu sudah diatur Allah swt, tenang aja. Pelatihan harus lebih ditingkatkan. Dukungan publik dan pemerintah jangan hanya terbatas pada pembiayaan, izin, dan support, tetapi juga dengan kritik dan pengawasan menyeluruh agar permainan benar-benar menghibur, penuh prestasi, bersih, fair play, dan membanggakan.

Tonjok aja para penyuap dan yang disuap. Mereka itu perusak suasana. Mereka hanyalah orang-orang yang gila hormat dan gemar berjudi. Mereka gak peduli sepakbola Indonesia maju atau mati. Bagi mereka cuma duit, duit, dan duit. Mending kalo duitnya halal. Yang jelas pasti uang haram dan tega dibagikan kepada anak bininya. Gila mereka.

Ada seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri yang bilang sama saya, “Jadi, selama ini kita teriak-teriak mendukung tim kita enggak ada gunanya. Kan semuanya sudah diketahui hasilnya dan diatur sama para mafia. Kita hanya jadi tertipu.”


So?

No comments:

Post a Comment