oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebetulnya, saya ingin
menulis judul Habieb Rizieq Bego Menghina
Allah swt. Akan tetapi, saya tidak menemukan penghinaan yang dia lakukan.
Dia hanya bego. Bego itu lebih parah daripada bodoh. Bodoh bukanlah suatu
kesalahan. Hal itu merupakan kondisi ketidakmengetahuan atas sesuatu. Bodoh
bisa diatasi dengan belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Adapun bego adalah
menganggap kebodohan sebagai suatu kebenaran. Nah, Habieb Rizieq itu berada
dalam “kebegoan” karena dia menganggap kebodohan dirinya sebagai suatu
kebenaran.
Iya, dia. Habieb Rizieq yang
itu. Saya sedang menulis tentang Ketua FPI. Memang dia yang sedang saya bahas
kebegoannya. Jangan berpikir tentang Habieb Rizieq yang lain. Yang itu saja.
Dia orangnya, Tepat dia. Jadi, saya bertanggung jawab atas apa yang saya tulis.
Dia memang sedang “bego”. Kalau dia tidak mau memperbaiki kebegoannya. Dia akan
jatuh menjadi “tolol” dan “goblok”.
Sungguh saya mengaguminya dan
sering ingin membelanya dari tuduhan orang-orang asing. Di luar negeri itu dia
terkenal sebagai Ketua Teroris Indonesia. Orang asing yang berinteraksi dengan
saya sering sekali mengatakan itu. Saya sesungguhnya ingin membelanya karena
dia bukanlah teroris. Dia tidak melakukan sesuatu yang dianggap teror sehingga
mendapatkan hukuman atas perilaku teror. Dia manusia bebas dan tetap menjadi
bagian dari warga muslim Indonesia. Sampai saat ini pun saya menganggapnya
seperti itu.
Akan tetapi, sebagai muslim,
saya harus melaksanakan ajaran Islam dalam hal “saling menasihati” untuk
kebaikan dan kesabaran. Saya harus menasihati Habieb Rizieq yang sedang “bego”
itu. Saya tidak ingin dia jatuh menjadi orang tolol, kemudian goblok, yang
akhirnya melakukan penghinaan kepada Allah swt.
Saya membaca kebegoannya itu
di internet. Jadi, dasar saya menulis ini adalah informasi dari internet.
Dia dikabarkan memplesetkan sampurasun menjadi campur racun. Ya, itu adalah kebegoannya yang pertama.
Dia mengatakan bahwa
membungkus pohon-pohon di jalan dengan kain kotak-kotak itu adalah kemusyrikan.
Ya, itu adalah kebegoannya yang kedua.
Entah ada berapa lagi
kebegoan yang telah dia lakukan. Akan tetapi, kedua hal itu sudah sangat cukup
untuk kali ini kita bahas karena akan terlalu panjang jika ditulis hal yang
lainnya dan saya keburu males menulisnya.
Dia mempelesetkan sampurasun menjadi campur racun karena katanya ada pihak
yang ingin mengganti ucapan asalaamu
alaikum wr. wb.. Secara tidak langsung, dia menunjuk Bupati Purwakarta Dedy
Mulyadi yang berupaya melakukan penggantian salam itu. Di samping itu, pada
tahun 2015 ini, Rizieq masih mengatakan bahwa ada yang menginginkan ucapan asalaamu alaikum wr. wb. diganti dengan
selamat pagi, selamat siang, dan selamat malam.
Sementara itu, Dedy sendiri
mengatakan bahwa tak ada penggantian itu. Dia setelah mengucapkan asalaamu alaikum wr. wb. melanjutkan
dengan sampurasun. Menurut saya, Dedy
sudahlah sangat benar. Dia muslim, Sunda, dan Bupati. Sebagai Bupati, jika dia
berpidato, tidak hanya didengar atau diikuti oleh orang Islam, ada juga
nonmuslim. Jadi, sampurasun sangat tepat karena tidak ada kekhususan pengucapan
hanya untuk kalangan tertentu. Ucapan itu bisa dilakukan kepada siapa saja.
Berbeda dengan asalaamu alaikum wr. wb. yang
hanya harus diucapkan di antara sesama muslim.
Saya juga begitu kok. Kalau
sedang berbicara di depan banyak orang selalu mengucapkan asalaamu alaikum wr. wb. yang dilanjutkan dengan Salam Sejahtera. Hal itu disebabkan saya
berbicara tidak hanya kepada muslim, tetapi juga nonmuslim yang bukan Sunda.
Ada dari Medan, Timor Leste, Ambon, dan lain sebagainya. Apalagi Dedy yang
bupati yang dituntut untuk berbicara kepada rakyatnya yang bukan hanya beragama Islam.
Rizieq pun mempersoalkan ada
yang berupaya mengganti asalaamu alaikum
wr. wb. dengan selamat pagi, siang,
sore, atau malam. Untuk hal ini, Rizieq mencoba “meracuni” pikiran orang dengan
persoalan yang sudah lama usang, out of
date, kedaluwarsa. Dia mencoba menghangatkan kembali masalah yang sudah
kedaluwarsa. Makanan apa pun yang sudah kedaluwarsa jika mau dihangatkan
bagaimana pun, tetap saja menjadi racun.
Begitu juga dia menghangatkan “makanan” yang jika dimakan, akan menjadi racun.
Dialah sebenarnya yang melakukan “campur racun” dalam arti memasukan masalah
yang kedaluwarsa ke alam pikiran masyarakat muslim yang sebetulnya sudah lama
paham soal itu.
Persoalan asalaamu alaikum wr. wb. dan selamat
pagi, siang, sore, malam, tengah malam, subuh itu persoalan ketika saya masih
SMP dan sudah selesai ketika saya memasuki SMA. Kaum muslim sudah sangat
mengerti. Tidak perlu lagi diomongin pada tahun ini, nggak ada gunanya.
Nggak ada gunanya, Bieb!
Tambuh laku!
Ucapan selamat pagi, siang,
sore, ataupun malam sudah jarang terdengar. Orang-orang mayoritas sudah
menggunakan asalaamu alaikum wr. wb.
dan ditambah ucapan salam lain, seperti, Salam
Sejahtera, Sampurasun, ataupun Om
Swastiastu karena mereka berhadapan bukan hanya dengan orang Islam. Di
sekolahan, instansi pemerintah dan swasta, di gedung dewan sudah seperti itu.
Kalau di masjid dan lingkungan pengajian, ya gak perlu ditambahin lagi, cukup asalaamu alaikum wr. wb..
Jadi, jangan racuni lagi
orang-orang dengan masalah yang sudah lama kedaluwarsa. Orang-orang sudah
sangat bijak dengan ucapan salam yang bisa diterima semua orang dan tidak
melanggar syariat Islam.
Malahan saya sekarang, sudah
berusaha melatih diri jika menulis surat, baik resmi ataupun tidak, tidak lagi
menggunakan asalaamu alaikum wr. wb..
Kenapa?
Hal itu disebabkan Nabi
Muhammad saw tidak pernah menggunakan kalimat asalaamu alaikum wr. wb. ketika membuat surat.
Nah, baru tahu kan?
Nabi Muhammad saw itu kalau
membikin surat selalu diawali dengan bismillaahirrahmaannirrahiim,
tidak pernah asalaamu alaikum wr.
wb.. Jadi, saya juga membiasakan diri dan orang-orang di sekeliling saya
untuk menerima bismillaahirrahmaannirrahiim
sebagai kalimat pembuka surat, bukan lagi asalaamu
alaikum wr. wb..
Ngerti?
Harusnya Rizieq juga bicara
keras soal ini kalau mau karena menulis surat dengan kalimat pembuka asalaamu alaikum wr. wb. adalah tidak
sesuai dengan kebiasaan Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, kemungkinan besar
orang-orang FPI masih banyak yang bikin surat diawali dengan asalaamu alaikum wr. wb..
Itu tidak sesuai dengan
kebiasaan Rasulullaah saw, Bieb … tidak sesuai Bieb!
Akan tetapi, tidak perlu
juga kita mengatakan bidah, syirik, atau sesat kepada mereka yang masih
menggunakan asalaamu alaikum wr. wb.
dalam membuat surat. Hal itu disebabkan mereka belum paham, kayak orang-orang
FPI juga kemungkinan masih belum paham. Persoalan seperti ini bisa
disosialisasikan dengan santun, ramah, dan penuh dasar ilmu pengetahuan. Tidak
perlu teriak keras-keras, Takbiiir! Emangnya
mau perang.
Lalu .. apa ya?
Oh, ya. Soal kain poleng
kotak-kotak di pohon di jalan-jalan. Rizieq kabarnya bilang Bupati Purwakarta
melakukannya bukan untuk keindahan, tetapi
untuk keberkahan.
Wow, bukankah keindahan itu
adalah bagian dari keberkahan?
Innallaaha
jamiilun yuhibbul jamaal, ‘Allah itu sesungguhnya indah dan
mencintai keindahan’.
Jelaslah bahwa keindahan itu
bagian dari keberkahan. Allah swt sendiri yang penuh berkah adalah penuh dengan
keindahan.
Apa masalahnya?
Di Kota Bandung malah
pohon-pohon di jalan dibungkus kain poleng hijau, biru, kuning.
Masalah juga buat Lu?
Begini ya, kalau memahami
ayat-ayat Allah swt itu jangan hanya yang ada dalam Al Quran dan Hadits. Ayat
Allah swt itu kan terdiri atas ayat
quraniyah atau qauliyah dan ayat kauniyah.
Tidaklah beriman seseorang jika mengingkari ayat quraniyah dan ayat kauniyah.
Tidak beriman juga seseorang jika hanya menerima ayat quraniyah dan menganggap
sesat atau mengingkari ayat kauniyah.
Warna-warna yang diciptakan
Allah swt itu ada gunanya. Tidak ada sesuatu pun yang diciptakan Allah swt itu
sia-sia. Orang-orang tua Sunda itu sejak masa dahulu gemar sekali melakukan
hubungan batin dengan alam sekitarnya dan memahami benar bahwa dirinya dengan
alam ini merupakan satu kesatuan yang utuh tidak terpisahkan karena berawal
dari Zat Yang Satu, Tunggal, Esa. Oleh sebab itu, tak heran jika Islam sangat
mudah diterima oleh Urang Sunda. Hal
itu disebabkan banyak sekali kemiripan antara keyakinan Sunda Lama dengan
ajaran Islam. Misalnya, kalau di agama lain, tingkat tertinggi peraihan
kehidupan manusia itu adalah Nirwana atau Surga, tetapi ajaran Sunda lebih dari
itu, yaitu Ngahiyang, ‘men-Tuhan’,
atau bersatunya diri dengan zat ketuhanan. Mirip sekali dengan ajaran Islam
bahwa peraihan tertinggi dalam perjalanan hidup manusia itu bukan Surga, tetapi
mendapatkan ridha Allah swt, melebur dalam cinta Allah swt. Patuh dan loyal
bukan karena takut neraka atau menginginkan surga, tetapi karena mengharap
ridha Allah swt.
Gitu, Coy!
Saking diterimanya Islam di
masyarakat Sunda, Drs. H. Sali Iskandar, Ketua Pembina Yayasan Al Ghifari,
mengatakan bahwa Sunda itu identik dengan Islam. Jika ada orang Sunda tidak
beragama Islam, akan sangat sulit orang itu disebut orang Sunda. Dalam kata
lain, orang Sunda itu sudah sepantasnya Islam.
Kembali pada kain poleng
kotak-kotak itu. Dalam perjalanan batin sepuh-sepuh
Sunda, ditemukan bahwa warna-warna itu memilliki pengaruh masing-masing
terhadap kehidupan ini.
Jangan dulu bilang musryik Lu kalau belum mengerti benar. Entar
seperti orang-orang yang suka menertawakan air doa, padahal air yang sudah
didoakan itu berubah molekulnya menjadi lebih positif dan berguna untuk
penyembuhan. Sains sudah membuktikan hal itu. Begitu juga warna.
Warna poleng kotak-kotak itu
juga pasti ada maksudnya, yaitu mungkin mendorong gelombang energi positif yang
bisa membuat lebih harmonis situasi. Persoalannya pengetahuan kita belum nyampe
ke situ.
Beberapa warna lain mungkin
kita sudah tahu manfaatnya bagi manusia. Misalnya, warna hijau. Dokter mata
sangat menganjurkan kita untuk melihat warna-warna hijau agar mata kita sehat.
Memang kenyataannya seperti itu kok. Saya punya teman, namanya Dr. H. Deden
Suhendar, M.Si., mantan rektor Universitas Al Ghifari Bandung. Ketika masih
mahasiswa Sastra Arab di Universitas Padjadjaran Bandung, dia berkacamata tebal
sekali. Saya Sastra Indonesia. Dia kesal dengan keadaan matanya. Dia mengikuti
anjuran dokter, yaitu harus melihat yang hijau-hijau, apa pun itu. Selepas
shalat Shubuh, dia selalu pergi ke bukit di daerah Dago, Bandung, dan
menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat pepohonan yang hijau-hijau. Dalam
kesehariannya pun dia berusaha untuk melihat yang hijau-hijau pula. Suatu saat
kekesalannya memuncak, dia banting kacamatanya hingga pecah. Ajaibnya, dia
sembuh. Tak lagi menggunakan kacamata. Lalu, dia melatih lagi matanya dengan
membaca Al Quran yang hurufnya kecil-kecil.
Nah, bukankah warna hijau
itu mengandung keberkahan?
Ini fakta, bukan dongeng.
Tanya aja langsung sama orangnya kan saya tulis jelas namanya.
Adalagi orang yang punya
penyakit batuk menahun. Dia mendapatkan saran untuk lebih sering menggunakan
warna kuning. Oleh sebab itu, sebelum tidur ia mendekatkan lampu lima wat
berwarna kuning ke tenggorokannya beberapa menit. Setelah sekian lama melakukan itu, ia pun sembuh.
Nah, bukankah warna kuning
juga mengandung keberkahan?
Masih belum mengerti juga?
Okelah.
Mengapa Kabah warna kain
penutupnya selalu hitam dan ada warna putih bercampur kuning keemasan?
Kenapa tidak diganti dengan
warna lain saja yang lebih cerah dan ngejreng?
Ada yang berani
menggantinya?
Nggak ada kan?
Kalau ditanyain sama Rizieq
juga mungkin jawabannya, Nabi Muhammad
juga tidak menggantinya atau itu
sudah menjadi kebiasaan Nabi dan kita harus mengikutinya. Padahal, sebelum Muhammad saw diangkat menjadi Nabi
juga, Kabah itu sudah begitu dan punya dasar kain penutup warna hitam ditambah
warna-warna lain. Saat itu Kabah dikelilingi orang-orang kafir dan para
penyembah berhala.
Warna hitam itu punya
pengaruh bagi kehidupan dan memiliki simbol yang nyata. Hitam itu melambangkan
ketegasan, kejujuran, keberanian, sekaligus kekuatan yang menghancurkan. Oleh
sebab itu, universitas paling tua di dunia, Al Azhar, Kairo, Mesir, menggunakan
warna hitam bagi para wisudawan. Kebiasaan Al Azhar ini diikuti oleh perguruan
tinggi di seluruh dunia. Para sarjana itu diharapkan mampu menggunakan ilmu
pengetahuannya bersandarkan pada energi Kabah, yaitu hidup penuh kejujuran,
tegas, adil, berani membela yang lemah, serta mampu menghancurkan kekafiran.
Nah, warna hitam itu juga mengandung
keberkahan bukan?
Nabi Muhammad saw tahu itu.
Oleh sebab itu, warna Kabah bukanlah warna pelangi, tetapi hitam dengan sedikit
putih dan keemasan. Akan tetapi, jamaah haji dan umroh harus menggunakan kain
berwarna putih. Itu juga ada maksudnya. Hitam Kabah dan putih jamaah menjadi
paduan hitam-putih yang bukan hanya indah, tetapi ada maksud lain yang kita
belum tahu.
Jadi, poleng kotak-kotak
hitam dan putih di pohon Purwakarta dan hijau, biru, kuning di Bandung itu
punya maksud untuk kebaikan. Itu diciptakan oleh Allah swt. Itu tidak ada dalam
Al Quran dan Hadits yang tersurat. Akan tetapi, ada pada ayat-ayat kauniyah.
Bisa jadi juga penggunaan
kain poleng kotak-kotak hitam dan putih itu diajarkan oleh salah seorang nabi
yang ada di Indonesia. Kan nabi itu banyak, bukan cuma 25 orang. Lebih dari
seribu. Sangat mungkin ada nabi yang lahir di Indonesia dan mengajarkan
penggunaan kain poleng kotak-kotak itu karena di samping menimbulkan keindahan
juga memberikan efek positif bagi lingkungannya sehingga kehidupan menjadi
berkah. Toh, Kabah dan para jamaahnya juga paduan antara hitam dan putih. Pasti
ada maksud-Nya. Hanya otak kita belum mencapai ke arah sana.
Ada yang menertawakan saya
karena saya mengatakan mungkin ada nabi yang lahir di tanah Indonesia?
Bego kalian!
Memang ada gitu keterangan
bahwa nabi itu harus selalu berasal dari Timur Tengah?
Nggak ada kan? Memang pasti
nggak ada.
Jangan ngarang kalian!
Penelitan terbaru yang
dilakukan oleh Dr K.H. Fahmy Basya, ahli Matematika Islam, mengatakan bahwa
Nabi Sulaiman a.s. adalah berasal dari Indonesia. Ia mendapatkan banyak bukti,
baik dari relief di Candi Borobudur maupun dari nama-nama tempat di Indonesia,
seperti, Wonosobo atau Wanasaba dan itu ada ditulis dalam Al Quran tentang
negeri Saba yang Indonesia banget.
Entar saya tulis bagaimana jelasnya Saba yang difirmankan Allah swt dengan keadaan
Indonesia. Sabar ya. Di samping itu, ada kota yang namanya Sleman. Dari sanalah Nabi Sulaeman berasal. Fahmy Basya punya banyak
perhitungan yang mendukung bukti bahwa Nabi Sulaeman itu berada di tanah
Indonesia.
Jadi, ada kemungkinan banyak
nabi berada di Indonesia dari zaman ke zaman. Toh, Allah swt menegaskan bahwa
sudah mengutus para Rasul dengan menggunakan bahasa kaumnya sendiri.
Dengan demikian, jangan
hanya terpaku pada ayat-ayat yang tersurat, melainkan pula harus memahami ayat-ayat
yang tersirat yang ada di alam ini. Kalau kita hanya mengandalkan ayat-ayat
yang tersurat dan menganggap remeh ayat-ayat kauniyah hanya karena kita belum
mengerti, kita sudah meracuni diri kita dengan kebodohan yang akan menyebabkan
kita mengingkari dan menolak rahmat Allah swt.
Rizieq memang harus lebih
banyak belajar. Jika dia ngotot bahwa sesuatu yang belum dimengertinya
merupakan kemusyrikan, dia benar-benar bego dan menutup diri dari
pemahaman-pemahaman baru mengenai kekuasaan Allah swt.
Lebih bego lagi jika dia
tidak meminta maaf kepada masyarakat Sunda. Artinya, dia menganggap bahwa
dirinya benar 100% berdasarkan pengetahuannya yang teramat terbatas itu. Itu
adalah keangkuhan arrogant-ignorant, ‘sombong-bloon’.
Kita harus mendukung
masyarakat Sunda yang telah melaporkan penghinaan Rizieq terhadap adat Sunda
yang penuh keluhuran itu. Polisi wajib menuntaskan masalah itu agar tidak lagi
ada orang yang berani mengumbar ketololannya untuk menghina suku-suku yang ada di Indonesia.
Sekarang Suku Sunda yang
merasa dilecehkan. Kalau dibiarkan, baik polisi maupun pemerintah sama dengan “merestui”
pelecehan tersebut. Bahayanya, perilaku arogan tak berpengetahuan itu dianggap
benar dan akan terjadi pelecehan-pelecehan lain terhadap suku-suku lain. Akibatnya,
akan ada banyak kekisruhan dan kemarahan. Lebih dari itu, perilaku seperti itu
sama saja dengan menolak rahmat Allah swt hanya karena dia tidak mengerti.
Padahal, yang dia tolak itu adalah ayat-ayat kauniyah yang belum dia pahami.
Ingat kalimat yang harus
diucapkan sesering mungkin dalam setiap keadaan adalah bismillaahirrahmaannirrahiim. Artinya, kita harus menebarkan kasih
dan sayang dalam kehidupan ini, bukan kemarahan dan kebencian. Jika menemukan
sesuatu yang kita yakini merupakan kesalahan, perbaiki dengan cara yang santun
dan beradab, tidak dengan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kata-kata.
Kekerasan hanya dilakukan jika kemunkaran itu sudah tidak bisa lagi diperbaiki
dengan cara-cara yang baik.
Baik menurut siapa?
Baik menurut Allah swt
berdasarkan ayat-ayat quraniyah dan kauniyah.
Kalau menolak atau
mengingkari ayat-ayat Allah swt, baik yang quraniyah maupun yang kauniyah, itu
adalah kebegoan yang akan berakhir pada penghinaan kepada Allah swt. Hal itu
disebabkan akan mudah menganggap sesuatu sebagai tidak berguna dan musyrik,
padahal Allah swt menciptakan hal itu untuk kebaikan manusia. Akhirnya, kita
akan tidak mendapatkan rahmat Allah swt karena menganggap sesuatu yang baik itu
sebagai kemusyrikan.
Habieb Rizieq harus sadar dan meminta maaf serta belajar lebih giat lagi tentang hidup dan kehidupan ini. Kalau tidak, dia pantas untuk dipenjarakan karena akan meracuni pikiran banyak kaum muslim dengan pikiran-pikirannya yang sangat terbatas itu. Dia akan menolak rahmat Allah swt yang berada dalam ayat kauniyah hanya karena dia belum paham atau menolak untuk mengerti tentang ayat-ayat itu.
No comments:
Post a Comment