Sunday, 24 May 2015

Jangan Mudah Menuduh Teroris



oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Setiap hari kita disuguhi berita-berita kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok Islam di muka Bumi ini. Kita hanya melihat kekerasan yang terjadi tanpa mengetahui penyebab kekerasan itu terjadi. Kekerasan memang sangat mengerikan, tetapi akan bisa dimengerti dan dimaklumi jika kita mengerti penyebab terjadinya kekerasan itu. Bahkan, kita akan sangat setuju kekerasan itu dilakukan jika penyebabnya memang dipahami sebagai sesuatu yang mengharuskan kekerasan itu dilaksanakan.

            Hukuman mati kepada para pengedar Napza adalah kekerasan, tetapi 86% rakyat Indonesia setuju pada kekerasan itu. Hal itu disebabkan rakyat tahu kenapa kekerasan itu harus dilakukan. Melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan pembantaian adalah kekerasan yang sangat menakutkan. Akan tetapi, kita malahan akan memuji dan mengagungkan para pelaku kekerasan itu jika kita membaca sejarah perjuangan para pejuang Indonesia dalam membantai dan membunuhi para penjajah dan pengkhianat bangsa. 

            Jadi, jangan menuduh terlalu cepat terhadap pelaku kekerasan sebelum kita memahami bagaimana kekerasan itu bisa terjadi. Suatu peristiwa terjadi karena ada penyebabnya. Saya sangat prihatin karena dengan mudahnya kita tergiring opini yang dibentuk media massa untuk menuduh sekelompok orang sebagai penjahat dan teroris tanpa kita ketahui dengan benar seluk-beluk pelaku, korban, dan peristiwa itu sendiri secara utuh.

            Akhir-akhir ini kita disuguhi banyak berita kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ISIS dan kelompok Islam lainnya. Kita dengan cepat menuduhnya sebagai teroris, padahal kekerasan itu terjadi pada saat perang. Dalam perang melakukan aksi teror itu wajar karena setiap pihak yang bertikai melakukan teror terhadap musuh-musuhnya untuk membuat takut musuhnya. Dalam perang hal itu wajar. Yang tidak wajar atau salah atau jahat adalah aksi teror yang dilakukan dalam masa damai di tempat yang damai terhadap orang-orang yang damai.

            Berita-berita yang beredar saat ini sangatlah penuh dengan tuduhan samar. Saya bilang samar karena berita-berita yang beredar itu banyak yang berasal dari satu pihak tanpa ada berita pembanding yang berasal dari sumber pihak lainnya. Padahal, etikanya dalam dunia pers minimal harus mengungkapkan fakta dari kedua belah pihak yang berseteru, namanya cover both side. Lebih jauh lagi, lebih hebat lagi jika Sang Wartawan melakukan cover all side, artinya melakukan penelitian yang lebih mendalam yang lebih hebat dibandingkan dengan cover both side. Berita-berita yang tersiar kebanyakan menuduh ISIS sebagai pelaku kejahatan dengan hanya bersumber dari satu pihak tanpa pihak ISIS memberikan pernyataan terhadap peristiwa yang sedang diberitakan. Saya sangat tidak mengerti situasi ini. Seolah-olah dirancang seperti itu dengan merusakkan etika dalam pers.

            Akibatnya, dunia dan masyarakat umum yang sangat lemah dan terlalu tergantung dari celoteh para wartawan, dengan sangat mudah mengikuti keinginan media-media tersebut yang tampak sekali sedang membangun opini sepihak. Ini sangat berbahaya dan sangat tidak mencerdaskan.

            Saya bukan pendukung ISIS, tetapi juga tidak anti-ISIS karena saya tidak tahu siapa ISIS sebenarnya, apa tujuan mereka? Siapa yang membiayai mereka? Siapa yang diuntungkan oleh mereka?

            Saya lebih memilih mengatakan tidak tahu jika ada yang bertanya tentang ISIS karena jika salah memberikan penilaian, berarti salah mengarahkan orang lain. Artinya, saya tidak mau bertanggung jawab di hadapan Allah swt nanti terhadap hal yang saya tidak ketahui. Jika salah berbicara, saya bisa dituduh pembohong, sok tahu, atau tukang fitnah oleh Allah swt dan itu sangat mengerikan.

            Perlu diketahui bahwa sampai hari ini tidak ada satu orang Indonesia pun yang memahami ISIS sebenarnya. Semuanya hanya menduga-duga, tak ada fakta yang tersodor tentang ISIS secara penuh selain dugaan dan kira-kira. Para ahli hubungan internasional, militer, dan intelijen pun tidak ada yang mampu menguraikan dengan pasti soal ISIS ini, kecuali sangkaan-sangkaan saja.

            So, jangan sok tahu jika tidak tahu kebenarannya. Yang harus dilakukan adalah memahami orang-orang atau kelompok yang sedang dituduh itu dengan baik, benar, dan jelas. Dengan demikian, kita akan mudah sekali bersikap dan memberikan penjelasan. Kalau saat ini di Indonesia masih terbelah antara yang pro-ISIS dengan yang kontra-ISIS, itu disebabkan tidak ada pengetahuan yang jelas tentang ISIS. Selamanya kita akan seperti ini jika tidak mendapatkan pengetahuan yang pasti. Kalaupun soal ISIS ini sudah selesai, tetap akan terjadi seperti ini jika ada kelompok lain yang muncul. Akibatnya, kita selalu dalam perseteruan di dalam negeri sendiri tanpa ada kata sepakat.

            Jangan terlalu mengandalkan media massa karena banyak sekali berita yang berasal dari orang-orang fasik yang menginginkan kehidupan manusia tidak harmonis dan selalu dalam kekalutan. Kita bisa lihat bagaimana hampir seluruh orang percaya bahwa Taliban di Afghanistan itu teroris, kenyataannya mereka bukan teroris. Mereka hanya para pejuang Afghanistan yang tidak ingin ada orang asing menduduki wilayahnya, seperti para pejuang Indonesia yang dulu mengusir penjajah asing. Jadi, jangan mudah terpedaya oleh berita-berita sepihak tanpa sumber yang jelas. Jangan lagi mau mudah diadu domba oleh orang-orang yang rakus kekuasaan, harta benda, dan sumber daya alam.

            Ingat firman Allah swt dalam Surat Al Hujurat ayat 6:

            “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

            Hati-hati itu adalah perintah dari Allah swt agar kita selalu meneliti setiap berita yang sampai kepada kita. Jangan mudah percaya agar tidak mudah tertipu.

            Demi Allah swt, ayat itu sudah sangat jelas, bening, tak perlu lagi penjelasan. Tinggal kitanya saja apakah kita masih gemar percaya berita-berita bohong atau meningkat menjadi orang yang lebih berkualitas dengan bersandar pada kebenaran.

No comments:

Post a Comment