Thursday 16 June 2016

Menguji Reaksi Publik Amerika Serikat

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Beberapa waktu lalu dunia dikejutkan oleh aksi penembakan yang dilakukan Omar Mateen di sebuah klub homoseks, Orlando, AS. Orang-orang boleh terkejut, mengutuk keras, marah, dan sedih. Sebenarnya, tidak perlu terkejut karena aksi-aksi semacam itu sangat sering terjadi di Amerika Serikat. Pada banyak tempat di AS peristiwa itu menjadi berita yang biasa saja. Ada penembakan di sekolah, supermarket, hiburan malam, tengah jalan, tempat wisata, dan lain-lainnya.

            Mengapa harus terkejut?

            Berita semacam itu kan sudah sangat sering terjadi?

            Kalau peristiwa itu terjadi di Leuwigoong, Garut, Jawa Barat, Indonesia, itu baru berita luar biasa dan sudah seharusnya publik kaget, terkejut setengah mati karena lingkungan itu bukan lingkungan kasar, melainkan cenderung agamis dan penuh sopan santun. Wajar kalau ada penembakan di Leuwigoong, publik kaget tersentak. Kalau di AS sih, biasa saja. Beruntung di Leuwigoong, Garut, tidak ada grup homoseks sehingga tidak perlu ada yang dibunuh.

            Kalau ada yang menumbuhkan kebencian kepada Islam dan kaum muslimin disebabkan kasus penembakan di Orlando, AS, tersebut, mari kita tertawakan saja karena sesungguhnya pikiran dan jiwa mereka hanya setara dengan anak-anak Taman Kanak-kanak di Indonesia. Tidak peduli mereka itu publik Amerika Serikat dan pemerintahnya atau penduduk dunia lainnya beserta pemerintahnya. Mereka hanya anak-anak. Jadi, kita perlu berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anak-anak.

            Mereka tak perlu menyalahkan Islam dan kaum muslimin karena aksi penembakan di AS dilakukan oleh banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, ada yang nonmuslim juga ateis.

            Mengapa harus menyalahkan Islam dan kaum muslimin?

            Dasar anak-anak!

            Pernyataan Presiden AS Barack Obama lebih dewasa. Ia justru memprihatinkan bahwa penembakan itu penyebab besarnya adalah mudahnya orang-orang di AS memiliki akses terhadap kepemilikan senjata. Di samping itu, ia pun menyadari bahwa menyalahkan kaum muslimin sama sekali tidak menyelesaikan masalah.   

            Dunia boleh mengutuk aksi penembakan tersebut. Akan tetapi, harus diingat bahwa yang harus lebih dikutuk adalah penyebab terjadinya aksi-aksi pembunuhan tersebut. Salah satu penyebabnya sudah dikatakan Barack Obama, yaitu terlalu mudahnya orang memiliki senjata. Namun, sesungguhnya ada banyak hal yang menyebabkan aksi itu terjadi.

            Hal yang paling mudah dilakukan adalah penggunaan tuduhan atau pembangunan opini bahwa Omar Mateen adalah orang yang jiwanya tidak stabil dan temperamental. Pembangunan opini semacam ini cukup efektif digunakan dari zaman ke zaman untuk meredam gejolak masyarakat. Pada berbagai belahan dunia pembuatan opini tersebut pernah digunakan dalam berbagai hal yang menyedot perhatian masyarakat. Pada tahun 80-an beberapa senator AS yang pernah berseberangan dengan berbagai kepentingan di AS pernah pula dicap sebagai “orang gila” dan berhenti dari jabatannya. Di Indonesia juga pernah terjadi ketika ada anggota DPR/MPR zaman Orde Baru yang tidak sejalan dengan keinginan pemerintah, beberapa hari berselang dia berhenti dari jabatannya dan dikabarkan sebagai “hilang ingatan”. Lumayan ampuh memang untuk meredam rasa penasaran publik. Akan tetapi, tuduhan-tuduhan atau cap-cap semacam itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah karena tidak menyentuh akar masalah sebenarnya. Hal itu hanya berguna untuk mengalihkan perhatian dan mengelabui masyarakat.

            Meskipun kita bukanlah detektif atau peneliti khusus, kita bisa mencermati kejadian penembakan yang dilakukan oleh Omar Mateen terhadap klub homoseksual di Orlando, AS. Penembakan itu terjadi terhadap kelompok khusus, yaitu kaum homoseksual yang sedang merayakan pestanya. Bagi saya, penembakan tersebut sangat kecil kemungkinannya terjadi disebabkan kebencian terhadap perilaku homoseksual. Di AS perilaku tersebut diperbolehkan sepanjang tidak merugikan orang lain, mirip-mirip seperti di Indonesia juga. Sebetulnya sih, setiap perilaku menyimpang apa pun itu menimbulkan resonansi energi gelombang negatif bagi lingkungan sekitarnya. Tak heran jika Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa hukuman bagi mereka adalah mati. Meskipun demikian, perilaku menyimpang tersebut masih dapat ditolerir karena manusia tidak merasakan efek negatif itu secara langsung, padahal efek itu terus berkembang dan merusakkan banyak energi positif bagi lingkungan. Bagi kita di Indonesia ini, mereka tidak diberlakukan hukuman mati karena kita masih memiliki “harapan” bahwa mereka bisa sembuh dari penyakit homoseksualnya tersebut dan dapat hidup normal sebagaimana masyarakat lainnya. Dengan melihat hal tersebut, kecil kemungkinan Omar Mateen melakukan aksi penembakan disebabkan kebencian terhadap perilaku homoseksual. Kecil kemungkinan bukan berarti tidak sama sekali. Kemungkinan itu tetap ada dan bisa benar, tetapi kecil.

            Kemungkinan lain yang tidak boleh ditinggalkan adalah kebiasaan kaum homoseksual tersebut yang gemar menghina Islam dan kaum muslimin. Hal itu disebabkan Islam dan kaum muslimin menentang keras perilaku tersebut. Penentangan kaum muslimin terhadap perilaku homoseksual membuat kuping para homoseks tersebut panas dan tersinggung. Mereka beranggapan bahwa setiap orang memiliki hak dan urusannya masing-masing. Kemudian, kaum homoseks itu melakukan perlawanan dengan membuat hinaan dan berita-berita bohong tentang Islam dan kaum muslimin, lalu menertawakan sendiri kaum muslimin atas kebohongan tersebut. Setidak-tidaknya, itulah informasi yang saya dapatkan dari perdebatan saya dengan para anti-Islam dari berbagai negara di dunia ini di internet. Penghinaan dan berita-berita bohong terhadap Allah swt, Muhammad saw, Islam, dan kaum muslimin inilah yang membuat marah orang-orang Islam. Bagi orang Islam yang mampu menahan diri, hanya menggunakan lisan dan perilakunya untuk menunjukkan bahwa homoseks itu berbahaya, tidak manusiawi, dan merusakkan keberlangsungan perkembangan hidup ras manusia. Akan tetapi, bagi orang Islam yang tidak dapat menahan dirinya dan marah atas penghinaan yang dilakukan kaum homoseks, membuat aksi sendiri yang inkonstitusional dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri di hadapan manusia dan di hadapan Allah swt. Itulah kemungkinan lain yang menyebabkan Omar Mateen melakukan aksi pembunuhan di Orlando, AS.

            Kebebasan berbicara di AS berbeda jauh dengan kebebasan berbicara di Indonesia. Di AS dan Eropa, kebebasan berbicara itu termasuk pula kebebasan menghina orang lain dan kepercayaan orang lain. Adapun di Indonesia kebebasan berbicara itu diarahkan untuk hal-hal yang positif dalam membangun bangsa dan negara, bukan untuk menghina dan menjatuhkan martabat orang lain atau agama orang lain. Bebas berbicara di dunia barat termasuk pula bebas menghina. Bebas berbicara di Indonesia dibatasi hanya untuk hal positif. Penghinaan di Indonesia dianggap pelanggaran hukum. Manusia bisa hancur hidupnya gara-gara menghina orang lain karena bisa dimasukkan dalam penjara.

            Tampaknya dunia barat harus belajar tentang kebebasan berbicara dari Indonesia. Dengan demikian, tak perlu terjadi pembunuhan gara-gara penghinaan terhadap individu, kelompok, maupun kepercayaan. Di Indonesia apabila ada individu, kelompok, ataupun agama yang merasa mendapatkan penghinaan, diperbolehkan untuk melaporkannya pada pihak kepolisian dan aparat wajib memprosesnya secara hukum agar terjadi keharmonisan dalam lingkungan masyarakat. Jika tidak diselesaikan secara hukum, tak ada jaminan tidak akan ada individu atau kelompok yang melakukan penghakiman sendiri sebagaimana yang dilakukan Omar Mateen di Orlando, AS. Hal itu disebabkan memang dalam ajaran Islam siapa pun yang melakukan penghinaan terhadap Allah swt dan Nabi Muhammad saw, hukumannya adalah “mati”. Bagi yang sudah bulat tekadnya, mereka tak peduli akan dihukum seberat apa pun oleh hukum positif, tetapi mereka merasa bangga telah membela keyakinannya.

            Pembangunan opini Omar Mateen sebagai orang yang tidak stabil jiwanya dan temperamental sama sekali tidak mengungkapkan penyebab sebenarnya, melainkan hanya untuk meredam gejolak publik tanpa menyentuh akar sebenarnya. Barack Obama sudah benar menginginkan agar AS tidak terlalu membebaskan warga untuk memiliki senjata, tetapi harus ditambah dengan penelitian lain agar penembakan massal itu tidak terjadi lagi. Salah satunya membatasi kebebasan berbicara hanya untuk hal-hal positif, bukan untuk menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

            Akan sulit memang barat membatasi kebebasan berbicara karena sudah terbiasa seperti itu. Mereka sama sekali tidak mengerti bahwa kebebasan yang dimiliki setiap individu tidak boleh mengganggu kebebasan individu lain. Di samping itu, mereka pun memiliki sikap curang, yaitu ingin bebas berbicara dan menghina, tetapi tidak ingin didebat atau tidak ingin disalahkan mengenai pendapat dan hinaannya tersebut. Hal itu terjadi terhadap saya berkali-kali. Akan tetapi, saya malah tambah menjadi-jadi balik menghina mereka. Mereka sering sekali menganggap bahwa saya berlaku tidak adil karena saya menunjukkan ketidaksetujuan terhadap pendapat dan penghinaan mereka. Mereka berkilah bahwa mereka bebas berbicara dan tidak ingin digugat.

            Kalau mereka ingin bebas berbicara dan menghina, mengapa saya tidak boleh bebas balik mencerca, memaki, dan menganggap bodoh mereka?

            Mereka memang lucu seperti siswa taman kanak-kanak. Ingin bebas berbicara tanpa ingin bebas ditentang. Seharusnya kan, kalau mereka ingin benar-benar bebas berbicara, bebaskan pula orang lain menentang mereka. Saya tidak tahu apakah mereka itu memang lucu atau bodoh.

            Bisa jadi bahwa penembakan massal yang dilakukan Omar Mateen disebabkan kemarahannya atas berita-berita bohong dan ejekan mereka terhadap Allah swt, Muhammad saw, Islam, dan kaum muslimin. Oleh sebab itu, memang Amerika Serikat memerlukan pembatasan dalam hal kepemilikan senjata dan kebebasan berbicara.

            Apabila publik Amerika Serikat menjadikan perilaku Omar Mateen sebagai alasan untuk memojokkan Islam dan kaum muslimin, mereka tak akan pernah menyelesaikan masalah mereka. Hal itu disebabkan mereka tidak menyelesaikan akar persoalannya dan menyerah pada pendapat publik yang belum tentu benar, bahkan bisa menyesatkan.

            Kalau aksi Omar Mateen menjadi bahan atau pemicu untuk menghina Islam dan kaum muslimin, publik Amerika Serikat hanya setingkat dengan anak-anak Taman Kanak-kanak di Indonesia. Sebaiknya, perhatikan apa yang dikatakan presidennya sendiri, Barack Obama, dan mulai belajar bahwa kebebasan yang dimiliki tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.
           


No comments:

Post a Comment