oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Keledai adalah binatang
yang sering disifatkan pada manusia karena kebodohannya dan selalu mematuhi
pihak yang lebih kuat meskipun dirinya sendiri kesulitan luar biasa. Keledai
selalu menurut dan selalu dijadikan binatang pembawa beban. Rasa-rasanya tak
pernah ada kontes atau perlombaan untuk keledai, tak ada keledai juara sebuah
pertandingan karena pertandingannya juga tak ada. Keledai dianggap binatang
yang tidak ada daya tariknya untuk diperlombakan. Kira-kira begitulah manusia
setingkat keledai. Berbeda dengan domba, kuda, sapi, bahkan ikan sekalipun yang
ada juaranya, misalnya, domba tergagah, ikan terindah, sapi terbaik, atau kuda
tercepat.
Kita harus wajibul kudu marah jika agama kita dihina.
Jika tidak marah, berarti kita lebih rendah dibandingkan keledai. Artinya, keledai
adalah lebih tinggi derajatnya dibandingkan kita. Sama dengan keledai saja kita
tidak. Itu jika kita tidak marah saat
Islam dihina.
Jangankan ketika Islam dihina, ketika membiarkan istri
kita pergi jalan-jalan senang-senang dengan pria lain yang bukan muhrim saja,
kita sudah sederajat dengan keledai jika tidak marah. Itu kata Nabi Muhammad
saw. Artinya, kita diam saja ketika harga diri kita dihina, baik oleh pria lain
maupun istri kita yang selingkuh. Hanya membiarkan istri saja, kita sudah
disamakan derajatnya dengan keledai. Apalagi jika bukan harga diri yang dihina,
melainkan Allah swt, Al Quran, Islam, dan Muhammad saw yang dihina. Kedudukan
istri kita itu jauh berada di bawah Islam dan Rasul-Nya. Artinya, kita pasti
lebih rendah dibandingkan keledai jika tidak marah. Kalau marah, justru
mendapatkan pahala yang besar dari Allah swt.
Marah yang harus
kita tunjukkan adalah marah yang terukur, terbatas, dan tepat sasaran. Artinya,
harus ditujukan pada pihak-pihak yang menimbulkan kemarahan kita, bukan marah
kesana-kemari yang terlalu meluas hingga menimbulkan masalah baru. Kalau kita
marah berlebihan, justru tidak disukai Allah swt. Segala sesuatu yang
berlebihan itu haram hukumnya. Marahlah secara tepat sasaran meskipun harus
melakukan pembunuhan, dalam perang misalnya, bukan dalam keadaan damai.
Kemudian, berhenti marah jika tuntutan atau kemarahan kita sudah mendapatkan
tujuannya, jangan terus-menerus. Sepanjang sumber kemarahan tidak diselesaikan,
adalah sangat berpahala jika terus marah dan menuntut untuk mendapatkan
penyelesaian yang adil.
Hal yang harus dijaga dalam hati adalah kita harus marah
karena Allah swt, bukan marah karena emosi pribadi atau kebencian pada pihak
lain. Marah yang bukan didasarkan pada niat lillahi
taala adalah kemarahan yang tercela dan buruk, baik bagi orang lain,
lingkungan, terutama terhadap diri sendiri. Contoh yang teramat mulia adalah
yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. Dalam suatu perang, beliau sempat
memojokkan musuhnya, salah seorang kafir yang sudah tak lagi mampu melawan.
Ketika pedang Ali ra hendak memenggal lehernya, orang kafir itu mendongak, lalu
meludahi wajah Ali ra. Ketika ludah itu mengenai wajahnya, Ali ra mengurungkan
niatnya memenggal kepala orang itu.
Apa sebabnya Ali ra tidak jadi membunuhnya?
Sayidina Ali ra merasakan benar di dalam hatinya bahwa
ketika hendak membunuhnya, ia tetap berpegang pada kemarahan lillaahi taala, tetapi ketika ludah
orang kafir itu mengenai mukanya, hatinya berubah menjadi marah karena emosi
dan nafsu pribadi karena terhina. Ali ra tak ingin membunuh orang hanya karena
nafsu, emosi, atau kebencian pada manusia dan hanya untuk membalaskan rasa
terhina dirinya. Ia tak membiarkan dirinya dikuasai kemarahan yang tidak sah.
Ia ingin membunuh karena kecintaan kepada Allah swt dan rasul-Nya. Ia menahan
dirinya untuk marah karena dirinya sendiri.
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari peristiwa Ali bin
Abi Thalib itu?
Kita harus marah karena Allah swt, bukan karena nafsu
diri kita. Kita harus marah tepat sasaran dan terukur. Kita harus terus marah
jika agama kita dihina dan belum terselesaikan masalahnya. Kita harus berhenti
marah ketika dalam hati kita tercampur kebencian yang bukan karena Allah swt.
Kita harus berhenti marah ketika permasalahannya telah diselesaikan secara adil
dan layak.
No comments:
Post a Comment