oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Selama ini orang sering
berpikir dan merasa bahwa menegakkan hukum itu atas dasar dendam, kemarahan,
efek jera, kesal, pembalasan, dan sebagainya. Itu tidak salah dan sangat
diperbolehkan. Jika ada orang yang merasa dirugikan atau diperlakukan buruk dan
diperlakukan jahat, boleh menuntut dan mendapatkan keadilan agar orang yang
telah menzaliminya dihukum berat sesuai dengan perbuatannya. Kemudian, para
penguasa, ahli hukum, dan cerdik pandai mencoba mencari cara untuk menetapkan
jenis hukuman agar terjadi keadilan di masyarakat.
Sesungguhnya, Allah swt telah memberikan koridor dengan
adanya hukum qishash. Qishash itu
berarti setimpal, sebanding, sesuai, atau sama ukurannya. Hukuman yang diterapkan
haruslah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan. Kejahatan apa pun, baik
yang berat maupun yang ringan, hukumannya harus sebanding dan setimpal. Jangan
lebih berat dan jangan pula lebih ringan karena itu akan menimbulkan
ketidakadilan. Apabila manusia mampu tepat dan setimpal dalam menegakkan hukum,
berkah Allah swt akan datang di tempat itu. Sebaliknya, jika tidak setimpal
dalam arti berlebihan atau terlalu ringan, negeri itu pun akan selalu diliputi
kerancuan pada berbagai bidang.
Jenis hukum qishash itu ada yang sudah diterangkan dan
ditentukan jelas oleh Allah swt dalam Al Quran, tetapi ada pula yang belum
ditentukan. Baik yang sudah ditentukan dengan jelas maupun yang belum, seluruh
pelaksanaannya diserahkan kepada manusia. Allah swt hanya menilai dan menguji
manusia dengan hal itu. Ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt tersebut akan
membuat manusia terbagi dua golongan, yaitu yang “tercerahkan” dan yang
“tersesatkan”.
Untuk jenis hukum qishash yang sudah ditentukan dalam Al
Quran, seharusnya memang segera dilaksanakan. Jika tidak, harus ada penjelasan
yang masuk akal dan dapat diterima berdasarkan dalil di hadapan Allah swt. Hal
itu disebabkan Allah swt akan menanyakan hal tersebut di akhirat kelak dan
manusia, terutama para pemegang kekuasan yang dapat membuat, menegakkan, dan
mengendalikan hukum harus mampu menerangkannya. Jika dapat menerangkan dengan
jelas dan Allah swt dapat menerimanya, selamatlah. Jika tidak, Allah swt akan
memberikan hukuman yang sangat keras dan teramat berbahaya.
Jawaban yang pasti ditolak oleh Allah swt adalah jika
beralasan bahwa tidak dilaksanakannya hukum qishash adalah karena kejam, sadis, dan tidak berperikemanusiaan. Itu adalah jawaban orang-orang bodoh yang
tertolak. Sekaya apa pun dia, sehebat apa pun dia, seberkuasa apa pun dia,
seheboh apa pun dia, dia hanyalah orang bodoh di hadapan Allah swt yang tidak
pantas diajak berpikir dan berbicara oleh Allah swt tentang hukum qishash.
Hanya orang-orang cerdas dan akalnya terbuka yang diajak berpikir oleh Allah
swt sehingga hubungan antara dia dengan Allah swt semakin dekat dan akrab.
Bukan kata saya mereka itu bodoh, tetapi kata Allah swt.
“Dan dalam qishash
itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal
supaya kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah, 2 : 179)
Di dalam ayat itu ada kalimat hai orang-orang yang berakal. Artinya, orang yang tidak berakal
tidak hai. Hanya orang-orang berakal
yang diajak berpikir dan berbicara oleh Allah swt soal hukum ini karena
orang-orang ini akan membuka akalnya dan ketika akalnya terbuka, Allah swt akan
memberikan pengetahuan kepadanya. Oleh sebab itu, banyak orang berakal yang
menafsirkan ayat ini dengan beragam variasi isi dan kedalamannya. Hal itu
disebabkan Allah swt sendiri yang membagi-bagikan ilmu-Nya kepada manusia yang
dikehendaki-Nya. Ada yang diberi ilmu sangat banyak, sedang-sedang saja, dan
ada pula yang sedikit. Ada yang diberi ilmu sangat dalam atau biasa saja. Ada
yang diberi ilmu agar mampu menafsirkan dari sisi sosial, sisi spiritual, sisi
politik, atau yang lainnya. Semuanya terserah Allah swt.
Berbeda dengan orang-orang bodoh yang tidak diajak
diskusi oleh Allah swt. Orang-orang itu akalnya tidak terbuka, jadi tidak ada
ruang bagi Allah swt untuk memasukkan ilmu-Nya pada mereka. Coba perhatikan
saja mereka itu. Belum juga apa-apa sudah protes duluan karena pengen disebut
modern dan dianggap pahlawan hak azasi manusia.
Masa qishash
menjamin keberlangsungan hidup manusia? Hukum itu kan kejam, sadis. Ada
pembunuhan, potong tangan, potong leher,
potong telinga, potong hidung, potong kuku, potong rambut, potongan harga.
Cambuk punggung, cambuk pinggang, cambuk bokong. Lempar batu, lempar bata,
lempar besi, lempar kawat, lempar paku, lempar semen, lempar pasir, lempar air,
lempar ember. Ngecor kali. Itu hukuman yang tidak manusiawi!
Begitulah kira-kira alasan mereka yang anti-qishash. Hal
itu disebabkan mereka tidak membuka akalnya yang mengakibatkan tidak masuknya
ilmu Allah swt kepada mereka. Oleh sebab itu, mereka mencari-cari jenis hukum
lain di luar qishash untuk mengatasi permasalahan hidup mereka. Akhirnya,
mereka menemukan jenis hukum lain yang dianggapnya dapat menyelesaikan masalah.
Hukum yang mereka dapatkan adalah hukum jahiliyah,
yaitu hukum hasil rekaan manusia yang penuh dengan berbagai kepentingan
karena biasanya manusia menghukum itu dasarnya bukan cinta dan keseimbangan
melainkan kepentingan sekelompok manusia atas manusia lainnya. Dengan demikian,
keadilan pun tidak pernah terjadi sehingga kehidupan masyarakat tetap dalam
kerancuan.
Oleh sebab itu, Allah swt menguji kita dengan pertanyaan,
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka
kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah, 5 : 50)
Orang-orang yang tidak berakal tidak akan bisa menjawab
pertanyaan Allah swt tersebut. Hal itu disebabkan mereka tidak pernah diajak brainstorming oleh Allah swt. Mereka
dibiarkan tersesat dan berbangga-bangga dengan angan-angannya sendiri. Mereka
pun dibiarkan letih dan pusing dengan pikirannya sendiri.
Hukum
Qishash Adalah Hukum Cinta
Qishash berhubungan dengan
cinta?
Mungkinkah landasan qishash adalah cinta?
Benar 100%!
Sebagaimana yang berkali-kali saya tulis bahwa tujuan
Islam itu terutama adalah untuk meng-esa-kan
Allah swt serta menebarkan cinta dan
kasih sayang di seluruh muka Bumi. Allah swt sendiri ingin lebih
diperkenalkan bahwa diri-Nya adalah Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Artinya, umat Islam menjadi media yang harus
memperkenalkan Allah swt sebagai Zat Yang Penuh Cinta Kasih. Hal itu ada dalam
kalimat yang paling sering harus kita ucapkan dalam setiap keadaan, yaitu bismillaahirrahmaannirraahiim, ‘dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang’.
Mengapa kalimat itu yang harus paling sering diucapkan?
Mengapa bukan kalimat dengan
menyebut nama Allah yang Maha Kuat dan Maha Adil?
Mengapa bukan kalimat
dengan menyebut nama Allah yang Maha
Perkasa lagi Maha Agung?
Mengapa bukan kalimat
dengan menyebut nama Allah yang Maha
Berkuasa dan Maha Berkehendak?
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa Allah swt berkeinginan
diri-Nya dikenal sebagai Zat Yang Penuh Cinta Kasih. Benar Allah swt Mahakuat,
Berkuasa Tak Ada Bandingan-Nya, Mahaadil, dan berbagai keagungan lainnya. Akan
tetapi, Allah swt sangat ingin bahwa memori manusia lebih banyak mengingat
diri-Nya sebagai Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Artinya, segala yang dilakukan-Nya adalah berdasarkan cinta,
kasih, dan sayang. Untuk memastikan bahwa hidup manusia penuh cinta, kasih, dan
sayang, keadilan-Nya harus ditegakkan, kekuasaan-Nya harus ditampakkan,
keagungan-Nya harus dipenuhi, kehebatan-Nya akan diperlihatkan, kebenaran
janji-Nya akan ditepati. Oleh sebab itu, sebusuk apa pun manusia bersikap
kepada-Nya, seburuk apa pun para kafir menghina-Nya, Allah swt tidak akan
menghukumnya, kecuali sudah ditetapkan waktu bagi mereka untuk mendapatkan
hukuman-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Jika hukuman itu tiba, tak ada
yang bisa menghalangi-Nya sebagaimana kematian yang tidak akan bisa maju atau
mundur. Demikian pula sebaliknya, sebaik apa pun seseorang kepada-Nya, sepatuh
apa pun manusia kepada-Nya, seiman apa pun seseorang kepada-Nya, Allah swt
tidak bersegera memberi kenikmatan kepadanya, kecuali sudah pasti waktu baginya
untuk mereguk kebahagiaan yang telah dijanjikan Allah swt, baik di dunia maupun
di akhirat. Tak seorang pun yang dapat menghalangi anugerah Allah swt jika
waktu kedatangannya sudah tepat. Hal itu terjadi karena Allah swt sudah
menetapkan waktu-waktu dan janji-janji-Nya sendiri dan Allah swt tak akan
mengingkari ketetapan dan janji-Nya sendiri. Itulah Allah swt yang Mahabenar,
Maha Berkuasa, dan Maha Berkehendak.
Demikian pula dalam memberikan petunjuk kepada manusia
dalam menerapkan hukum di antara manusia. Allah swt sudah memberikan koridor
qishash. Perkara jenis hukuman yang setimpal dan tidak setimpal, manusia
diperbolehkan untuk berpikir dan berkreasi terhadap hukum-hukum yang belum
ditetapkan-Nya. Qishash itu berdasarkan cinta, kasih, dan sayang Allah swt
terhadap manusia. Allah swt sangat menyayangi dan mencintai manusia serta
seluruh ciptaan-Nya. Dia yang menciptakan segala sesuatu. Dia pula yang
memeliharanya. Dia pula yang memperbaiki segalanya. Dia sangat cinta kepada
ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, apabila ada di antara ciptaan-Nya yang merusakkan
ciptaan-Nya yang lain, cinta Allah swt yang berupa qishash harus ditegakkan
agar cinta-Nya tetap hadir dan terjaga untuk menjaga seluruh alam semesta.
Masih bingung kan soal cinta dan qishash?
Begini Saudara. Qishash untuk kejahatan-kejahatan kecil,
seperti, pencurian kecil, perbuatan kasar, penghinaan, dan perbuatan tidak
menyenangkan lainnya, saya kira tidak terlalu bermasalah bagi manusia. Manusia
mudah sekali sepakat dengan qishash untuk hal-hal itu. Akan tetapi, untuk
kejahatan-kejahatan besar yang mengakibatkan pelakunya harus kehilangan nyawa
dan kehilangan anggota tubuh, manusia masih sangat gelap, takut, bingung,
sesat, dan ngeri. Oleh sebab itu, mari kita lihat bagaimana cinta Allah swt
terhadap manusia dengan menurunkan petunjuk qishash.
Ketika seorang atau sekelompok manusia dizalimi sehingga
kehilangan nyawa, mereka mendapatkan hak untuk melakukan pembalasan melalui
jalur hukum. Qishash adalah bentuk cinta Allah swt kepada para korban
pembunuhan, penganiayaan sadis, pemerkosaan jahat, dan lain sebagainya. Allah
swt sangat cinta dan sayang kepada para korban itu. Oleh sebab itu, para korban
diberikan hak untuk melakukan pembalasan yang setimpal kepada para pelaku
kejahatan itu agar hatinya terpuaskan, dendamnya terbalaskan, keadilan dapat
dipenuhi. Apabila hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak setimpal dalam
arti lebih ringan dibandingkan kelakuan jahatnya, itulah namanya ketidakadilan.
Tak heran jika ada sebuah keluarga yang meraung-raung menangis berteriak
histeris di ruangan pengadilan karena merasa hukuman yang dijatuhkan kepada
pelaku pembunuhan dan mutilasi terhadap anggota keluarganya dirasakan sangat
tidak adil. Keluarga itu merasa tidak terbalaskan dan tidak terpuaskan hatinya.
Mereka diperlakukan tidak adil dan tidak dicintai oleh hukum yang berlaku.
Anggota keluarganya telah kehilangan nyawa, tetapi pelakunya masih tetap hidup
dan berpotensi melakukan kejahatan yang serupa pada waktu lain kepada orang
lain. Bisa jadi, keluarga tersebut menaruh dendam pada pelaku dan akan membalas
membunuhnya pada saat yang lain setelah Si Pelaku bebas dari hukuman yang
ringan itu. Bisa jadi pula permusuhan berlanjut antarkeluarga yang kemudian saling
bunuh pada masa selanjutnya. Dengan demikian, orang yang mati akan tambah
banyak. Bisa jadi, mayat-mayat tak dikenal yang kerap berada ditumpukkan sampah
yang menggunung di aliran sungai, di tengah hutan, di lubang-lubang liar adalah korban-korban saling bunuh karena
dendam tak terpuaskan.
Bukankah banyak mayat yang ditemukan tak dikenali dan tidak
pula ada yang merasa kehilangan sehingga polisi pun tidak bisa memprosesnya
lebih lanjut?
Padahal, Allah swt telah menurunkan cinta-Nya melalui
qishash. Dengan demikian, perburuan untuk pemenuhan rasa dendam tidak perlu
terjadi. Sayang, manusia lebih suka pada hukum yang tidak adil yang sesungguhnya
menimbulkan kerusakan pada dirinya sendiri.
Mari kita lihat contoh lain sebagai bubuk roti dina mata, ‘bukti nyata’, tak terbantahkan. Kalau ada
yang membantah silakan, tetapi dijamin 100% tidak akan pernah bisa dibantah,
kecuali akan menjadi debat kusir yang sama sekali tidak bermanfaat. Kita lihat
Papua. Sampai hari ini masih banyak suku yang melakukan “penghukuman” dengan
cara yang aneh, yaitu jika suatu suku melakukan pembunuhan terhadap suku
lainnya, balasannya adalah harus ada yang mati pula dari suku yang telah
melakukan pembunuhan. Jalan yang ditempuhnya adalah dengan cara perang sampai
korban yang mati pada kedua suku jumlahnya sama. Jika dalam perang itu jumlah
yang mati belum sama atau belum berimbang, perang pun dilanjutkan dan terus
berlangsung entah sampai kapan. Sampai pada tahun ini pun hal itu tetap terjadi
dan korban dari perang terus berjatuhan semakin banyak dan terus bertambah.
Padahal, yang terbunuh awalnya hanya satu orang dan yang membunuh pun hanya
satu orang, tetapi meluas dan berkembang berlipat-lipat korbannya. Dari para
korban itu banyak sekali remaja dan anak-anak muda yang seharusnya memiliki
masa hidup dan masa depan lebih panjang. Generasi-generasi muda itu semestinya
tidak harus mati karena perang. Mereka bisa menjadi pemuda-pemuda tangguh dan
cerdas dengan mendapatkan pendidikan yang layak dan karir yang bagus sehingga
mampu meningkatkan taraf hidupnya sendiri, keluarganya, sukunya, Papua, dan
Indonesia.
Coba bayangkan jika qishash diterapkan. Keluarga korban
terpuaskan dan tidak akan terjadi dendam yang harus memburu pelakunya setelah
bebas dari penjara karena sudah mati. Urusan selesai sampai di sana. Apabila
keluarga korban mampu berbesar hati dan berlapang dada, dapat pula memaafkan
pelaku dan “pemberian maaf itu” adalah
lebih baik setelah pelaku menebusnya dengan sejumlah harta misalnya. Allah
swt akan memberikan pahala yang sangat besar dan berlipat ganda kepada keluarga
korban karena telah mampu memaafkan yang artinya menyelamatkan satu nyawa yang
telah Allah swt ciptakan dengan penuh cinta. Ketika korban dan pelaku
diciptakan pada masa lalu, Allah swt menciptakannya dengan penuh cinta dan
Allah swt mencintai keduanya.
Coba bayangkan jika di Papua berlaku hukum qishash. Satu
orang yang terbunuh cukup hanya dibalas dengan kematian satu orang yang memang
layak untuk mati, yaitu pelaku pembunuhan. Urusan cukup sampai di sana. Tidak
perlu terjadi perang. Artinya, tak ada lagi orang yang harus mati karena
perang. Cukup korban dan pelaku titik. Pemberlakuan hukum qishash semacam itu
berarti menyelamatkan banyak nyawa, menyelamatkan generasi muda, dan
menyelamatkan masa depan Papua dari kehilangan generasi penerus berkualitas
penuh militansi tinggi.
Itulah yang dimaksud Allah swt dengan “Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.”
(QS Al-Baqarah, 2 : 179)
Ada banyak orang yang tetap hidup setelah qishash. Ada
banyak jiwa terselamatkan oleh qishash. Ada masa depan yang cerah untuk Papua
dan Indonesia. Itulah cinta. Qishash adalah cinta. Allah swt mencintai Papua.
Demi Allah swt.
Masihkah kalian tidak mengerti?
Bagaimana lagi cara saya untuk membuat kalian mengerti?
Tetapi kan qishash
itu kejam! Hukuman mati itu adalah sadis dan tidak berperikemanusiaan. Memang
keluarga korban terpuaskan, tetapi pelaku mendapatkan hukuman yang mengerikan,
menyakitkan, dan sangat jahat! Itu melanggar hak azasi manusia.
Mungkin begitu alasan
para anti-qishash.
Okelah. Begini saja. Tampaknya saya harus mengajak para
pembaca sekalian untuk kembali ke kelas Taman Kanak-Kanak, TK. Coba bayangkan
Saudara sekalian adalah para murid taman kanak-kanak yang lucu-lucu,
cantik-cantik, ganteng-ganteng, dan menggemaskan. Saudara-saudara sedang
menunggu guru datang di dalam kelas yang bersih dengan dinding penuh gambar
berwarna lucu. Di samping kiri dan kanan ada rak-rak mainan dan buku-buku
gambar. Beberapa saat kemudian, saya datang sebagai guru yang akan mengajar
Saudara-saudara. Eh, … tapi … entar dulu. Kayaknya nggak enak ya kalau saya
jadi guru. Sudah, jangan bayangkan saya jadi guru. Nggak menyenangkan ngeliat
guru TK kayak saya. Bagusnya kan guru TK itu perempuan muda, cantik, bersih,
menarik, cerdas, dan membuat para pria jatuh cinta. Bayangkan saja ketika
Saudara-saudara di dalam kelas, datang Bu Guru yang cantik dan cerdas sesuai
dengan keinginan bayangan Saudara sendiri.
Di tengah-tengah bermain sambil mengajar di kelas, Sang
Guru Cantik bertanya, “Anak-anak, siapa yang menciptakan kita?”
“Allah …,” kata para murid serempak.
“Ya benar. Allah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada
orangtua, kepada teman, jangan nakal, harus rajin ibadat, supaya kita masuk ….”
“Sulgaaa ….!”
“Kalau kita nakal, jahat, tidak patuh sama orangtua, suka
menyakiti orang lain, curang, kita bakal masuk ….”
“Nelakaaa ….!”
“Pintaaar sekali anak-anak. Bagus! Sebelum masuk neraka
atau masuk surga, kita akan ditimbang dulu oleh malaikat. Orang yang banyak
pahalanya akan masuk surga. Orang yang banyak keburukannya akan masuk neraka.
Mengerti Anak-anak?”
“Mengelti Bu Gulu.”
Stop. Sudah sampai di
sana membayangkan diri sebagai anak TK yang sedang diajari guru cantik.
Pelajaran TK itu menunjukkan bahwa kita, baik percaya atau tidak, akan dimintai
pertanggungjawaban atas segala yang kita lakukan di dunia ini.
Pelaku pembunuhan dan kejahatan besar jelas akan
menghadapi pengadilan yang teramat membahayakan di akhirat nanti. Di sana tidak
bisa berbohong, semua akan terbuka dengan lebar dan jelas. CCTV milik Allah swt
sangat sempurna merekam seluruh kegiatan kita sejak lahir sampai dengan mati.
Gambarnya jelas terlihat dari berbagai sisi dan selalu ada pada tempat-tempat
yang tersembunyi sekalipun. Audionya sangat clear
dan jernih. Tak ada yang bisa berkelit sedikit pun. Allah swt tidak akan
mengeditnya dengan menambah atau mengurangi rekaman aktivitas kita di dunia
ini. Seluruhnya utuh. Apabila seorang pembunuh atau pelaku kejahatan besar
tidak menyelesaikan kasusnya di dunia ini, kasus itu akan diselesaikan di
akhirat dengan hukuman yang sangat mengerikan tak terperikan dan sulit
dibayangkan betapa sakit dan lamanya penderitaan yang harus ditanggung.
Akan tetapi, karena Allah swt Mahaadil dan sangat besar
cinta-Nya kepada manusia, Allah swt menurunkan qishash sebagai cara dan alat
untuk membersihkan diri para pelaku pembunuhan dan kejahatan sadis lainnya. Hal
itu disebabkan qishash pun berfungsi pula sebagai penebus dosa bagi pelakunya. Dengan demikian, Si Pelaku tidak perlu
bertanggung jawab lagi di akhirat atas perilaku jahat yang telah dilakukannya
karena telah diselesaikan di dunia. Sungguh, Allah swt sangat mencintai manusia
meskipun telah melakukan kejahatan besar dengan memberikannya kesempatan untuk
dihukum qishash.
Bayangkan, jika seorang pembunuh sudah ditetapkan
bersalah dan harus mendapatkan hukuman qishash. Dia sudah jatuh lunglai lemas
jiwanya tanpa harapan. Saat itulah seharusnya dia menyadari kesalahannya,
kemudian memperbaiki dirinya dengan memanfaatkan waktu yang ada sebelum qishash
dilaksanakan. Dia bisa bertobat memohon ampun kepada Allah swt atas
kesalahan-kesalahannya. Dia pun bisa meminta maaf kepada keluarga dan karib
kerabat yang pernah disakitinya. Kemudian, ia pun memiliki waktu meminta maaf kepada
siapa saja yang pernah dicurangi dan dilukainya. Permohonan ampun kepada Allah
swt sangatlah mudah karena Allah swt Maha Pengampun. Adapun meminta maaf kepada
manusia jauh lebih sulit karena manusia belum tentu memberikan maaf dan tetap
harus diselesaikan nanti di akhirat. Akan tetapi, jika dia bersungguh-sungguh
ingin menyucikan dirinya, Allah swt akan menyayanginya dengan melunakkan hati
setiap orang yang pernah dijahatinya sehingga orang-orang bersedia memaafkannya.
Dengan demikian, dia terbebas dari segala dosa, baik terhadap manusia maupun
terhadap Allah swt.
Ketika tiba hukuman qishas, nyawanya pun melayang
berpisah dari raga. Berakhirlah seluruh episode hidupnya. Dia kembali kepada
Allah swt yang sejak dulu mencintainya dalam keadaan suci dan bersih. Dia
pulang kepada Zat Yang Menciptakan dirinya dengan penuh cinta. Dia akan
menempati surga yang dijanjikan Allah swt. Itulah cinta. Qishash itu cinta.
Kali ini saya berharap Saudara-saudara bisa mengerti.
Tapi kan hukuman
mati itu sakit dan mengerikan.
Kalau orang tidak
berakal, memang selalu saja bikin alasan meskipun tidak berkualitas. Begini Saudara,
yang namanya mati itu pasti sakit dan mengerikan. Qishash atau tidak qishash tetap
saja sakit. Banyak rupa-rupa keterangan yang disandarkan kepada ajaran Nabi
Muhammad saw soal rasa sakit kematian ini. Ada yang mengatakan bahwa rasa sakit
yang paling ringan saat mati adalah sama dengan kerangka tulang ikan yang ditarik dari kain sutera. Ada pula yang
mengatakan bahwa rasanya sama dengan dihujam
pedang besar dan tajam sebanyak tiga puluh kali. Pokoknya pasti sakit.
Tidak ada hubungannya dengan qishash. Mati itu tetap sakit, bagaimana pun
caranya. Paling-paling tingkat kesakitannya yang berbeda dan itu bukan
disebabkan oleh caranya dia mati, melainkan disebabkan oleh tingkat
ketakwaannya kepada Allah swt. Orang takwa pasti lebih mudah daripada para pendosa.
Meskipun demikian, tetap sakit.
Kalaulah ada orang takwa yang pernah mati dan dapat
berbagi rasa mati kepada kita yang masih hidup, mungkin dia akan bilang, “Sakitnya tuh di sini.”
Berbeda jika ada
pendosa yang pernah mati dan berbagi rasa mati kepada kita yang masih hidup,
kemungkinan besar dia akan bilang, “Sakitnya
tuh di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di
sini, di sini, di siniii ….!”
Tanggung
Jawab Besar
Bagaimana jika hukum qishash
tidak dilaksanakan?
Begini Saudara, hukum qishash itu adalah anugerah bagi
manusia karena Allah swt mencintai seluruh manusia. Allah swt tidak ingin ada
hukum lain di luar qishash karena hukum lain itu bukan atas dasar cinta,
melainkan dendam, kemarahan, kepentingan sekelompok manusia atas manusia
lainnya, kecurangan, kelicikan, keangkuhan, keberbangga-banggaan, dan lain
sebagainya.
Kita ambil contoh jika seorang ayah yang baik menghukum
anaknya, baik dengan cara fisik, verbal, atau lainnya, dasarnya adalah cinta
karena ingin anaknya hidup lebih baik, bahkan lebih mulia dibandingkan dirinya.
Sang Ayah tidak mungkin menyerahkan penghukuman anaknya kepada orang lain
karena orang lain itu tidak mengerti tujuan penghukuman dan tidak memiliki rasa
cinta seperti dirinya.
Aneh rasanya jika ada seorang ayah yang meminta orang
lain untuk menghukum anak kandungnya sendiri, “Pak coba tolong pukulin dan
tempelengin anak saya supaya dia tidak bolos sekolah lagi dan tidak nonton film
porno lagi.”
Rasanya tidak mungkin itu terjadi. Sang Ayah akan
menghukumnya dengan rasa cinta di dalam dirinya dan harapan besar pada anaknya.
Sang Ayah akan menghukumnya lebih baik dibandingkan jika orang lain yang
menghukum anaknya.
Demikian pula Allah swt tidak menginginkan ciptaan yang
sangat dicintai-Nya dihukum dengan hukum yang tidak berdasarkan cinta-Nya.
Hukuman di luar yang dikehendaki-Nya sama sekali tidak berdasarkan cinta.
Tak heran jika Allah swt menguji manusia dengan
pertanyaan, “Apakah hukum jahiliyah yang
mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah, 5 : 50)
Apabila ada kasus hukum yang tidak dilaksanakan
berdasarkan koridor qishash, tanggung jawab ada pada penguasa hukum dan
orang-orang yang mendukungnya. Seorang pelaku kejahatan yang telah ditangkap
dan diadili kondisinya dalam keadaan lemah dan tertawan. Ia mau tidak mau harus
tunduk dan patuh pada jenis hukuman apapun yang dijatuhkan. Oleh sebab itu, di
akhirat dia tidak bertanggung jawab atas tidak dilaksanakannya hukum qishash
karena tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Dia orang yang telah
lemah dan tertahan. Oleh sebab itu, dia terbebas dari tanggung jawab. Justru
tanggung jawab yang besar adalah di pihak penguasa hukum dan para pendukungnya.
Ketika Allah swt di akhirat menanyakan tentang mengapa
tidak diberlakukan hukum qishash dan memilih hukum-hukum jenis lain yang
rendah, para penguasa dan pendukungnya harus memiliki jawaban yang tepat dan dapat
diterima Allah swt. Jangan mengatakan bahwa hukum qishas itu tidak adil dan
kejam karena sesungguhnya penuh cinta. Jawaban itu akan menimbulkan kemarahan
Allah swt dan itu sangat berbahaya. Harus ada alasan lain.
Mungkin seperti ini jawaban yang mungkin bisa diterima
Allah swt, “Ya Allah yang Mahaadil dan
Maha Penyayang. Kami tahu hukum Engkau adalah yang terbaik. Kami ingin
melaksanakannya, tetapi saat kami hidup hukum Engkau masih sangat sulit
dilaksanakan. Masih banyak orang yang menentang dan tidak percaya terhadap
hukum-hukum-Mu. Mereka masih belum mengerti. Maafkan kami Ya Allah. Jika kami
melaksanakan hukum-hukum-Mu saat itu, akan terjadi keburukan yang lebih besar.
Maafkan kami Ya Allah. Kami melihat dan merasakan jika hukum-hukum-Mu
dipaksakan dilaksanakan, akan terjadi huru-hara dan bentrokan besar antara
orang yang yakin kepada-Mu dengan mereka yang masih belum yakin. Kami tidak mau
ada pertumpahan darah. Kami sesungguhnya ingin melaksanakan, tetapi kami masih
perlu waktu untuk membimbing masyarakat agar bertambah yakin bahwa Engkau
adalah penuh cinta, Pemilik Kasih Sayang, dan Mahaadil. Kami harus mengedukasi
masyarakat agar memahami hukum-hukum-Mu. Dengan demikian, hukum-hukum-Mu dapat
ditegakkan tanpa harus mengalami pertumpahan darah.”
Mungkin jawaban itu
lebih baik atau ada yang lebih baik dari itu mungkin. Jawaban untuk itu harus
dipikirkan sejak sekarang karena pasti ditanyakan. Saya tidak tahu pasti. Tak
ada seorang pun yang tahu dengan pasti. Kita hanya bisa mengira-ngira. Akan
tetapi, yang jelas semua orang harus bertanggung jawab atas pikiran, ucapan,
keputusan, dan tindakannya selama hidup di dunia.
Kalau Allah swt bertanya lagi lebih jauh, “Begitu ya alasan kalian. Apakah kalian
berdoa kepada-Ku agar Aku membuat orang-orang yang menentang-Ku berubah menjadi
hamba-hamba-Ku yang beriman? Mengapa kalian tidak berdoa kepada-Ku agar hukum
qishash itu bisa ditegakkan? Bukankah Aku berkuasa membolak-balikan hati dan
pikiran manusia?”
Pikirkan saja
jawabannya sendiri. Itu juga kalau Allah swt bertanya seperti itu. Kalau
pertanyaan lebih sulit daripada itu, hiiii
… ngeri.
No comments:
Post a Comment