oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Ilmu pengetahuan itu harus
terbuka untuk diuji. Begitulah aturannya, demikianlah hukumnya. Jika ilmu
pengetahuan tidak boleh atau tidak bisa diuji, namanya bukan lagi ilmu
pengetahuan, melainkan doktrin yang harus diyakini tanpa diperbolehkan
dipertanyakan.
Ilmu
pengetahuan harus terbuka untuk diuji karena harus bermanfaat bagi manusia yang
selalu berkembang. Dengan demikian, ilmu pengetahuan akan mendorong manusia
untuk dapat hidup lebih bermanfaat dan penuh arti. Adapun doktrin hanya membuat
manusia berat untuk melangkah dan menghalangi kehidupan manusia untuk
berkembang ke tingkat selanjutnya.
Pendapat
bahwa Borobudur dibangun oleh Wangsa Syailendra merupakan hasil penelitian J.G.
de Casparis dalam rangka meraih gelar doktor. Hasil penelitian itu adalah ilmu
pengetahuan yang diyakini kebenarannya sepanjang tidak ditemukan bukti baru
yang menggugurkan pendapatnya. Apabila ditemukan bukti baru yang lebih baik,
lebih ilmiah, dan lebih pasti, pendapat J.G. de Casparis itu wajib gugur,
kemudian diganti oleh hasil penelitian terbaru yang menggunakan metode lebih
canggih, alat lebih canggih, dan analisis lebih akurat. Begitulah aturannya
dalam dunia akademisi. Apabila pendapat J.G. de Casparis itu dianggap final dan
tidak boleh ada yang mengganggu-gugat, jatuhlah hasil penelitiannya hanya
senilai doktrin penuh dongeng kedustaan. Hasil penelitiannya sudah bukan lagi
ilmu pengetahuan, nilainya menjadi sebatas dongeng yang dipaksakan.
Pada
masa ini memang telah ditemukan bukti baru dengan hasil penelitian yang lebih
akurat dan pasti oleh K.H. Fahmi Basya. Hasil penelitian terbaru menyatakan
bahwa Borobudur itu adalah peninggalan Nabi Sulaiman dalam rangka hubungannya
dengan Ratu Balqis. Penelitian itu harus diterima dan menjadi ilmu pengetahuan
mutakhir, kecuali ada penelitian lain lagi yang lebih terbaru. Dengan demikian,
pendapat J.G. de Casparis harus gugur demi ilmu pengetahuan.
Apabila
kita tidak mau menerima pengetahuan yang lebih terbaru, berarti kita
mempertahankan kebodohan dan ketololan yang pada masa depan akan menjadi bahan
tertawaan anak cucu kita. Kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisa ditahan. Ia
akan terus melaju menggilas orang-orang yang menentangnya.
Mari
kita lihat contoh bagaimana orang-orang yang apabila terus-terusan bertahan
pada pengetahuan lama, pada masa depannya ditertawakan orang banyak. Saya punya
dua contoh nyata tentang hal ini. Contoh ini bahkan diajarkan di seluruh
perguruan tinggi, biasanya dalam mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar.
Dulu
sekali orang-orang sangat percaya bahwa yang namanya “pelangi” adalah jalan
yang menghubungkan kehidupan langit dengan kehidupan dunia sekarang ini. Jalan
itu digunakan oleh para “bidadari” untuk turun dan naik antara Bumi dan langit
dalam menyelesaikan urusannya di Bumi ini. Para bidadari itu ada yang mandi,
memberikan berkah, menyuburkan tanaman, dan lain sebagainya.
Pada
masa lalu sesuai dengan kondisi Iptek saat itu manusia percaya bahwa “pelangi” itu
adalah jalannya para “bidadari”. Hal itu menjadi pengetahuan yang diyakini
kebenarannya dan tak ada yang membantahnya. Akan tetapi, karena sifat manusia
yang selalu ingin tahu, sesuai perkembangan zaman, manusia mempertanyakan lebih
jauh mengenai pelangi dan bidadari itu.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia melakukan
banyak penelitian sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang lebih
akurat, lebih bisa dipercaya, dan lebih masuk akal. Hasil penemuan terbaru yang
diakui sampai saat ini menyatakan bahwa pelangi adalah bias dari sinar matahari
yang masuk ke dalam butiran air di langit sehingga menimbulkan spektrum warna
tertentu. Warna-warna itu menjadi lebih beraneka ragam ketika sinar matahari
meninggalkan butiran-butiran air itu sehingga kita bisa melihatnya sebagaimana
pelangi yang biasa terlihat.
Pengetahuan
tentang pelangi yang terbaru tersebut jelas secara otomatis menggugurkan ilmu
pengetahuan yang sebelumnya. Artinya, ilmu pengetahuan tentang bidadari itu
diuji dengan pengetahuan baru dan hasilnya bidadari yang mondar-mandir pada
pelangi itu tidak ada. Begitulah yang namanya ilmu pengetahuan harus terbuka
untuk diuji. Apabila dia tahan uji, pengetahuan itu tetap diterima karena
pengetahuan yang baru tidak membuktikan bahwa pengetahuan yang diujinya itu
salah.
Apabila
masih ada saat ini yang mempertahankan ilmu pengetahuan bahwa pelangi itu
adalah jalan bagi para bidadari, pasti jadi tertawaan orang banyak serta jelas
dianggap kampungan dan bodoh sekali. Bukan soal percaya pada pelangi dan
bidadari yang membuatnya menjadi orang bodoh dan tertawaan orang lain,
melainkan kedunguannya mempertahankan ilmu pengetahuan lama yang sudah gugur
oleh pengetahuan yang baru.
Contoh
lainnya adalah kita tahu bahwa dulu gereja berpandangan bahwa Bumi berbentuk
datar seperti tikar dan di ujungnya adalah neraka. Demikian pula Aristoteles
berpendapat bahwa Bumi adalah pusat dari tatasurya. Pendapat gereja dan
Aristoteles itu diterima sebagai pengetahuan yang sahih dan benar sehingga
dunia percaya pada pendapat tersebut. Tak ada yang menolaknya karena belum ada
penelitian lain yang menggugurkan pendapat mereka dengan disertai bukti yang
kuat.
Siapa yang akan
membantah ketika gereja sangat kuat dan Aristoteles adalah ilmuwan yang sangat
dihormati?
Akan tetapi,
kebenaran ilmu pengetahuan itu terus berkembang dan menunjukkan jati dirinya.
Galileo Galilei memiliki bukti yang lebih akurat bahwa Bumi tidaklah datar
sebagaimana pendapat gereja. Di samping itu, ia pun menyatakan bahwa Bumi
bukanlah pusat dari sistem tatasurya sebagaimana pendapat Aristoteles.
Menurutnya, Bumi adalah bulat dan Matahari merupakan sumber pusat dari sistem tatasurya.
Apalagi pendapatnya itu dikuatkan oleh pengalaman Copernicus yang berlayar mengelilingi
dunia.
Pendapat yang
benar itu tentu saja mendapatkan penentangan dari “orang-orang yang tidak siap”
menerima ilmu pengetahuan baru. Akibatnya, pengetahuan yang baru dan lebih
benar itu ditolak, dilecehkan, dianggap mengganggu keimanan, dan mengguncangkan
keyakinan yang sudah mapan saat itu. Kebodohan dan kedunguan orang-orang itu
mengakibatkan keburukan yang lebih serius, yaitu menghukum Galileo Galilei
dengan hukuman pengucilan di rumahnya sendiri sampai meninggal. Hal yang lebih
memalukan adalah tetap mempertahankan kedunguannya sampai kedunguannya itu
benar-benar terhina dan tersingkir. Toh, kita sekarang meyakini bahwa yang
namanya Bumi itu bulat dan Matahari merupakan pusat dari tatasurya.
Jika saat ini ada
orang-orang yang mempertahankan pendapat lama bahwa Bumi adalah datar di
ujungnya ada neraka dan merupakan pusat dari tatasurya, mereka akan menjadi
bahan tertawaan. Bahkan, sangat disarankan untuk masuk dalam grup sirkus
bersama para simpanse.
Nah, demikian
pula dengan Borobudur. Hasil penelitian yang mutakhir dengan bukti-bukti lebih
akurat menyatakan bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman as dalam
hubungannya dengan Ratu Balqis. Hasil penelitian itu menggunakan alat-alat dan
hasil analisis yang lebih tinggi dibandingkan dugaan-dugaan J.G. de Casparis.
Artinya, pendapat J.G. de Casparis harus gugur diganti oleh pendapat K.H. Fahmi
Basya. Bukan hanya pendapat J.G. de Casparis yang harus gugur, melainkan pula
pendapat para ahli tafsir yang mengatakan bahwa kisah Nabi Sulaiman as, Ratu
Balqis, dan bendungan yang hancur itu terjadi di seputar Yaman. Para ahli
tafsir itu juga kan mengemukakan ilmu pengetahuan berdasarkan kelengkapan yang
dimiliki mereka saat itu. Ketika pengetahuan mereka diuji dengan pengetahuan
yang baru, kemudian terkalahkan, sudah menjadi keharusan pendapat para ahli
tafsir itu mendapat perbaikan. Itu namanya ilmu pengetahuan.
Kalau pendapat
ahli tafsir itu tidak boleh diuji, sama saja dengan merendahkan ajaran Islam
sebagai ajaran logis dan ilmiah. Orang-orang yang bertahan pada pendapat lama
sama saja dengan menyudutkan Islam menjadi agama penuh doktrin dan dogmatis
yang harus diyakini tanpa proses berpikir. Orang-orang seperti ini akan
tergusur dan terhina jika terus tenggelam dalam kebodohannya, pada masa depan
akan jadi tertawaan anak-cucunya sendiri.
Orang-orang
dungu yang tidak siap dengan pengetahuan baru kata Soekarno sama dengan “kukuk
beluk” dan sederajat dengan orang-orang dungu yang mempertahankan bahwa pelangi
itu merupakan jalan milik bidadari serta Bumi itu datar di ujungnya adalah
neraka dan merupakan pusat dari sistem tatasurya.
Bukalah pikiran
kita. Jika kita mendapatkan ilmu pengetahuan baru, uji dengan cara yang ilmiah
dengan metode-metode ilmiah. Jangan lantas terkaget-kaget, lalu menolak dengan
penuh kedunguan sembari melecehkan kebenaran dengan kata-kata yang tidak ilmiah
dan alasan-alasan mirip para perempuan yang sedang bertengkar.
Islam itu penuh
dengan ilmu pengetahuan. Dirinya sendiri selalu menantang untuk diuji kapan pun
dan oleh siapa pun. Demikian pula, orang Islam harus penuh dengan kesiapan
menerima ilmu pengetahuan baru dan siap untuk diuji sekaligus menguji ilmu
pengetahuan agar lebih bermanfaat bagi kehidupan orang banyak sehingga dirinya
tercatat sebagai orang mulia yang bermanfaat bagi umat manusia, bukannya
menghalangi umat manusia mendapatkan pencerahan dan kebaikan.
No comments:
Post a Comment