Friday, 22 May 2015

Tekad Hebat Para Elit




oleh Tom Finaldin




Bandung, Putera Sang Surya

Setidaknya, sepanjang yang saya tahu, ada lima pejabat elit Indonesia yang hebat dalam menolak iming-iming materi yang ditawarkan pihak-pihak yang menginginkan keuntungan dari Indonesia secara licik dan curang. Pertama,  kita kenal Ir. Soekarno yang merupakan Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden pertama Republik Indonesia. 


Ia terkenal dengan kalimat kasarnya, “Go to hell with your aids!”

“Pergilah ke neraka dengan bantuan-bantuan kalian!”


Kalimat itu ditujukan pada negara-negara kapitalis yang masih ingin mengatur dan mendapatkan keuntungan dari Indonesia secara jahat. Soekarno cerdas bahwa bantuan-bantuan asing itu akan sangat mengikat Negara Indonesia sehingga harus tetap tunduk dan patuh mengikuti permainan-permainan keji kapitalis. Padahal, jika bantuan-bantuan itu diterimanya, Soekarno bisa menjadi orang yang teramat kaya raya di Indonesia. Akan tetapi, ia lebih memilih tidak kaya raya agar Indonesia memiliki harga diri dan tetap tegar dalam jalur yang benar. Hebat benar dia.


Kedua, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso. Ia adalah polisi antisuap yang membersihkan diri dan lingkungannya dari pintu-pintu suap. Geger  negeri ini memiliki pemimpin polisi seperti Hoegeng. Ia bertindak profesional, tidak pandang bulu. Benar dan salah harus sejelas hitam dan putih. Ia selalu ulet untuk menuntaskan kasus-kasus yang seharusnya dituntaskan oleh polisi. Ia marah besar ketika ada banyak orang yang memaksa untuk menyuap dirinya, padahal masyarakat dari dulu sampai hari ini masih menganggap bahwa polisi adalah aparat yang sangat mudah untuk disuap gara-gara banyak oknum polisi yang tidak berjiwa ksatria serta tidak cinta pada tugas dan profesinya. Mereka hanya suka uang, tidak beda dengan preman jalanan pemalak pedagang pasar. Kasihan jadinya polisi-polisi baik, jujur, dan profesional harus ikut tercoreng oleh perilaku rekan-rekannya yang kerjanya busuk.


Hoegeng adalah polisi jujur profesional ksatria cinta tanah air. Karena kecintaan pada tugasnya inilah yang membuatnya harus terlempar dari posisinya sebagai pemimpin polisi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Akan tetapi, ia tetap pada keyakinannya, jujur dan baik.


Seandainya dia mau menerima banyak suapan dari para pebisnis, ia bisa kaya raya. Seandainya dia mau tidak terlalu tegas dan ulet dalam menuntaskan kasus-kasus besar, ia bisa memiliki banyak jabatan “basah” dalam pemerintahan. Akan tetapi, tidak bagi Hoegeng. Ia memilih menjadi polisi jujur profesional ksatria cinta tanah air. Hebat benar dia.


Ketiga, Prof. Dr. H. Amien Rais. Ia adalah Lokomotif Reformasi yang bersama masyarakat dan mahasiswa menjungkalkan bangunan pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Melalui posisinya sebagai ketua Partai Amanat Nasional (PAN), ia dipercaya menjadi Ketua MPR/DPR RI.


Ketika dalam perjuangan menjatuhkan Orde Baru dengan gerakan reformasi, ia mengaku di depan televisi nasional dan internasional pernah menerima telepon dari “seseorang” kerabat Orde Baru agar menghentikan upayanya dalam gerakan reformasi. Sebagai imbalannya, Amien Rais akan mendapatkan uang sekitar sebelas miliar rupiah. Akan tetapi, ia menolaknya. Ia memilih untuk terus berjuang menggulingkan Orde Baru.


Seandainya ia mau menerima uang itu, ia bakalan kaya mendadak dan memiliki banyak uang untuk dijadikan modal bisnis dan memajukan lembaga pendidikan yang didirikannya. Bahkan, ia bisa meminta lagi lebih banyak untuk organisasi yang dipimpinnya, yaitu Muhammadiyah. Akan tetapi, tidak bagi Amien Rais. Perjalanan reformasi adalah lebih penting daripada uang recehan itu. Hebat benar dia.


Keempat, K.H. Abdurahman Wahid. Ia adalah budayawan, intelektual kelas wahid, Ketua PB NU yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia. Dalam awal masa jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia, ia mengaku di depan televisi nasional dan internasional bahwa dirinya pernah menerima proposal dengan kecenderungan upaya suap di dalamnya.


Ketika mendengar ada proposal itu di mejanya, ia memintanya, “Sini mana proposalnya? Saya langsung robek-robek semuanya.”


Ia adalah presiden yang berlatar belakang santri dan tetap teguh dalam posisinya sebagai Kiyai. Ia tidak mempedulikan upaya suap pada dirinya.


Seandainya dia mau, pasti akan ada banyak proposal serupa yang berduyun-duyun datang ke meja kerjanya. Dia pun akan tambah kaya raya. Di samping itu, keluarganya akan lebih aman karena mendapatkan warisan sangat banyak darinya sekaligus organisasi yang dipimpinnya, NU, akan lebih hebat lagi. Akan tetapi, tidak bagi Gus Dur. Ia memilih tegas dan jujur daripada harus hidup dari uang suap para pebisnis kotor yang pasti banyak merugikan Negara Indonesia. Hebat benar dia.


Kelima, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Lewat akun Twitter @susipudjiastuti bahwa dirinya sempat ditawari suap senilai lima triliun rupiah untuk mundur dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Upaya suap ini memang membuat banyak orang kaget. Akan tetapi, saya melihat dari sisi yang positif. Susi memang dikenal keras dan tegas dalam membela sumber-sumber kelautan di Indonesia. Ia tidak gentar dan sangat hobi “membakar” kapal para pencuri ikan di Indonesia. Ia sangat sadar bahwa potensi laut Indonesia adalah milik rakyat Indonesia dan untuk kemakmuran Indonesia. Ia tahu benar itu. 


Upaya suap yang diajukan padanya sangat mungkin agar gebrakan-gebrakan di laut Indonesia bisa berhenti dengan mundurnya Susi. Uang lima triliun sangatlah besar. Gaji menteri sepanjang jabatannya tidak akan mencapai uang sebanyak itu. 


Seandainya mau, dia bisa memboyong uang itu, lalu memperbesar usaha miliknya yang sudah besar itu. Ia akan menjadi pengusaha yang lebih terpandang di tingkat nasional maupun internasional. Akan tetapi, tidak bagi Susi. Indonesia adalah lebih berharga daripada ribuan triliunan suap yang ditawarkan kepada siapa pun. Di samping itu, ia lebih memilih kehormatan yang didapatnya untuk menjadi menteri dibandingkan uang suap yang ditawarkan para penyuap yang rakus harta dan kekuasaan. Hebat benar dia.


Soekarno, Hoegeng, dan Abdurahman Wahid sudah selesai masa tugasnya di dunia ini. Mereka kini berada di “alam penantian”. Mereka dalam hidupnya sudah terbukti tidak menerima suap dan melakukan tindakan korup yang memalukan dan menjijikan. Mereka selamat tidak tercederai perilaku gemar makan harta haram. Mereka adalah anutan yang harus diteladani seluruh masyarakat Indonesia.


Amien Rais dan Susi Pudjiastuti sampai tulisan ini diturunkan mereka masih hidup. Tekad, keyakinan, dan kekuatannya dalam menahan gelombang godaan suap dan korup masih menghadang dan memerangi mereka. Syetan tak pernah berhenti berusaha merusakkan hidup seseorang, suatu kaum, dan suatu bangsa, bahkan seluruh umat manusia. Meskipun demikian, sampai tulisan ini disusun mereka masih “sangat kuat” untuk berada dalam “kehormatan dan kemuliaan” menjalankan tugas kenegaraannya. Mudah-mudahan sampai akhir hayatnya mereka tetap mulia dan terhormat, bahkan lebih mulia dan terhormat di hadapan manusia dan Allah swt. Amin.


Kelima orang itu adalah orang hebat yang mencintai Indonesia dan mengharamkan suap bagi dirinya sendiri, kemudian mempengaruhi lingkungannya. Saya yakin bahwa masih sangat banyak orang-orang baik dan hebat seperti mereka yang tidak muncul di media massa dan berbagai saluran informasi lainnya. Mereka adalah pilar-pilar kekuatan negeri yang namanya tak akan pernah mati jika tetap kukuh dalam kemuliaannya.


Bukankah Soekarno, Hoegeng, dan Gus Dur meskipun sudah wafat, nama, jiwa, semangat, dan ajarannya tetap hidup? 


Hebat mereka!


Kita? 


Berupayalah lebih baik dibandingkan mereka dalam melakukan kebaikan.


Fastabiqul khoirot, ‘berlombalah dalam kebaikan’.


Tidak perlu berlomba menjadi yang terkaya dan paling berkuasa karena hanya akan membuat hidup kita sulit dan terhina. 

            Demi Allah swt.

No comments:

Post a Comment