oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Dunia sampai hari ini harus
diakui masih dikuasai oleh dua pemikiran besar yang memiliki kekuatan nyata
dalam politik, ekonomi, dan militer. Kedua kekuatan ini adalah kekuatan
kapitalis dan komunis. Belum ada pemikiran lain yang setara dengan kapitalis
dan komunis dalam mengendalikan dunia. Itulah sebabnya dunia harus bersabar
menderita dan terus menderita hingga ada pemikiran lain yang membuat kapitalis
dan komunis tersingkir.
Kapitalis dan komunis dari dulu sama sekali tidak membuat
damai. Mereka selalu rebutan benda, kekuasaan, uang, sumber daya alam, dan kehormatan.
Kedua pemikiran itu pun sebenarnya memang lahir dari persengketaan soal benda
dan uang. Dengan demikian, apa pun yang dilakukan mereka selalu soal benda dan
uang. Tak heran jika mereka terus bersaing memengaruhi dunia agar kelompok
merekalah yang menang.
Negara Indonesia pun sempat mengalami masa-masa teramat
kelam akibat dari pertarungan antara kapitalis dan komunis ini. Masa-masa kelam
itu memuncak dengan terjadinya G-30-S atau Gestok. Abu dari kekelaman masa-masa
itu terbawa hingga hari ini dan menjadi gangguan bagi perkembangan bangsa
Indonesia.
Perang-perang dan pembantaian di dunia yang terjadi
sekarang ini pun masih melibatkan pertarungan antara kapitalis dan komunis. Adapun
orang-orang Islam yang berada di Timur Tengah sekarang ini sedang bertikai dan
saling bunuh, hanyalah pion-pion catur yang mendapat pengaruh dari kapitalis
dan komunis. Kaum muslim yang sedang berperang itu seolah-olah sedang berada
pada jalan yang benar dengan tujuan mendirikan daulah Islam, padahal jika
dilihat lebih jauh, tetap saja yang terjadi sesungguhnya adalah pertarungan
antara kapitalis dan komunis dalam arti rebutan benda, uang, dan sumber daya
alam.
Dalam berbagai pemberitaan yang beredar pihak AS dan
Rusia sepertinya bersungguh-sungguh untuk mengatasi kisruh yang terjadi di
Timur Tengah, terutama di Suriah. Sebenarnya, sulit sekali bisa diyakini bahwa
mereka mampu mengatasi konflik atau huru-hara yang terjadi. Hal itu disebabkan
mereka mengupayakan perdamaian dengan menyertakan niat untuk mendapatkan
keuntungan dari perang yang terjadi dan dari perdamaian yang terjadi. Perang
atau damai tetap harus menghasilkan keuntungan bagi mereka. Di samping itu pun,
kita bisa melihat dengan jelas bahwa kondisi negeri-negeri yang mereka terlibat
di dalamnya tidak pernah selesai dari konflik dan selalu berada dalam bahaya.
Kita lihat Irak, Libya, Afghanistan, Somalia, dan lain sebagainya yang tidak
pernah sepi dari pertempuran dan pembunuhan. Padahal, jika dilihat dari kekuatan
militer untuk “menenangkan” suatu kawasan, sangatlah mudah mereka lakukan. Akan
tetapi, kenyataannya “ketenangan” itu tidak pernah terjadi. Katanya “Polisi
Dunia”, tetapi tidak mampu menciptakan keamanan. Hal itu disebabkan mereka
datang hanya untuk mendapatkan keuntungan dengan kedok “perdamaian dan
ketertiban”. Itu semua hanyalah kedok dan akal bulus karena perdamaian dan
ketertiban itu tidak pernah terjadi.
Harus ada kekuatan pemikiran lain yang mampu mengatasi
pemikiran mereka. Sebetulnya, Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno sudah merancangnya
dengan to build a world anew, ‘membangun
kembali tatadunia baru’. Pemikiran yang dibawa Soekarno adalah Pancasila dengan
mengedepankan kesamaan dan kebersamaan. Seharusnya, pemerintah dan bangsa Indonesia
saat ini mampu menawarkan pemikiran yang lebih baik berdasarkan Pancasila untuk
menciptakan perdamaian dunia. Kita sebenarnya memiliki pengalaman segudang penuh
dalam menyelesaikan berbagai konflik dan pengalaman itu dapat ditawarkan dalam
bentuk konsep, proposal, atau gagasan ilmiah yang lebih detail dan rinci. Kita
memang memiliki cara yang lebih bermutu dibandingkan AS dan Rusia dalam
menciptakan perdamaian dunia. Hal itu disebabkan setiap menyelesaikan masalah,
dalam pandangan saya, selama ini Indonesia lebih mengedepankan persatuan, pride dan dignity, tanggung jawab terhadap sejarah, dan gotong royong tanpa
mengambil keuntungan sepihak sebagai hasil dari proses penyelesaian konflik
yang terjadi. Ambon, Papua, Kalimantan, dan Aceh dapat diselesaikan dengan
lebih baik dan meminimalisasi pertumpahan darah. Bahkan, Papua dan Aceh diberi
kesempatan besar agar mampu berdiri dengan lebih kokoh dan lebih menikmati
sumber daya alamnya dengan pembangunan dan pendidikan yang lebih baik. Mereka
tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari wilayah Indonesia lainnya serta tidak
menjadi wilayah “jajahan” yang dikeruk untuk keuntungan sepihak. Kalau ada yang
berniat curang terhadap mereka, seluruh warga Indonesia dari wilayah lain yang
sadar akan melakukan penentangan terhadap kecurangan itu. Itulah yang disebut
dengan senasib sepenanggungan.
Konflik Aceh yang sangat terkenal di dunia berhasil
diselesaikan dengan lebih baik meskipun harus terlebih dahulu mendapatkan “campur
tangan Allah swt”. Aceh bisa selesai dan tetap dalam pangkuan NKRI karena ada “intervensi
langsung dari Allah swt”. Intervensi itu berupa peringatan dari Allah swt yang
terwujud dalam bencana “tsunami yang teramat dahysat”. Tanpa tsunami yang
datang dari sisi Allah swt secara langsung, saya ragu Aceh bisa lebih tenang
seperti hari ini. Mungkin jika tidak ada tsunami, Aceh masih bertikai dengan
pemerintah pusat RI. Tsunami yang terjadi benar-benar membuat sulit konflik berkembang
terus. Hal itu disebabkan pihak-pihak yang bertikai akan mendapatkan kecaman
yang keras dan kehilangan dukungan karena terus melakukan huru-hara di
tengah-tengah orang-orang yang sedang menderita dan menyita perhatian dunia. Mau
tidak mau Aceh harus berdamai dengan RI dan tetap berada dalam NKRI. Itulah
yang namanya Allah swt Maha Berkehendak.
Indonesia harus mampu menawarkan gagasan yang lebih baik
untuk perdamaian dunia berdasarkan pengalaman hidup dan dasar negara Pancasila.
Syarat yang paling utama adalah harus terlepas dulu dari ketergantungan pada
kapitalis maupun komunis. Jika masih ada ketergantungan itu, jalan untuk
memberikan sumbangsih bagi perdamaian dunia masih sangat panjang dan berliku.
Saya pribadi memiliki keyakinan jika dunia ini
diselesaikan dengan berdasarkan pada pengalaman Indonesia menyelesaikan konflik
yang dilandasi semangat Pancasila, perdamaian pun akan lebih cepat tercipta.
Hal itu disebabkan Pancasila mengajarkan bahwa perdamaian dan persamaan itu harus diwujudkan agar keadilan dapat
tercipta dalam rangka mengabdikan diri pada Allah swt. Jadi, bukan
menciptakan perdamaian untuk mendapatkan keuntungan sepihak, melainkan untuk
kepentingan bersama seluruh umat manusia.
Sesungguhnya, kapitalis pun ingin berdamai asal …. Nah,
kata asal ini yang membuat perdamaian
sulit sekali tercipta karena merupakan persayaratan yang harus dipenuhi
musuhnya yang belum tentu disetujui. Demikian pula komunis, perdamaian boleh
terjadi asal …. Nah, mereka pun memiliki kata asal yang berupa syarat yang membuat segalanya tetap runyam.
Berbeda dengan Pancasila yang mengharuskan terjadinya
perdamaian tanpa ada kata asal …. Pancasila
mewajibkan kita untuk saling menghormati dan menghargai dalam menikmati dan
memiliki materi sebagai sarana untuk mengabdikan diri kepada Allah swt.
Dunia tidak akan pernah mengalami perdamaian yang hakiki
dan akan terus dalam pertikaian dan permusuhan karena setiap pihak ingin
memiliki keuntungan rendah dari pertikaian dan penyelesaian yang terjadi.
Pancasila pun tetap tidak akan mampu berbicara banyak di dunia internasional
jika bangsa Indonesia masih terikat pada kapitalis atau komunis. Kalau sudah
benar-benar terlepas dari kendali kapitalis atau komunis, Indonesia bisa berteriak
keras pada dunia untuk segera berhenti dari pertengkaran dengan mengikuti
keluhuran budi nusantara dalam menyelesaikan masalah dibandingkan terus-terusan
rebutan benda dan uang dengan cara saling bunuh, saling tuduh, saling tuding
lewat media-media massa.
Indonesia memiliki tanda-tanda kekuatan itu.
Bukankah kita sudah tidak takut membuat kapal para
pencuri ikan tenggelam?
Siapa yang kita takuti?
Bukankah kita sudah tidak takut untuk menghukum mati para
penjahat besar Narkoba meskipun kita dikecam negara-negara lain?
Siapa yang kita takuti?
Bukankah kita sudah tidak takut untuk mengklaim
kedaulatan wilayah NKRI, baik di darat, di laut, maupun di udara?
Siapa yang kita takuti?
Bukankah kita sudah tidak takut menghentikan pesawat
terbang asing yang melintasi wilayah udara Indonesia tanpa izin?
Siapa yang kita takuti?
Bukankah kita sudah merasa terhina jika ada WNI mendapat
perlakuan buruk di negara lain dan mulai memberikan perlawanan terhadap
pihak-pihak yang merugikan itu?
Siapa yang kita takuti?
Untuk memberikan gagasan mengenai perdamaian dunia, kita
sudah memiliki modal yang cukup untuk tegak berdiri. Yang masih harus dilakukan
oleh kita semua adalah meningkatkan rasa pede,
‘percaya diri’, bahwa kita mampu memberikan solusi yang teramat baik bagi
dunia.
No comments:
Post a Comment