Wednesday 20 May 2015

Indonesia Tetap Harus Berada di Tengah



oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Indonesia tidak boleh terseret-seret ke kiri atau ke kanan dan ke atas atau ke bawah. Negeri ini tidak boleh mendukung kebijakan salah satu atau sekelompok negara dalam percaturan politik atau ekonomi di dunia ini. Kita harus tetap berpijak pada Proklamasi Kemerdekaan, Pembukaan UUD 1945, dan Pancasila. Setiap tindakan ataupun kebijakan siapa pun yang berada dalam koridor pilar-pilar kebangsaan harus kita dukung. Sebaliknya, jika bertabrakan dengan pilar-pilar kebangsaan, kita pun harus menentangnya. Begitulah setidaknya yang diinginkan para pendiri Negara Indonesia.

            Posisi Indonesia yang harus selalu berada di tengah dengan pilar-pilar kebangsaan tersebut, sudah pernah diwujudkan dalam gerakan Nonblok. Negeri ini tidak berkehendak untuk berada ikut campur dalam pihak-pihak yang bertikai. Kita harus tetap jernih melihat segalanya dari sudut pandang pilar-pilar kebangsaan. Kalaupun saat ini pertarungan Barat vs Timur atau kapitalis vs komunis sudah selesai, tidak berarti nonblok harus bubar. Hal itu disebabkan dunia selalu diliputi pertentangan. Kita tidak boleh ikut-ikutan dalam pertentangan tersebut. Sebaiknya, kita harus menjadi kekuatan yang mampu menghentikan pertentangan yang terjadi. Nilai-nilai keindonesiaan harus dikedepankan, yaitu kita sangat percaya bahwa penyelesaian di meja perundingan adalah yang terbaik. Membuka ruang komunikasi adalah yang terbaik, kecuali jika komunikasi sudah dilakukan, tetapi kejahatan dan keserakahan tetap berlaku zalim, jalan terakhir adalah perang dan intimidasi.

            Posisi Indonesia yang tetap tegar berada di tengah adalah satu keuntungan besar untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Di dunia kita akan disegani dan tidak mudah untuk ditipu atau diseret-seret dalam kepentingan bangsa lain. Di akhirat kita akan mendapatkan kemuliaan yang sangat tinggi karena dengan jumlah umat Islam yang terbesar di dunia, Indonesia dituntut menjadi umatan wasathon, ‘umat penengah’, di dalam kancah kehidupan manusia di dunia.

            Apabila tidak mampu berada di tengah dan jalur kebaikan, kita akan hanya memanen keburukan demi keburukan seperti yang dialami bangsa-bangsa lain yang sering sekali tampak kalut, cemas, dan penuh kegelisahan sehingga mudah sekali untuk bertengkar, berbohong, berkelahi, dan membunuh. Nilai-nilai kebaikan yang kita miliki dapat menjadi “penyembuh” berbagai kegoncangan saat ini.

            Akan tetapi, untuk mampu “menyembuhkan” orang lain, kita harus kembali dulu pada “jati diri” sebagai bangsa Indonesia. Kita tidak perlu “mati-matian” berusaha cerdas seperti negara lain jika harus sering melakukan pertikaian dan keburukan, tetapi mampu bijak sebagaimana orang Indonesia yang mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya, baik otak maupun hati, baik lahir maupun batin.

No comments:

Post a Comment