Monday 27 June 2016

Toleransi Kebablasan

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Toleransi sangat diperlukan dalam mewujudkan kehidupan harmonis, kerja sama, dan perdamaian. Akan tetapi, toleransi akan menjadi hal yang membahayakan jika dilaksanakan tidak tepat sasaran atau kebablasan.

            Indonesia telah melakukan toleransi kebablasan pada pemerintah Filipina. Dalam mengatasi berbagai kasus penculikan WNI oleh kelompok-kelompok penjahat di Filipina, Indonesia “dipaksa” untuk mengerti kondisi yang terjadi di Filipina. Tampaknya, Indonesia pun dengan sangat “terpaksa” merendahkan dirinya untuk mengerti situasi di Filipina.

            Dalam kasus penculikan pertama dan kedua pada empat bulan terakhir ini, Indonesia “dipaksa” harus memahami bahwa Filipina memiliki undang-undang yang melarang pasukan asing berada di wilayahnya  dan “dipaksa” bersabar karena di Filipina sedang terjadi pemilihan presiden. Karena memang toleransi sudah merupakan budaya yang harus dijaga, Indonesia pun dengan sabar bersikap memahami situasi tersebut. Akan tetapi, sesungguhnya sikap tersebut dapat dikategorikan sebagai “toleransi kebablasan”. Dalam kasus penculikan yang ketiga pun sama saja. Indonesia dipaksa untuk toleran. Akan tetapi, bahasanya menjadi beda, yaitu “kita harus memahami karena pemerintahan Filipina masih baru terbentuk”.

            Sebetulnya, Indonesia tidak berurusan dan tidak ada hubungannya dengan undang-undang Filipina, situasi politik di Filipina, maupun baru-tidaknya pemerintah Filipina.

            Memangnya motor atau mobil yang jika masih baru harus pelan-pelan dulu, jangan ngebut?

            Tidak bisa begitu!

            Kalau sebuah pemerintahan mau serius bekerja, dari sejak terbentuk harus segera ngebut, gerak cepat. Pemanasannya sudah harus sejak lama dilakukan sebelum pemerintahan itu dibentuk.

            Bagi Indonesia, sama sekali tidak penting itu namanya UU, politik, dan struktur pemerintah Filipina. Kepentingan Indonesia adalah keselamatan WNI, bisnis, dan kedaulatan Indonesia di mana saja. Tak ada untung dan tak ada ruginya bagi Indonesia atas apa pun yang terjadi di Filipina. Jadi, jangan terlalu bertoleransi terhadap kepentingan orang lain.

            Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah bagus dengan mendesak terus-menerus pada pemerintah Filipina atas berbagai peristiwa penculikan yang terjadi. Akan tetapi, tampaknya, Indonesia pun “mati kutu” ketika desakan itu tidak ditanggapi secara lebih serius oleh pemerintah Filipina. Artinya, Indonesia tampak kehilangan langkah ketika tidak ada tanggapan memadai dan menyerah pada situasi tersebut. Kembali lagi Indonesia dipaksa harus “toleran” terhadap situasi di Filipina. Apalagi ada alasan bahwa pemerintah Filipina masih baru terbentuk.

            Tak ada urusannya Indonesia dengan baru-tidaknya pemerintah Filipina. Mata kita seharusnya tertutup terhadap kepentingan negara lain dalam hal hubungan internasional, mau itu hubungan politik, ekonomi, maupun keamanan dan ketertiban. Akan tetapi, sebaliknya, mata kita harus terbuka lebar-lebar untuk kepentingan dalam negeri karena begitulah seharusnya. Rakyat dan kedaulatan negara harus berada di atas segalanya. Begitulah bunyinya.

            Meskipun demikian, tampaknya pemerintah Indonesia pun membuat desakan yang lebih keras, yaitu larangan untuk melakukan pelayaran ke Filipina. Hal itu lumayan bagus karena Filipina akan menderita kerugian atas larangan pelayaran tersebut. Dengan demikian, diharapkan Filipina berpikir keras agar hubungan bisnis yang menggunakan jalur laut tersebut dapat berlanjut menguntungkan dengan cara menghentikan aksi-aksi kriminal Abu Sayyaf. Larangan untuk itu harus benar-benar dilaksanakan dengan tegas agar benar-benar bisa memecahkan masalah. Jika masih ada hal lain yang dapat membuat Filipina lebih terdesak, lakukanlah secepatnya agar situasinya lebih cepat terkendali.

            Jika perlu, desak Filipina untuk mengizinkan Indonesia membuat pangkalan TNI di wilayah yang tidak mereka kuasai. Hal itu akan menguntungkan bagi Filipina dan Indonesia, yaitu keamanan lebih terjaga serta Indonesia memiliki pangkalan militer tambahan dalam mengontrol wilayah laut Indonesia sendiri dari arah perairan Filipina. Soal dananya kan itu mah teknis bisa dibicarakan bersama dengan Filipina.

            Sangat tak salah jika rakyat Indonesia mem-bully Filipina untuk mendesak mereka agar lebih serius bekerja dan bertindak, bukan hanya untuk pembebasan WNI, melainkan pula untuk kedaulatan dan keamanan wilayah Filipina sendiri.

            Bagaimana bisa membangun dengan baik kalau di negaranya banyak sekali penyamun?

            Desakan dan dorongan yang bisa membuat Filipina makin tersudut harus gencar dilakukan agar mereka mampu berpikir lebih benar dan lebih cepat. Kalau sekarang Indonesia bersikap “maklum” atas masih barunya pemerintah Filipina, nanti Indonesia dipaksa lagi “maklum” dan harus “toleran” dengan alasan lain meskipun pemerintah Filipina sudah tidak baru lagi.

            Toleransi itu tidak boleh “kebablasan” karena bisa merugikan diri sendiri.

            Orang Sunda bilang, “Ulah tamplok batokkeun!”


            Maksudnya, jangan terlalu memberi atau terlalu menghargai atau terlalu toleran terhadap orang lain, sementara kita sendiri dirugikan.      

No comments:

Post a Comment