oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang
Surya
Setidaknya, sepanjang yang saya tahu, ada lima pejabat elit
Indonesia yang hebat dalam menolak iming-iming materi yang ditawarkan
pihak-pihak yang menginginkan keuntungan dari Indonesia secara licik dan
curang. Pertama, kita kenal Ir. Soekarno yang merupakan
Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden pertama Republik Indonesia.
Ia terkenal dengan kalimat kasarnya, “Go to hell with your aids!”
“Pergilah ke neraka dengan
bantuan-bantuan kalian!”
Kalimat itu ditujukan pada negara-negara
kapitalis yang masih ingin mengatur dan mendapatkan keuntungan dari Indonesia
secara jahat. Soekarno cerdas bahwa bantuan-bantuan asing itu akan sangat
mengikat Negara Indonesia sehingga harus tetap tunduk dan patuh mengikuti
permainan-permainan keji kapitalis. Padahal, jika bantuan-bantuan itu
diterimanya, Soekarno bisa menjadi orang yang teramat kaya raya di Indonesia.
Akan tetapi, ia lebih memilih tidak kaya raya agar Indonesia memiliki harga
diri dan tetap tegar dalam jalur yang benar. Hebat benar dia.
Kedua,
Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso. Ia adalah polisi antisuap yang
membersihkan diri dan lingkungannya dari pintu-pintu suap. Geger negeri ini memiliki pemimpin polisi seperti
Hoegeng. Ia bertindak profesional, tidak pandang bulu. Benar dan salah harus
sejelas hitam dan putih. Ia selalu ulet untuk menuntaskan kasus-kasus yang
seharusnya dituntaskan oleh polisi. Ia marah besar ketika ada banyak orang yang
memaksa untuk menyuap dirinya, padahal masyarakat dari dulu sampai hari ini
masih menganggap bahwa polisi adalah aparat yang sangat mudah untuk disuap
gara-gara banyak oknum polisi yang tidak berjiwa ksatria serta tidak cinta pada
tugas dan profesinya. Mereka hanya suka uang, tidak beda dengan preman jalanan
pemalak pedagang pasar. Kasihan jadinya polisi-polisi baik, jujur, dan profesional
harus ikut tercoreng oleh perilaku rekan-rekannya yang kerjanya busuk.
Hoegeng adalah polisi jujur profesional
ksatria cinta tanah air. Karena kecintaan pada tugasnya inilah yang membuatnya
harus terlempar dari posisinya sebagai pemimpin polisi pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto. Akan tetapi, ia tetap pada keyakinannya, jujur dan baik.
Seandainya dia mau menerima banyak
suapan dari para pebisnis, ia bisa kaya raya. Seandainya dia mau tidak terlalu
tegas dan ulet dalam menuntaskan kasus-kasus besar, ia bisa memiliki banyak
jabatan “basah” dalam pemerintahan. Akan tetapi, tidak bagi Hoegeng. Ia memilih
menjadi polisi jujur profesional ksatria cinta tanah air. Hebat benar dia.
Ketiga, Prof.
Dr. H. Amien Rais. Ia adalah Lokomotif Reformasi yang bersama masyarakat dan
mahasiswa menjungkalkan bangunan pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto. Melalui posisinya sebagai ketua Partai Amanat Nasional (PAN), ia
dipercaya menjadi Ketua MPR/DPR RI.
Ketika dalam perjuangan menjatuhkan
Orde Baru dengan gerakan reformasi, ia mengaku di depan televisi nasional dan
internasional pernah menerima telepon dari “seseorang” kerabat Orde Baru agar
menghentikan upayanya dalam gerakan reformasi. Sebagai imbalannya, Amien Rais
akan mendapatkan uang sekitar sebelas miliar rupiah. Akan tetapi, ia
menolaknya. Ia memilih untuk terus berjuang menggulingkan Orde Baru.
Seandainya ia mau menerima uang itu,
ia bakalan kaya mendadak dan memiliki banyak uang untuk dijadikan modal bisnis
dan memajukan lembaga pendidikan yang didirikannya. Bahkan, ia bisa meminta
lagi lebih banyak untuk organisasi yang dipimpinnya, yaitu Muhammadiyah. Akan
tetapi, tidak bagi Amien Rais. Perjalanan reformasi adalah lebih penting
daripada uang recehan itu. Hebat benar dia.
Keempat, K.H.
Abdurahman Wahid. Ia adalah budayawan, intelektual kelas wahid, Ketua PB NU
yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia. Dalam awal masa jabatannya
sebagai Presiden Republik Indonesia, ia mengaku di depan televisi nasional dan
internasional bahwa dirinya pernah menerima proposal dengan kecenderungan upaya
suap di dalamnya.
Ketika mendengar ada proposal itu di
mejanya, ia memintanya, “Sini mana proposalnya? Saya langsung robek-robek
semuanya.”
Ia adalah presiden yang berlatar
belakang santri dan tetap teguh dalam posisinya sebagai Kiyai. Ia tidak
mempedulikan upaya suap pada dirinya.
Seandainya dia mau, pasti akan ada banyak
proposal serupa yang berduyun-duyun datang ke meja kerjanya. Dia pun akan
tambah kaya raya. Di samping itu, keluarganya akan lebih aman karena
mendapatkan warisan sangat banyak darinya sekaligus organisasi yang
dipimpinnya, NU, akan lebih hebat lagi. Akan tetapi, tidak bagi Gus Dur. Ia
memilih tegas dan jujur daripada harus hidup dari uang suap para pebisnis kotor
yang pasti banyak merugikan Negara Indonesia. Hebat benar dia.
Kelima, Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Lewat akun Twitter @susipudjiastuti bahwa dirinya
sempat ditawari suap senilai lima triliun rupiah untuk mundur dari jabatannya
sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Upaya suap ini memang membuat banyak
orang kaget. Akan tetapi, saya melihat dari sisi yang positif. Susi memang
dikenal keras dan tegas dalam membela sumber-sumber kelautan di Indonesia. Ia
tidak gentar dan sangat hobi “membakar” kapal para pencuri ikan di Indonesia.
Ia sangat sadar bahwa potensi laut Indonesia adalah milik rakyat Indonesia dan
untuk kemakmuran Indonesia. Ia tahu benar itu.
Upaya suap yang
diajukan padanya sangat mungkin agar gebrakan-gebrakan di laut Indonesia bisa
berhenti dengan mundurnya Susi. Uang lima triliun sangatlah besar. Gaji menteri
sepanjang jabatannya tidak akan mencapai uang sebanyak itu.
Seandainya mau,
dia bisa memboyong uang itu, lalu memperbesar usaha miliknya yang sudah besar
itu. Ia akan menjadi pengusaha yang lebih terpandang di tingkat nasional maupun
internasional. Akan tetapi, tidak bagi Susi. Indonesia adalah lebih berharga
daripada ribuan triliunan suap yang ditawarkan kepada siapa pun. Di samping
itu, ia lebih memilih kehormatan yang didapatnya untuk menjadi menteri
dibandingkan uang suap yang ditawarkan para penyuap yang rakus harta dan
kekuasaan. Hebat benar dia.
Soekarno,
Hoegeng, dan Abdurahman Wahid sudah selesai masa tugasnya di dunia ini. Mereka
kini berada di “alam penantian”. Mereka dalam hidupnya sudah terbukti tidak
menerima suap dan melakukan tindakan korup yang memalukan dan menjijikan.
Mereka selamat tidak tercederai perilaku gemar makan harta haram. Mereka adalah
anutan yang harus diteladani seluruh masyarakat Indonesia.
Amien Rais dan
Susi Pudjiastuti sampai tulisan ini diturunkan mereka masih hidup. Tekad,
keyakinan, dan kekuatannya dalam menahan gelombang godaan suap dan korup masih
menghadang dan memerangi mereka. Syetan tak pernah berhenti berusaha merusakkan
hidup seseorang, suatu kaum, dan suatu bangsa, bahkan seluruh umat manusia.
Meskipun demikian, sampai tulisan ini disusun mereka masih “sangat kuat” untuk
berada dalam “kehormatan dan kemuliaan” menjalankan tugas kenegaraannya.
Mudah-mudahan sampai akhir hayatnya mereka tetap mulia dan terhormat, bahkan
lebih mulia dan terhormat di hadapan manusia dan Allah swt. Amin.
Kelima orang itu
adalah orang hebat yang mencintai Indonesia dan mengharamkan suap bagi dirinya
sendiri, kemudian mempengaruhi lingkungannya. Saya yakin bahwa masih sangat
banyak orang-orang baik dan hebat seperti mereka yang tidak muncul di media
massa dan berbagai saluran informasi lainnya. Mereka adalah pilar-pilar
kekuatan negeri yang namanya tak akan pernah mati jika tetap kukuh dalam
kemuliaannya.
Bukankah
Soekarno, Hoegeng, dan Gus Dur meskipun sudah wafat, nama, jiwa, semangat, dan
ajarannya tetap hidup?
Hebat mereka!
Kita?
Berupayalah lebih
baik dibandingkan mereka dalam melakukan kebaikan.
Fastabiqul khoirot, ‘berlombalah dalam
kebaikan’.
Tidak perlu
berlomba menjadi yang terkaya dan paling berkuasa karena hanya akan membuat
hidup kita sulit dan terhina.
No comments:
Post a Comment