Tuesday, 30 August 2016

Mendesaknya Dwikewarganegaraan Sesaat

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Indonesia memang hanya mengakui satu identitas kewarganegaraan. Indonesia memang mengharamkan adanya dwikewarnegaraan, kecuali untuk anak-anak. Sampai hari ini pun harus seperti itu. Kita memang harus tegas mengenai hal ini. Setiap orang boleh memilih untuk menjadi warga Negara Indonesia atau menjadi warga negara asing. Tidak boleh ada dua kewarganegaraan. Terlalu banyak risiko dan bahaya yang harus ditanggung oleh Indonesia jika memberlakukan dwikewarganegaraan. Hal itu disebabkan banyak hal, seperti, keamanan, nasionalisme, ekonomi, lapangan kerja, dan lain sebagainya. Jangan dihubung-hubungkan dengan rasa “cinta tanah air”. Soal cinta itu tidak berhubungan dengan administrasi kewarganegaraan. Kalau para diaspora itu ingin dua kewarganegaraan atas dasar cinta, sama sekali tidak berdasar. Kalau cinta mah, ya cinta saja, tidak usah punya dua kewarganegaraan. Cinta itu bisa diwujudkan dalam hal apa saja dan dengan cara apa saja tanpa harus punya dua paspor berbeda negara. Meskipun sudah menjadi warga negara asing, kalau masih cinta, ya tinggal diwujudkan saja cinta itu dalam banyak hal.

            Kita untuk saat ini dan entah sampai kapan memang tidak perlu memberlakukan dwikewarganegaraan. Akan tetapi, saat ini ada situasi yang membuat kita “sebaiknya” memberlakukan “dwikewarganegaraan sesaat”, yaitu dua identitas kewarganegaraan dalam waktu yang sangat singkat dan ditentukan oleh pemerintah secara resmi dan legal. Hal ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah kuota haji yang sangat terbatas.

            Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia yang memiliki animo yang sangat tinggi untuk melaksanakan ibadat haji. Animo yang sangat tinggi ini bisa dilihat dari banyaknya antrian waiting list untuk berhaji. Ada orang yang harus menunggu sampai sepuluh tahun, bahkan mungkin dua puluh tahun lagi untuk bisa pergi haji. Malahan, bisa jadi orangnya sudah mati dan dikubur,  antrian hajinya masih panjang belum kebagian. Daftar tunggu berhaji yang sangat panjang dan lama itu disebabkan adanya pembatasan kuota dari pemerintah Arab Saudi.

            Salah satu cara untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kemenlu dan Kemenag dapat bekerja sama dengan negara-negara lain untuk sama-sama memberlakukan dwikewarganegaraan sesaat. Artinya, seseorang boleh memiliki dua identitas kewarganegaraan hanya untuk urusan berhaji. Setelah urusan perhajian selesai, identitasnya dikembalikan lagi menjadi satu kewarganegaraan, yaitu warga Negara Indonesia. Indonesia bisa bekerja sama dengan seluruh negara di dunia yang kuota hajinya masih belum terpenuhi atau masih di bawah kuota haji yang ditetapkan Arab Saudi. Tidak harus dengan negara muslim saja bisa bekerja sama, dengan negara asli Katolik Vatikan pun bisa dibangun kerja sama seperti itu.

            Memang biaya haji akan lebih mahal bagi yang melakukan haji dengan paspor negara lain.

            Akan tetapi, jika mereka mau, kenapa tidak?

            Daripada dilakukan secara ilegal dan tidak bertanggungjawab seperti yang terjadi beberapa tahun ini, sebaiknya dibuat legal saja. Itu kan hanya masalah teknis dan administrasi yang bisa dibicarakan dan disepakati secara G to G.

            Apa masalahnya?

            Justru kalau dilarang-larang, tindakan ilegal akan terus terjadi. Ini ibarat teori pascal yang jika sesuatu ditekan lebih kuat, akan terjadi perlawanan dengan kekuatan yang sama. Padahal, hal seperti ini bisa diakali dan disalurkan dengan program-program yang legal sehingga berbagai hal bisa terjamin, baik kesehatan, keamanan, maupun yang lainnya. Meskipun demikian, jelas harus dibuat dulu payung hukumnya agar ada landasan yang jelas dan bisa dilaksanakan secara tepat dan berhasil guna.


Keuntungan Dwikewarganegaraan Sesaat

Keuntungan dari dwikewarganegaraan sesaat untuk haji ini sangat banyak. Pertama, calon jemaah haji Indonesia yang mampu secara ekonomi dapat segera berangkat haji tanpa harus mengantri terlalu lama. Kedua, mereka bisa lebih mengenalkan Indonesia ke luar negeri sebagai promosi wisata Indonesia. Misalnya, seminggu atau sepuluh hari sebelum berangkat ke Mekah harus berada di negara antara yang sesaat itu sehingga bisa berkomunikasi dengan masyarakat lokal setempat. Ketiga, bagi negara antara sementara itu pun jemaah calon haji Indonesia bisa meningkatkan keuntungan karena mereka pasti berbelanja di negara itu. Artinya, ada keuntungan pula yang diberikan kita kepada negara luar negeri. Dengan demikian, banyak sekali keuntungannya sebetulnya jika kerjasama dwikewarganegaraan sesaat ini bisa terlaksana. Belum lagi dari segi syiar Islam. Para calon haji Indonesia di samping bisa menjadi agen promosi Indonesia, juga dapat memanfaatkan waktunya yang sebentar itu untuk menyiarkan Islam.

            Kalau dibilang risikonya tidak ada, sangat tidak mungkin. Akan tetapi, risikonya sangatlah kecil jika memberlakukan dwikewarganegaraan sesaat khusus untuk keperluan haji.


            Jangan ada yang bilang haram atau subhat untuk soal ini. Ini hanya masalah teknis kecil. 

No comments:

Post a Comment