oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebagai bangsa Indonesia,
tentunya patut bersyukur jika ternyata hasil kerja anak-anak bangsa Indonesia
dinilai sangat positif dan tinggi oleh dunia luar. Akan tetapi, upayakan
segalanya tetap positif dan tidak berubah menjadi negatif.
Semua pasti senang dengan kabar bahwa senjata-senjata
produksi PT Pindad, Bandung, Indonesia semakin dipercaya untuk memperkuat
pertahanan berbagai negara di dunia.
Siapa yang tidak bersyukur bahwa Indonesia telah mampu
membuat peluru tajam tembus baja yang mengagetkan dunia Barat?
Siapa yang tidak senang memilliki TNI yang memegang
predikat No. 1 terbaik di dunia dalam keterampilan menembak?
Siapa yang tidak ikut merasa bangga PT Pindad kebanjiran
pesanan senjata dari berbagai negara?
Hal itu berarti Indonesia semakin diperhitungkan di
tingkat internasional.
Meskipun demikian, hasil karya positif dan kepercayaan
internasional yang positif pun harus tetap menjadi positif, tidak menjadi negatif.
Maksudnya, Indonesia atau PT Pindad harus berhati-hati dalam menerima pesanan
senjata, jangan siapa saja dilayani, sampai teroris pun dilayani. Asal beli dan
barang jadi uang, semua bisa dijalankan. Itu sangat tidak baik. Itulah yang
saya bilang positif berubah menjadi negatif.
Panglima Perang Abadi Muhammad Rasulullah saw berpesan, “Jangan menjual senjata kepada orang yang
sedang bertengkar.”
Pesan pendek itu
sangat berpengaruh bagi perdamaian dunia. Artinya, kalau ada orang yang sedang
bertengkar, kita harus berupaya menjadi penengah agar tercipta perdamaian.
Bukan sebaliknya, justru ngipas-ngipasin, manas-manasin, agar pertengkaran terus
terjadi. Bahkan, kita jual senjata sama mereka. Kepada yang satu kita jual golok panjang, kepada yang seorang lagi kita
jual samurai. Kita memang untung, dapet uang banyak dari sana-sini. Akan
tetapi, perilaku kita sama sekali tidak terpuji, kelakuan seperti itu adalah
kelakuan Iblis Laknatullah.
Pesan Rasulullah
saw tersebut sama saja jika diberlakukan pada tataran pergaulan hubungan
internasional. Jika ada negara-negara yang sedang bertengkar apalagi
kelompok-kelompok manusia sedang berselisih, kemudian memesan senjata kepada
Indonesia untuk membunuh musuhnya, sudah wajib untuk ditolak. Indonesia harus
memandang jijik pada pemesanan dalam kondisi seperti itu. Hal yang benar harus
dilakukan adalah Indonesia memberikan solusi atau jalan keluar agar
pertengkaran dan perselisihan itu bisa selesai.
Apabila Indonesia atau PT Pindad menjual senjata kepada
negara-negara atau kelompok-kelompok yang sedang emosi dan bernafsu untuk
membunuh, itu tandanya Indonesia sama saja dengan negara lain yang sudah gemar
membunuh dari dulu. Tak ada bedanya kita dengan mereka. Kita sama sekali tidak
memiliki ciri-ciri sebagai bangsa yang mulia. Parahnya, kita sama saja dengan
para penipu dunia yang teriak-teriak tentang perdamaian, kemanusiaan, dan
antiterorisme, tetapi sesungguhnya dibalik itu semua merekalah yang justru
membuat langgeng berbagai pembunuhan dan kekacauan di seluruh penjuru dunia.
Ada lagi hal yang lebih parah dari itu semua jika
Indonesia menjual senjata pada pihak-pihak yang sedang bertikai.
Apa itu?
Senjata-senjata dan peluru-peluru yang kita jual kepada
mereka sangat jelas membuat Indonesia mendapatkan keuntungan materi. PT Pindad akan
dapat uang, lalu bayar pajak pada negara, kemudian negara menggunakan uang itu
untuk rakyat. Ketika banyak orang mati saling membunuh entah untuk apa dengan
menggunakan senjata yang kita produksi, rakyat Indonesia dikucuri dana dari
hasil penjualan senjata itu. Artinya, darah-darah yang mengucur dan nyawa-nyawa
yang melayang pada belahan dunia lain itu telah kita makan dan kita minum, baik
secara sadar maupun tidak. Efek lebih jauhnya adalah harta atau uang yang kita makan
adalah hasil keuntungan dari kekacauan dan pembunuhan pada bagian dunia lain.
Akibatnya, uang yang kita makan jelas bukan uang penuh barokah, melainkan uang
penuh darah. Uang darah. Karena tidak berkah, hidup kita pun sama sekali tidak
bermanfaat dan akan terjatuh terjerumus seperti mereka juga ke dalam berbagai
kesusahan, penderitaan, kebingungan, kegelisahan, kejahatan, kriminalitas,
kecemasan, kemarahan, kesedihan, dan berbagai penyakit hati dan penyakit fisik
lainnya. Di akhirat akan menjadi orang-orang yang menderita dan penuh dengan
penyesalan. Di dunia sama sekali hidup tidak mulia, di akhirat penuh dengan
kehinaan.
Jangan makan uang darah. Dengan menghindari uang darah,
kita sudah berperan serta sangat besar dalam perdamaian dunia dan berbaik hati
dalam menjaga kebersihan diri dan kemuliaan anak-cucu kita pada masa depan.
Jika senang memakan uang darah, kita adalah salah satu fakor
penyebab kekacauan di muka Bumi ini dan sedang merusakkan martabat diri sebagai
manusia serta menjerumuskan anak-cucu ke dalam kehidupan penuh dengan
kegelisahan, kepedihan, kebingungan, dan kehinaan. Di akhirat nanti semua sama-sama
berkumpul sebagai manusia-manusia yang sangat pantas untuk dihina dan dicaci maki
tanpa henti.
Indonesia harus hanya bersedia melayani pemesanan senjata
oleh negara-negara yang berniat melengkapi pertahanan diri dalam menjaga
keamanan diri dan perdamaian dunia atau menjaga ketertiban. Indonesia harus
cermat dalam memilih klien. Hal itu disebabkan ketidakcermatan memilih klien
akan menimbulkan kemarahan Allah swt. Akan ada banyak pihak yang mengklaim diri
sebagai “sedang menciptakan ketertiban”, tetapi sebenarnya sedang melakukan
huru-hara. Indonesia harus cermat dalam hal itu.
Bukankah sudah banyak bencana di sana-sini?
Itu peringatan dari Allah swt.
Kalau membangkang terhadap kebenaran, kejadiannya bisa
seperti masa lalu. Benua Sundaland yang besar dan megah harus hancur
berkeping-keping menjadi kepulauan karena dihukum Allah swt.
Saya tidak bisa membayangkan jika negara yang sudah
berbentuk kepulauan dengan 17.000 pulau ini kembali dimurkai Allah swt, mau jadi apa daratan negara Indonesia?
Mungkin bukan lagi archipelago,
melainkan menjadi powdered bread country, "Negeri Bubuk Roti" karena sudah tidak ada lagi daratan
yang besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, semuanya cuma
berupa bubuk seperti kepulauan seribu.
Lalu, ke mana orang-orangnya?
Ya kayak dulu lagi. Sebagian lari ke luar negeri,
kebanyakan mati tenggelam dan terkubur, sisanya beberapa gelintir selamat dan
harus memulai lagi dari awal kayak orang yang terus-terusan merintis bisnis dan
tidak pernah berhasil, merintis dan merintis lagi, terus aja merintis, nggak
maju-maju.
Mudah-mudahan pemerintah dan rakyat Indonesia semakin
hari semakin memahami kebaikan dan semakin berperilaku baik sehingga tidak
mengundang kemurkaan Allah swt. Bahkan, justru menarik rahmat dan cinta Allah
swt sehingga Indonesia menjadi negeri penuh cinta dan penuh anugerah. Amin.
No comments:
Post a Comment