Friday 26 August 2016

Dunia Tidak Akan Damai Jika Masih Diurus Mereka

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Dunia sampai hari ini harus diakui masih dikuasai oleh dua pemikiran besar yang memiliki kekuatan nyata dalam politik, ekonomi, dan militer. Kedua kekuatan ini adalah kekuatan kapitalis dan komunis. Belum ada pemikiran lain yang setara dengan kapitalis dan komunis dalam mengendalikan dunia. Itulah sebabnya dunia harus bersabar menderita dan terus menderita hingga ada pemikiran lain yang membuat kapitalis dan komunis tersingkir.

            Kapitalis dan komunis dari dulu sama sekali tidak membuat damai. Mereka selalu rebutan benda, kekuasaan, uang, sumber daya alam, dan kehormatan. Kedua pemikiran itu pun sebenarnya memang lahir dari persengketaan soal benda dan uang. Dengan demikian, apa pun yang dilakukan mereka selalu soal benda dan uang. Tak heran jika mereka terus bersaing memengaruhi dunia agar kelompok merekalah yang menang.

            Negara Indonesia pun sempat mengalami masa-masa teramat kelam akibat dari pertarungan antara kapitalis dan komunis ini. Masa-masa kelam itu memuncak dengan terjadinya G-30-S atau Gestok. Abu dari kekelaman masa-masa itu terbawa hingga hari ini dan menjadi gangguan bagi perkembangan bangsa Indonesia.

            Perang-perang dan pembantaian di dunia yang terjadi sekarang ini pun masih melibatkan pertarungan antara kapitalis dan komunis. Adapun orang-orang Islam yang berada di Timur Tengah sekarang ini sedang bertikai dan saling bunuh, hanyalah pion-pion catur yang mendapat pengaruh dari kapitalis dan komunis. Kaum muslim yang sedang berperang itu seolah-olah sedang berada pada jalan yang benar dengan tujuan mendirikan daulah Islam, padahal jika dilihat lebih jauh, tetap saja yang terjadi sesungguhnya adalah pertarungan antara kapitalis dan komunis dalam arti rebutan benda, uang, dan sumber daya alam.

            Dalam berbagai pemberitaan yang beredar pihak AS dan Rusia sepertinya bersungguh-sungguh untuk mengatasi kisruh yang terjadi di Timur Tengah, terutama di Suriah. Sebenarnya, sulit sekali bisa diyakini bahwa mereka mampu mengatasi konflik atau huru-hara yang terjadi. Hal itu disebabkan mereka mengupayakan perdamaian dengan menyertakan niat untuk mendapatkan keuntungan dari perang yang terjadi dan dari perdamaian yang terjadi. Perang atau damai tetap harus menghasilkan keuntungan bagi mereka. Di samping itu pun, kita bisa melihat dengan jelas bahwa kondisi negeri-negeri yang mereka terlibat di dalamnya tidak pernah selesai dari konflik dan selalu berada dalam bahaya. Kita lihat Irak, Libya, Afghanistan, Somalia, dan lain sebagainya yang tidak pernah sepi dari pertempuran dan pembunuhan. Padahal, jika dilihat dari kekuatan militer untuk “menenangkan” suatu kawasan, sangatlah mudah mereka lakukan. Akan tetapi, kenyataannya “ketenangan” itu tidak pernah terjadi. Katanya “Polisi Dunia”, tetapi tidak mampu menciptakan keamanan. Hal itu disebabkan mereka datang hanya untuk mendapatkan keuntungan dengan kedok “perdamaian dan ketertiban”. Itu semua hanyalah kedok dan akal bulus karena perdamaian dan ketertiban itu tidak pernah terjadi.

            Harus ada kekuatan pemikiran lain yang mampu mengatasi pemikiran mereka. Sebetulnya, Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno sudah merancangnya dengan to build a world anew, ‘membangun kembali tatadunia baru’. Pemikiran yang dibawa Soekarno adalah Pancasila dengan mengedepankan kesamaan dan kebersamaan. Seharusnya, pemerintah dan bangsa Indonesia saat ini mampu menawarkan pemikiran yang lebih baik berdasarkan Pancasila untuk menciptakan perdamaian dunia. Kita sebenarnya memiliki pengalaman segudang penuh dalam menyelesaikan berbagai konflik dan pengalaman itu dapat ditawarkan dalam bentuk konsep, proposal, atau gagasan ilmiah yang lebih detail dan rinci. Kita memang memiliki cara yang lebih bermutu dibandingkan AS dan Rusia dalam menciptakan perdamaian dunia. Hal itu disebabkan setiap menyelesaikan masalah, dalam pandangan saya, selama ini Indonesia lebih mengedepankan persatuan, pride dan dignity, tanggung jawab terhadap sejarah, dan gotong royong tanpa mengambil keuntungan sepihak sebagai hasil dari proses penyelesaian konflik yang terjadi. Ambon, Papua, Kalimantan, dan Aceh dapat diselesaikan dengan lebih baik dan meminimalisasi pertumpahan darah. Bahkan, Papua dan Aceh diberi kesempatan besar agar mampu berdiri dengan lebih kokoh dan lebih menikmati sumber daya alamnya dengan pembangunan dan pendidikan yang lebih baik. Mereka tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari wilayah Indonesia lainnya serta tidak menjadi wilayah “jajahan” yang dikeruk untuk keuntungan sepihak. Kalau ada yang berniat curang terhadap mereka, seluruh warga Indonesia dari wilayah lain yang sadar akan melakukan penentangan terhadap kecurangan itu. Itulah yang disebut dengan senasib sepenanggungan.

            Konflik Aceh yang sangat terkenal di dunia berhasil diselesaikan dengan lebih baik meskipun harus terlebih dahulu mendapatkan “campur tangan Allah swt”. Aceh bisa selesai dan tetap dalam pangkuan NKRI karena ada “intervensi langsung dari Allah swt”. Intervensi itu berupa peringatan dari Allah swt yang terwujud dalam bencana “tsunami yang teramat dahysat”. Tanpa tsunami yang datang dari sisi Allah swt secara langsung, saya ragu Aceh bisa lebih tenang seperti hari ini. Mungkin jika tidak ada tsunami, Aceh masih bertikai dengan pemerintah pusat RI. Tsunami yang terjadi benar-benar membuat sulit konflik berkembang terus. Hal itu disebabkan pihak-pihak yang bertikai akan mendapatkan kecaman yang keras dan kehilangan dukungan karena terus melakukan huru-hara di tengah-tengah orang-orang yang sedang menderita dan menyita perhatian dunia. Mau tidak mau Aceh harus berdamai dengan RI dan tetap berada dalam NKRI. Itulah yang namanya Allah swt Maha Berkehendak.

            Indonesia harus mampu menawarkan gagasan yang lebih baik untuk perdamaian dunia berdasarkan pengalaman hidup dan dasar negara Pancasila. Syarat yang paling utama adalah harus terlepas dulu dari ketergantungan pada kapitalis maupun komunis. Jika masih ada ketergantungan itu, jalan untuk memberikan sumbangsih bagi perdamaian dunia masih sangat panjang dan berliku.

            Saya pribadi memiliki keyakinan jika dunia ini diselesaikan dengan berdasarkan pada pengalaman Indonesia menyelesaikan konflik yang dilandasi semangat Pancasila, perdamaian pun akan lebih cepat tercipta. Hal itu disebabkan Pancasila mengajarkan bahwa perdamaian dan persamaan itu harus diwujudkan agar keadilan dapat tercipta dalam rangka mengabdikan diri pada Allah swt. Jadi, bukan menciptakan perdamaian untuk mendapatkan keuntungan sepihak, melainkan untuk kepentingan bersama seluruh umat manusia.

            Sesungguhnya, kapitalis pun ingin berdamai asal …. Nah, kata asal ini yang membuat perdamaian sulit sekali tercipta karena merupakan persayaratan yang harus dipenuhi musuhnya yang belum tentu disetujui. Demikian pula komunis, perdamaian boleh terjadi asal …. Nah, mereka pun memiliki kata asal yang berupa syarat yang membuat segalanya tetap runyam.

            Berbeda dengan Pancasila yang mengharuskan terjadinya perdamaian tanpa ada kata asal …. Pancasila mewajibkan kita untuk saling menghormati dan menghargai dalam menikmati dan memiliki materi sebagai sarana untuk mengabdikan diri kepada Allah swt.

            Dunia tidak akan pernah mengalami perdamaian yang hakiki dan akan terus dalam pertikaian dan permusuhan karena setiap pihak ingin memiliki keuntungan rendah dari pertikaian dan penyelesaian yang terjadi. Pancasila pun tetap tidak akan mampu berbicara banyak di dunia internasional jika bangsa Indonesia masih terikat pada kapitalis atau komunis. Kalau sudah benar-benar terlepas dari kendali kapitalis atau komunis, Indonesia bisa berteriak keras pada dunia untuk segera berhenti dari pertengkaran dengan mengikuti keluhuran budi nusantara dalam menyelesaikan masalah dibandingkan terus-terusan rebutan benda dan uang dengan cara saling bunuh, saling tuduh, saling tuding lewat media-media massa.

            Indonesia memiliki tanda-tanda kekuatan itu.

            Bukankah kita sudah tidak takut membuat kapal para pencuri ikan tenggelam?

            Siapa yang kita takuti?

            Bukankah kita sudah tidak takut untuk menghukum mati para penjahat besar Narkoba meskipun kita dikecam negara-negara lain?

            Siapa yang kita takuti?

            Bukankah kita sudah tidak takut untuk mengklaim kedaulatan wilayah NKRI, baik di darat, di laut, maupun di udara?

            Siapa yang kita takuti?

            Bukankah kita sudah tidak takut menghentikan pesawat terbang asing yang melintasi wilayah udara Indonesia tanpa izin?

            Siapa yang kita takuti?

            Bukankah kita sudah merasa terhina jika ada WNI mendapat perlakuan buruk di negara lain dan mulai memberikan perlawanan terhadap pihak-pihak yang merugikan itu?

            Siapa yang kita takuti?


            Untuk memberikan gagasan mengenai perdamaian dunia, kita sudah memiliki modal yang cukup untuk tegak berdiri. Yang masih harus dilakukan oleh kita semua adalah meningkatkan rasa pede, ‘percaya diri’, bahwa kita mampu memberikan solusi yang teramat baik bagi dunia. 

No comments:

Post a Comment