oleh Tom
Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Setiap hari kita disuguhi
berita-berita kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok Islam di muka Bumi
ini. Kita hanya melihat kekerasan yang terjadi tanpa mengetahui penyebab kekerasan
itu terjadi. Kekerasan memang sangat mengerikan, tetapi akan bisa dimengerti
dan dimaklumi jika kita mengerti penyebab terjadinya kekerasan itu. Bahkan,
kita akan sangat setuju kekerasan itu dilakukan jika penyebabnya memang
dipahami sebagai sesuatu yang mengharuskan kekerasan itu dilaksanakan.
Hukuman
mati kepada para pengedar Napza adalah kekerasan, tetapi 86% rakyat Indonesia
setuju pada kekerasan itu. Hal itu disebabkan rakyat tahu kenapa kekerasan itu
harus dilakukan. Melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan pembantaian adalah
kekerasan yang sangat menakutkan. Akan tetapi, kita malahan akan memuji dan
mengagungkan para pelaku kekerasan itu jika kita membaca sejarah perjuangan
para pejuang Indonesia dalam membantai dan membunuhi para penjajah dan
pengkhianat bangsa.
Jadi,
jangan menuduh terlalu cepat terhadap pelaku kekerasan sebelum kita memahami
bagaimana kekerasan itu bisa terjadi. Suatu peristiwa terjadi karena ada
penyebabnya. Saya sangat prihatin karena dengan mudahnya kita tergiring opini
yang dibentuk media massa untuk menuduh sekelompok orang sebagai penjahat dan
teroris tanpa kita ketahui dengan benar seluk-beluk pelaku, korban, dan
peristiwa itu sendiri secara utuh.
Akhir-akhir
ini kita disuguhi banyak berita kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ISIS dan
kelompok Islam lainnya. Kita dengan cepat menuduhnya sebagai teroris, padahal
kekerasan itu terjadi pada saat perang. Dalam perang melakukan aksi teror itu
wajar karena setiap pihak yang bertikai melakukan teror terhadap musuh-musuhnya
untuk membuat takut musuhnya. Dalam perang hal itu wajar. Yang tidak wajar atau
salah atau jahat adalah aksi teror yang dilakukan dalam masa damai di tempat
yang damai terhadap orang-orang yang damai.
Berita-berita
yang beredar saat ini sangatlah penuh dengan tuduhan samar. Saya bilang samar
karena berita-berita yang beredar itu banyak yang berasal dari satu pihak tanpa
ada berita pembanding yang berasal dari sumber pihak lainnya. Padahal, etikanya
dalam dunia pers minimal harus mengungkapkan fakta dari kedua belah pihak yang
berseteru, namanya cover both side.
Lebih jauh lagi, lebih hebat lagi jika Sang Wartawan melakukan cover all side, artinya melakukan
penelitian yang lebih mendalam yang lebih hebat dibandingkan dengan cover both side. Berita-berita yang
tersiar kebanyakan menuduh ISIS sebagai pelaku kejahatan dengan hanya bersumber
dari satu pihak tanpa pihak ISIS memberikan pernyataan terhadap peristiwa yang
sedang diberitakan. Saya sangat tidak mengerti situasi ini. Seolah-olah
dirancang seperti itu dengan merusakkan etika dalam pers.
Akibatnya,
dunia dan masyarakat umum yang sangat lemah dan terlalu tergantung dari celoteh
para wartawan, dengan sangat mudah mengikuti keinginan media-media tersebut
yang tampak sekali sedang membangun opini sepihak. Ini sangat berbahaya dan
sangat tidak mencerdaskan.
Saya
bukan pendukung ISIS, tetapi juga tidak anti-ISIS karena saya tidak tahu siapa
ISIS sebenarnya, apa tujuan mereka? Siapa yang membiayai mereka? Siapa yang
diuntungkan oleh mereka?
Saya
lebih memilih mengatakan tidak tahu jika ada yang bertanya tentang ISIS karena
jika salah memberikan penilaian, berarti salah mengarahkan orang lain. Artinya,
saya tidak mau bertanggung jawab di hadapan Allah swt nanti terhadap hal yang
saya tidak ketahui. Jika salah berbicara, saya bisa dituduh pembohong, sok
tahu, atau tukang fitnah oleh Allah swt dan itu sangat mengerikan.
Perlu
diketahui bahwa sampai hari ini tidak ada satu orang Indonesia pun yang
memahami ISIS sebenarnya. Semuanya hanya menduga-duga, tak ada fakta yang
tersodor tentang ISIS secara penuh selain dugaan dan kira-kira. Para ahli
hubungan internasional, militer, dan intelijen pun tidak ada yang mampu
menguraikan dengan pasti soal ISIS ini, kecuali sangkaan-sangkaan saja.
So,
jangan sok tahu jika tidak tahu kebenarannya. Yang harus dilakukan adalah
memahami orang-orang atau kelompok yang sedang dituduh itu dengan baik, benar,
dan jelas. Dengan demikian, kita akan mudah sekali bersikap dan memberikan
penjelasan. Kalau saat ini di Indonesia masih terbelah antara yang pro-ISIS
dengan yang kontra-ISIS, itu disebabkan tidak ada pengetahuan yang jelas
tentang ISIS. Selamanya kita akan seperti ini jika tidak mendapatkan
pengetahuan yang pasti. Kalaupun soal ISIS ini sudah selesai, tetap akan
terjadi seperti ini jika ada kelompok lain yang muncul. Akibatnya, kita selalu
dalam perseteruan di dalam negeri sendiri tanpa ada kata sepakat.
Jangan
terlalu mengandalkan media massa karena banyak sekali berita yang berasal dari
orang-orang fasik yang menginginkan kehidupan manusia tidak harmonis dan selalu
dalam kekalutan. Kita bisa lihat bagaimana hampir seluruh orang percaya bahwa
Taliban di Afghanistan itu teroris, kenyataannya mereka bukan teroris. Mereka
hanya para pejuang Afghanistan yang tidak ingin ada orang asing menduduki
wilayahnya, seperti para pejuang Indonesia yang dulu mengusir penjajah asing.
Jadi, jangan mudah terpedaya oleh berita-berita sepihak tanpa sumber yang
jelas. Jangan lagi mau mudah diadu domba oleh orang-orang yang rakus kekuasaan,
harta benda, dan sumber daya alam.
Ingat
firman Allah swt dalam Surat Al Hujurat ayat 6:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika
seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah
kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Hati-hati
itu adalah perintah dari Allah swt agar kita selalu meneliti setiap berita yang
sampai kepada kita. Jangan mudah percaya agar tidak mudah tertipu.
Demi
Allah swt, ayat itu sudah sangat jelas, bening, tak perlu lagi penjelasan.
Tinggal kitanya saja apakah kita masih gemar percaya berita-berita bohong atau
meningkat menjadi orang yang lebih berkualitas dengan bersandar pada kebenaran.
No comments:
Post a Comment