Tuesday 2 August 2016

Menegakkan Hukum dengan Cinta

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Selama ini orang sering berpikir dan merasa bahwa menegakkan hukum itu atas dasar dendam, kemarahan, efek jera, kesal, pembalasan, dan sebagainya. Itu tidak salah dan sangat diperbolehkan. Jika ada orang yang merasa dirugikan atau diperlakukan buruk dan diperlakukan jahat, boleh menuntut dan mendapatkan keadilan agar orang yang telah menzaliminya dihukum berat sesuai dengan perbuatannya. Kemudian, para penguasa, ahli hukum, dan cerdik pandai mencoba mencari cara untuk menetapkan jenis hukuman agar terjadi keadilan di masyarakat.

            Sesungguhnya, Allah swt telah memberikan koridor dengan adanya hukum qishash. Qishash itu berarti setimpal, sebanding, sesuai, atau sama ukurannya. Hukuman yang diterapkan haruslah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan. Kejahatan apa pun, baik yang berat maupun yang ringan, hukumannya harus sebanding dan setimpal. Jangan lebih berat dan jangan pula lebih ringan karena itu akan menimbulkan ketidakadilan. Apabila manusia mampu tepat dan setimpal dalam menegakkan hukum, berkah Allah swt akan datang di tempat itu. Sebaliknya, jika tidak setimpal dalam arti berlebihan atau terlalu ringan, negeri itu pun akan selalu diliputi kerancuan pada berbagai bidang.

            Jenis hukum qishash itu ada yang sudah diterangkan dan ditentukan jelas oleh Allah swt dalam Al Quran, tetapi ada pula yang belum ditentukan. Baik yang sudah ditentukan dengan jelas maupun yang belum, seluruh pelaksanaannya diserahkan kepada manusia. Allah swt hanya menilai dan menguji manusia dengan hal itu. Ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt tersebut akan membuat manusia terbagi dua golongan, yaitu yang “tercerahkan” dan yang “tersesatkan”.

            Untuk jenis hukum qishash yang sudah ditentukan dalam Al Quran, seharusnya memang segera dilaksanakan. Jika tidak, harus ada penjelasan yang masuk akal dan dapat diterima berdasarkan dalil di hadapan Allah swt. Hal itu disebabkan Allah swt akan menanyakan hal tersebut di akhirat kelak dan manusia, terutama para pemegang kekuasan yang dapat membuat, menegakkan, dan mengendalikan hukum harus mampu menerangkannya. Jika dapat menerangkan dengan jelas dan Allah swt dapat menerimanya, selamatlah. Jika tidak, Allah swt akan memberikan hukuman yang sangat keras dan teramat berbahaya.

            Jawaban yang pasti ditolak oleh Allah swt adalah jika beralasan bahwa tidak dilaksanakannya hukum qishash adalah karena kejam, sadis, dan tidak berperikemanusiaan. Itu adalah jawaban orang-orang bodoh yang tertolak. Sekaya apa pun dia, sehebat apa pun dia, seberkuasa apa pun dia, seheboh apa pun dia, dia hanyalah orang bodoh di hadapan Allah swt yang tidak pantas diajak berpikir dan berbicara oleh Allah swt tentang hukum qishash. Hanya orang-orang cerdas dan akalnya terbuka yang diajak berpikir oleh Allah swt sehingga hubungan antara dia dengan Allah swt semakin dekat dan akrab.

            Bukan kata saya mereka itu bodoh, tetapi kata Allah swt.

            “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah, 2 : 179)

            Di dalam ayat itu ada kalimat hai orang-orang yang berakal. Artinya, orang yang tidak berakal tidak hai. Hanya orang-orang berakal yang diajak berpikir dan berbicara oleh Allah swt soal hukum ini karena orang-orang ini akan membuka akalnya dan ketika akalnya terbuka, Allah swt akan memberikan pengetahuan kepadanya. Oleh sebab itu, banyak orang berakal yang menafsirkan ayat ini dengan beragam variasi isi dan kedalamannya. Hal itu disebabkan Allah swt sendiri yang membagi-bagikan ilmu-Nya kepada manusia yang dikehendaki-Nya. Ada yang diberi ilmu sangat banyak, sedang-sedang saja, dan ada pula yang sedikit. Ada yang diberi ilmu sangat dalam atau biasa saja. Ada yang diberi ilmu agar mampu menafsirkan dari sisi sosial, sisi spiritual, sisi politik, atau yang lainnya. Semuanya terserah Allah swt.

            Berbeda dengan orang-orang bodoh yang tidak diajak diskusi oleh Allah swt. Orang-orang itu akalnya tidak terbuka, jadi tidak ada ruang bagi Allah swt untuk memasukkan ilmu-Nya pada mereka. Coba perhatikan saja mereka itu. Belum juga apa-apa sudah protes duluan karena pengen disebut modern dan dianggap pahlawan hak azasi manusia.

            Masa qishash menjamin keberlangsungan hidup manusia? Hukum itu kan kejam, sadis. Ada pembunuhan, potong tangan,  potong leher, potong telinga, potong hidung, potong kuku, potong rambut, potongan harga. Cambuk punggung, cambuk pinggang, cambuk bokong. Lempar batu, lempar bata, lempar besi, lempar kawat, lempar paku, lempar semen, lempar pasir, lempar air, lempar ember. Ngecor kali. Itu hukuman yang tidak manusiawi!

            Begitulah kira-kira alasan mereka yang anti-qishash. Hal itu disebabkan mereka tidak membuka akalnya yang mengakibatkan tidak masuknya ilmu Allah swt kepada mereka. Oleh sebab itu, mereka mencari-cari jenis hukum lain di luar qishash untuk mengatasi permasalahan hidup mereka. Akhirnya, mereka menemukan jenis hukum lain yang dianggapnya dapat menyelesaikan masalah. Hukum yang mereka dapatkan adalah hukum jahiliyah, yaitu hukum hasil rekaan manusia yang penuh dengan berbagai kepentingan karena biasanya manusia menghukum itu dasarnya bukan cinta dan keseimbangan melainkan kepentingan sekelompok manusia atas manusia lainnya. Dengan demikian, keadilan pun tidak pernah terjadi sehingga kehidupan masyarakat tetap dalam kerancuan.

            Oleh sebab itu, Allah swt menguji kita dengan pertanyaan, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah, 5 : 50)

            Orang-orang yang tidak berakal tidak akan bisa menjawab pertanyaan Allah swt tersebut. Hal itu disebabkan mereka tidak pernah diajak brainstorming oleh Allah swt. Mereka dibiarkan tersesat dan berbangga-bangga dengan angan-angannya sendiri. Mereka pun dibiarkan letih dan pusing dengan pikirannya sendiri.


Hukum Qishash Adalah Hukum Cinta

Qishash berhubungan dengan cinta?

            Mungkinkah landasan qishash adalah cinta?

            Benar 100%!

            Sebagaimana yang berkali-kali saya tulis bahwa tujuan Islam itu terutama adalah untuk meng-esa-kan Allah swt serta menebarkan cinta dan kasih sayang di seluruh muka Bumi. Allah swt sendiri ingin lebih diperkenalkan bahwa diri-Nya adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Artinya, umat Islam menjadi media yang harus memperkenalkan Allah swt sebagai Zat Yang Penuh Cinta Kasih. Hal itu ada dalam kalimat yang paling sering harus kita ucapkan dalam setiap keadaan, yaitu bismillaahirrahmaannirraahiim, ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang’.

            Mengapa kalimat itu yang harus paling sering diucapkan?

            Mengapa bukan kalimat dengan menyebut nama Allah yang Maha Kuat dan Maha Adil?

            Mengapa bukan kalimat dengan menyebut nama Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Agung?

            Mengapa bukan kalimat dengan menyebut nama Allah yang Maha Berkuasa dan Maha Berkehendak?

            Hal tersebut mengisyaratkan bahwa Allah swt berkeinginan diri-Nya dikenal sebagai Zat Yang Penuh Cinta Kasih. Benar Allah swt Mahakuat, Berkuasa Tak Ada Bandingan-Nya, Mahaadil, dan berbagai keagungan lainnya. Akan tetapi, Allah swt sangat ingin bahwa memori manusia lebih banyak mengingat diri-Nya sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Artinya, segala yang dilakukan-Nya adalah berdasarkan cinta, kasih, dan sayang. Untuk memastikan bahwa hidup manusia penuh cinta, kasih, dan sayang, keadilan-Nya harus ditegakkan, kekuasaan-Nya harus ditampakkan, keagungan-Nya harus dipenuhi, kehebatan-Nya akan diperlihatkan, kebenaran janji-Nya akan ditepati. Oleh sebab itu, sebusuk apa pun manusia bersikap kepada-Nya, seburuk apa pun para kafir menghina-Nya, Allah swt tidak akan menghukumnya, kecuali sudah ditetapkan waktu bagi mereka untuk mendapatkan hukuman-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Jika hukuman itu tiba, tak ada yang bisa menghalangi-Nya sebagaimana kematian yang tidak akan bisa maju atau mundur. Demikian pula sebaliknya, sebaik apa pun seseorang kepada-Nya, sepatuh apa pun manusia kepada-Nya, seiman apa pun seseorang kepada-Nya, Allah swt tidak bersegera memberi kenikmatan kepadanya, kecuali sudah pasti waktu baginya untuk mereguk kebahagiaan yang telah dijanjikan Allah swt, baik di dunia maupun di akhirat. Tak seorang pun yang dapat menghalangi anugerah Allah swt jika waktu kedatangannya sudah tepat. Hal itu terjadi karena Allah swt sudah menetapkan waktu-waktu dan janji-janji-Nya sendiri dan Allah swt tak akan mengingkari ketetapan dan janji-Nya sendiri. Itulah Allah swt yang Mahabenar, Maha Berkuasa, dan Maha Berkehendak.

            Demikian pula dalam memberikan petunjuk kepada manusia dalam menerapkan hukum di antara manusia. Allah swt sudah memberikan koridor qishash. Perkara jenis hukuman yang setimpal dan tidak setimpal, manusia diperbolehkan untuk berpikir dan berkreasi terhadap hukum-hukum yang belum ditetapkan-Nya. Qishash itu berdasarkan cinta, kasih, dan sayang Allah swt terhadap manusia. Allah swt sangat menyayangi dan mencintai manusia serta seluruh ciptaan-Nya. Dia yang menciptakan segala sesuatu. Dia pula yang memeliharanya. Dia pula yang memperbaiki segalanya. Dia sangat cinta kepada ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, apabila ada di antara ciptaan-Nya yang merusakkan ciptaan-Nya yang lain, cinta Allah swt yang berupa qishash harus ditegakkan agar cinta-Nya tetap hadir dan terjaga untuk menjaga seluruh alam semesta.

            Masih bingung kan soal cinta dan qishash?

            Begini Saudara. Qishash untuk kejahatan-kejahatan kecil, seperti, pencurian kecil, perbuatan kasar, penghinaan, dan perbuatan tidak menyenangkan lainnya, saya kira tidak terlalu bermasalah bagi manusia. Manusia mudah sekali sepakat dengan qishash untuk hal-hal itu. Akan tetapi, untuk kejahatan-kejahatan besar yang mengakibatkan pelakunya harus kehilangan nyawa dan kehilangan anggota tubuh, manusia masih sangat gelap, takut, bingung, sesat, dan ngeri. Oleh sebab itu, mari kita lihat bagaimana cinta Allah swt terhadap manusia dengan menurunkan petunjuk qishash.

            Ketika seorang atau sekelompok manusia dizalimi sehingga kehilangan nyawa, mereka mendapatkan hak untuk melakukan pembalasan melalui jalur hukum. Qishash adalah bentuk cinta Allah swt kepada para korban pembunuhan, penganiayaan sadis, pemerkosaan jahat, dan lain sebagainya. Allah swt sangat cinta dan sayang kepada para korban itu. Oleh sebab itu, para korban diberikan hak untuk melakukan pembalasan yang setimpal kepada para pelaku kejahatan itu agar hatinya terpuaskan, dendamnya terbalaskan, keadilan dapat dipenuhi. Apabila hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak setimpal dalam arti lebih ringan dibandingkan kelakuan jahatnya, itulah namanya ketidakadilan. Tak heran jika ada sebuah keluarga yang meraung-raung menangis berteriak histeris di ruangan pengadilan karena merasa hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan dan mutilasi terhadap anggota keluarganya dirasakan sangat tidak adil. Keluarga itu merasa tidak terbalaskan dan tidak terpuaskan hatinya. Mereka diperlakukan tidak adil dan tidak dicintai oleh hukum yang berlaku. Anggota keluarganya telah kehilangan nyawa, tetapi pelakunya masih tetap hidup dan berpotensi melakukan kejahatan yang serupa pada waktu lain kepada orang lain. Bisa jadi, keluarga tersebut menaruh dendam pada pelaku dan akan membalas membunuhnya pada saat yang lain setelah Si Pelaku bebas dari hukuman yang ringan itu. Bisa jadi pula permusuhan berlanjut antarkeluarga yang kemudian saling bunuh pada masa selanjutnya. Dengan demikian, orang yang mati akan tambah banyak. Bisa jadi, mayat-mayat tak dikenal yang kerap berada ditumpukkan sampah yang menggunung di aliran sungai, di tengah hutan, di lubang-lubang liar  adalah korban-korban saling bunuh karena dendam tak terpuaskan.

            Bukankah banyak mayat yang ditemukan tak dikenali dan tidak pula ada yang merasa kehilangan sehingga polisi pun tidak bisa memprosesnya lebih lanjut?

            Padahal, Allah swt telah menurunkan cinta-Nya melalui qishash. Dengan demikian, perburuan untuk pemenuhan rasa dendam tidak perlu terjadi. Sayang, manusia lebih suka pada hukum yang tidak adil yang sesungguhnya menimbulkan kerusakan pada dirinya sendiri.

            Mari kita lihat contoh lain sebagai bubuk roti dina mata, ‘bukti nyata’, tak terbantahkan. Kalau ada yang membantah silakan, tetapi dijamin 100% tidak akan pernah bisa dibantah, kecuali akan menjadi debat kusir yang sama sekali tidak bermanfaat. Kita lihat Papua. Sampai hari ini masih banyak suku yang melakukan “penghukuman” dengan cara yang aneh, yaitu jika suatu suku melakukan pembunuhan terhadap suku lainnya, balasannya adalah harus ada yang mati pula dari suku yang telah melakukan pembunuhan. Jalan yang ditempuhnya adalah dengan cara perang sampai korban yang mati pada kedua suku jumlahnya sama. Jika dalam perang itu jumlah yang mati belum sama atau belum berimbang, perang pun dilanjutkan dan terus berlangsung entah sampai kapan. Sampai pada tahun ini pun hal itu tetap terjadi dan korban dari perang terus berjatuhan semakin banyak dan terus bertambah. Padahal, yang terbunuh awalnya hanya satu orang dan yang membunuh pun hanya satu orang, tetapi meluas dan berkembang berlipat-lipat korbannya. Dari para korban itu banyak sekali remaja dan anak-anak muda yang seharusnya memiliki masa hidup dan masa depan lebih panjang. Generasi-generasi muda itu semestinya tidak harus mati karena perang. Mereka bisa menjadi pemuda-pemuda tangguh dan cerdas dengan mendapatkan pendidikan yang layak dan karir yang bagus sehingga mampu meningkatkan taraf hidupnya sendiri, keluarganya, sukunya, Papua, dan Indonesia.

            Coba bayangkan jika qishash diterapkan. Keluarga korban terpuaskan dan tidak akan terjadi dendam yang harus memburu pelakunya setelah bebas dari penjara karena sudah mati. Urusan selesai sampai di sana. Apabila keluarga korban mampu berbesar hati dan berlapang dada, dapat pula memaafkan pelaku dan “pemberian maaf itu” adalah lebih baik setelah pelaku menebusnya dengan sejumlah harta misalnya. Allah swt akan memberikan pahala yang sangat besar dan berlipat ganda kepada keluarga korban karena telah mampu memaafkan yang artinya menyelamatkan satu nyawa yang telah Allah swt ciptakan dengan penuh cinta. Ketika korban dan pelaku diciptakan pada masa lalu, Allah swt menciptakannya dengan penuh cinta dan Allah swt mencintai keduanya.

            Coba bayangkan jika di Papua berlaku hukum qishash. Satu orang yang terbunuh cukup hanya dibalas dengan kematian satu orang yang memang layak untuk mati, yaitu pelaku pembunuhan. Urusan cukup sampai di sana. Tidak perlu terjadi perang. Artinya, tak ada lagi orang yang harus mati karena perang. Cukup korban dan pelaku titik. Pemberlakuan hukum qishash semacam itu berarti menyelamatkan banyak nyawa, menyelamatkan generasi muda, dan menyelamatkan masa depan Papua dari kehilangan generasi penerus berkualitas penuh militansi tinggi.

            Itulah yang dimaksud Allah swt dengan “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah, 2 : 179)

            Ada banyak orang yang tetap hidup setelah qishash. Ada banyak jiwa terselamatkan oleh qishash. Ada masa depan yang cerah untuk Papua dan Indonesia. Itulah cinta. Qishash adalah cinta. Allah swt mencintai Papua. Demi Allah swt.

            Masihkah kalian tidak mengerti?

            Bagaimana lagi cara saya untuk membuat kalian mengerti?

            Tetapi kan qishash itu kejam! Hukuman mati itu adalah sadis dan tidak berperikemanusiaan. Memang keluarga korban terpuaskan, tetapi pelaku mendapatkan hukuman yang mengerikan, menyakitkan, dan sangat jahat! Itu melanggar hak azasi manusia.

            Mungkin begitu alasan para anti-qishash.

            Okelah. Begini saja. Tampaknya saya harus mengajak para pembaca sekalian untuk kembali ke kelas Taman Kanak-Kanak, TK. Coba bayangkan Saudara sekalian adalah para murid taman kanak-kanak yang lucu-lucu, cantik-cantik, ganteng-ganteng, dan menggemaskan. Saudara-saudara sedang menunggu guru datang di dalam kelas yang bersih dengan dinding penuh gambar berwarna lucu. Di samping kiri dan kanan ada rak-rak mainan dan buku-buku gambar. Beberapa saat kemudian, saya datang sebagai guru yang akan mengajar Saudara-saudara. Eh, … tapi … entar dulu. Kayaknya nggak enak ya kalau saya jadi guru. Sudah, jangan bayangkan saya jadi guru. Nggak menyenangkan ngeliat guru TK kayak saya. Bagusnya kan guru TK itu perempuan muda, cantik, bersih, menarik, cerdas, dan membuat para pria jatuh cinta. Bayangkan saja ketika Saudara-saudara di dalam kelas, datang Bu Guru yang cantik dan cerdas sesuai dengan keinginan bayangan Saudara sendiri.

            Di tengah-tengah bermain sambil mengajar di kelas, Sang Guru Cantik bertanya, “Anak-anak, siapa yang menciptakan kita?”

            “Allah …,” kata para murid serempak.

            “Ya benar. Allah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orangtua, kepada teman, jangan nakal, harus rajin ibadat, supaya kita masuk ….”

            “Sulgaaa ….!”

            “Kalau kita nakal, jahat, tidak patuh sama orangtua, suka menyakiti orang lain, curang, kita bakal masuk ….”

            “Nelakaaa ….!”

            “Pintaaar sekali anak-anak. Bagus! Sebelum masuk neraka atau masuk surga, kita akan ditimbang dulu oleh malaikat. Orang yang banyak pahalanya akan masuk surga. Orang yang banyak keburukannya akan masuk neraka. Mengerti Anak-anak?”

            “Mengelti Bu Gulu.”

            Stop. Sudah sampai di sana membayangkan diri sebagai anak TK yang sedang diajari guru cantik. Pelajaran TK itu menunjukkan bahwa kita, baik percaya atau tidak, akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang kita lakukan di dunia ini.

            Pelaku pembunuhan dan kejahatan besar jelas akan menghadapi pengadilan yang teramat membahayakan di akhirat nanti. Di sana tidak bisa berbohong, semua akan terbuka dengan lebar dan jelas. CCTV milik Allah swt sangat sempurna merekam seluruh kegiatan kita sejak lahir sampai dengan mati. Gambarnya jelas terlihat dari berbagai sisi dan selalu ada pada tempat-tempat yang tersembunyi sekalipun. Audionya sangat clear dan jernih. Tak ada yang bisa berkelit sedikit pun. Allah swt tidak akan mengeditnya dengan menambah atau mengurangi rekaman aktivitas kita di dunia ini. Seluruhnya utuh. Apabila seorang pembunuh atau pelaku kejahatan besar tidak menyelesaikan kasusnya di dunia ini, kasus itu akan diselesaikan di akhirat dengan hukuman yang sangat mengerikan tak terperikan dan sulit dibayangkan betapa sakit dan lamanya penderitaan yang harus ditanggung.

            Akan tetapi, karena Allah swt Mahaadil dan sangat besar cinta-Nya kepada manusia, Allah swt menurunkan qishash sebagai cara dan alat untuk membersihkan diri para pelaku pembunuhan dan kejahatan sadis lainnya. Hal itu disebabkan qishash pun berfungsi pula sebagai penebus dosa bagi pelakunya. Dengan demikian, Si Pelaku tidak perlu bertanggung jawab lagi di akhirat atas perilaku jahat yang telah dilakukannya karena telah diselesaikan di dunia. Sungguh, Allah swt sangat mencintai manusia meskipun telah melakukan kejahatan besar dengan memberikannya kesempatan untuk dihukum qishash.

            Bayangkan, jika seorang pembunuh sudah ditetapkan bersalah dan harus mendapatkan hukuman qishash. Dia sudah jatuh lunglai lemas jiwanya tanpa harapan. Saat itulah seharusnya dia menyadari kesalahannya, kemudian memperbaiki dirinya dengan memanfaatkan waktu yang ada sebelum qishash dilaksanakan. Dia bisa bertobat memohon ampun kepada Allah swt atas kesalahan-kesalahannya. Dia pun bisa meminta maaf kepada keluarga dan karib kerabat yang pernah disakitinya. Kemudian, ia pun memiliki waktu meminta maaf kepada siapa saja yang pernah dicurangi dan dilukainya. Permohonan ampun kepada Allah swt sangatlah mudah karena Allah swt Maha Pengampun. Adapun meminta maaf kepada manusia jauh lebih sulit karena manusia belum tentu memberikan maaf dan tetap harus diselesaikan nanti di akhirat. Akan tetapi, jika dia bersungguh-sungguh ingin menyucikan dirinya, Allah swt akan menyayanginya dengan melunakkan hati setiap orang yang pernah dijahatinya sehingga orang-orang bersedia memaafkannya. Dengan demikian, dia terbebas dari segala dosa, baik terhadap manusia maupun terhadap Allah swt.

            Ketika tiba hukuman qishas, nyawanya pun melayang berpisah dari raga. Berakhirlah seluruh episode hidupnya. Dia kembali kepada Allah swt yang sejak dulu mencintainya dalam keadaan suci dan bersih. Dia pulang kepada Zat Yang Menciptakan dirinya dengan penuh cinta. Dia akan menempati surga yang dijanjikan Allah swt. Itulah cinta. Qishash itu cinta.

            Kali ini saya berharap Saudara-saudara bisa mengerti.

            Tapi kan hukuman mati itu sakit dan mengerikan.

            Kalau orang tidak berakal, memang selalu saja bikin alasan meskipun tidak berkualitas. Begini Saudara, yang namanya mati itu pasti sakit dan mengerikan. Qishash atau tidak qishash tetap saja sakit. Banyak rupa-rupa keterangan yang disandarkan kepada ajaran Nabi Muhammad saw soal rasa sakit kematian ini. Ada yang mengatakan bahwa rasa sakit yang paling ringan saat mati adalah sama dengan kerangka tulang ikan yang ditarik dari kain sutera. Ada pula yang mengatakan bahwa rasanya sama dengan dihujam pedang besar dan tajam sebanyak tiga puluh kali. Pokoknya pasti sakit. Tidak ada hubungannya dengan qishash. Mati itu tetap sakit, bagaimana pun caranya. Paling-paling tingkat kesakitannya yang berbeda dan itu bukan disebabkan oleh caranya dia mati, melainkan disebabkan oleh tingkat ketakwaannya kepada Allah swt. Orang takwa pasti lebih mudah daripada para pendosa. Meskipun demikian, tetap sakit.

            Kalaulah ada orang takwa yang pernah mati dan dapat berbagi rasa mati kepada kita yang masih hidup, mungkin dia akan bilang, “Sakitnya tuh di sini.”

            Berbeda jika ada pendosa yang pernah mati dan berbagi rasa mati kepada kita yang masih hidup, kemungkinan besar dia akan bilang, “Sakitnya tuh di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di siniii ….!”


Tanggung Jawab Besar

Bagaimana jika hukum qishash tidak dilaksanakan?

            Begini Saudara, hukum qishash itu adalah anugerah bagi manusia karena Allah swt mencintai seluruh manusia. Allah swt tidak ingin ada hukum lain di luar qishash karena hukum lain itu bukan atas dasar cinta, melainkan dendam, kemarahan, kepentingan sekelompok manusia atas manusia lainnya, kecurangan, kelicikan, keangkuhan, keberbangga-banggaan, dan lain sebagainya.

            Kita ambil contoh jika seorang ayah yang baik menghukum anaknya, baik dengan cara fisik, verbal, atau lainnya, dasarnya adalah cinta karena ingin anaknya hidup lebih baik, bahkan lebih mulia dibandingkan dirinya. Sang Ayah tidak mungkin menyerahkan penghukuman anaknya kepada orang lain karena orang lain itu tidak mengerti tujuan penghukuman dan tidak memiliki rasa cinta seperti dirinya.

            Aneh rasanya jika ada seorang ayah yang meminta orang lain untuk menghukum anak kandungnya sendiri, “Pak coba tolong pukulin dan tempelengin anak saya supaya dia tidak bolos sekolah lagi dan tidak nonton film porno lagi.”

            Rasanya tidak mungkin itu terjadi. Sang Ayah akan menghukumnya dengan rasa cinta di dalam dirinya dan harapan besar pada anaknya. Sang Ayah akan menghukumnya lebih baik dibandingkan jika orang lain yang menghukum anaknya.

            Demikian pula Allah swt tidak menginginkan ciptaan yang sangat dicintai-Nya dihukum dengan hukum yang tidak berdasarkan cinta-Nya. Hukuman di luar yang dikehendaki-Nya sama sekali tidak berdasarkan cinta.

            Tak heran jika Allah swt menguji manusia dengan pertanyaan, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah, 5 : 50)

            Apabila ada kasus hukum yang tidak dilaksanakan berdasarkan koridor qishash, tanggung jawab ada pada penguasa hukum dan orang-orang yang mendukungnya. Seorang pelaku kejahatan yang telah ditangkap dan diadili kondisinya dalam keadaan lemah dan tertawan. Ia mau tidak mau harus tunduk dan patuh pada jenis hukuman apapun yang dijatuhkan. Oleh sebab itu, di akhirat dia tidak bertanggung jawab atas tidak dilaksanakannya hukum qishash karena tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Dia orang yang telah lemah dan tertahan. Oleh sebab itu, dia terbebas dari tanggung jawab. Justru tanggung jawab yang besar adalah di pihak penguasa hukum dan para pendukungnya.

            Ketika Allah swt di akhirat menanyakan tentang mengapa tidak diberlakukan hukum qishash dan memilih hukum-hukum jenis lain yang rendah, para penguasa dan pendukungnya harus memiliki jawaban yang tepat dan dapat diterima Allah swt. Jangan mengatakan bahwa hukum qishas itu tidak adil dan kejam karena sesungguhnya penuh cinta. Jawaban itu akan menimbulkan kemarahan Allah swt dan itu sangat berbahaya. Harus ada alasan lain.

            Mungkin seperti ini jawaban yang mungkin bisa diterima Allah swt, “Ya Allah yang Mahaadil dan Maha Penyayang. Kami tahu hukum Engkau adalah yang terbaik. Kami ingin melaksanakannya, tetapi saat kami hidup hukum Engkau masih sangat sulit dilaksanakan. Masih banyak orang yang menentang dan tidak percaya terhadap hukum-hukum-Mu. Mereka masih belum mengerti. Maafkan kami Ya Allah. Jika kami melaksanakan hukum-hukum-Mu saat itu, akan terjadi keburukan yang lebih besar. Maafkan kami Ya Allah. Kami melihat dan merasakan jika hukum-hukum-Mu dipaksakan dilaksanakan, akan terjadi huru-hara dan bentrokan besar antara orang yang yakin kepada-Mu dengan mereka yang masih belum yakin. Kami tidak mau ada pertumpahan darah. Kami sesungguhnya ingin melaksanakan, tetapi kami masih perlu waktu untuk membimbing masyarakat agar bertambah yakin bahwa Engkau adalah penuh cinta, Pemilik Kasih Sayang, dan Mahaadil. Kami harus mengedukasi masyarakat agar memahami hukum-hukum-Mu. Dengan demikian, hukum-hukum-Mu dapat ditegakkan tanpa harus mengalami pertumpahan darah.”

            Mungkin jawaban itu lebih baik atau ada yang lebih baik dari itu mungkin. Jawaban untuk itu harus dipikirkan sejak sekarang karena pasti ditanyakan. Saya tidak tahu pasti. Tak ada seorang pun yang tahu dengan pasti. Kita hanya bisa mengira-ngira. Akan tetapi, yang jelas semua orang harus bertanggung jawab atas pikiran, ucapan, keputusan, dan tindakannya selama hidup di dunia.

            Kalau Allah swt bertanya lagi lebih jauh, “Begitu ya alasan kalian. Apakah kalian berdoa kepada-Ku agar Aku membuat orang-orang yang menentang-Ku berubah menjadi hamba-hamba-Ku yang beriman? Mengapa kalian tidak berdoa kepada-Ku agar hukum qishash itu bisa ditegakkan? Bukankah Aku berkuasa membolak-balikan hati dan pikiran manusia?”

            Pikirkan saja jawabannya sendiri. Itu juga kalau Allah swt bertanya seperti itu. Kalau pertanyaan lebih sulit daripada itu, hiiii … ngeri.

            

No comments:

Post a Comment