Saturday, 26 February 2022

Bukan Hanya Gonggongan Anjing Yang Dikatakan Menag Gus Yaqut

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Seru ya soal pernyataan Menteri Agama RI Gus Yaqut. Banyak orang marah-marah dan tersinggung, tidak suka dengan pernyataan Gus Yaqut, terutama soal gonggongan anjing. Saya sebetulnya merasa biasa saja dengan pernyataan Menag itu. Nggak ada apa-apa kok. Akan tetapi, tiba-tiba banyak yang marah, nyinyir, bahkan hingga berlebihan membahayakan.

            Saya jadi herman ... eh … heran. Saya lihat lagi berulang-ulang jawaban Gus Yaqut ketika diwawancarai wartawan di Pekan Baru, Riau itu. Tetap saja biasa-biasa.

            Lantas, apa sih yang bikin heboh?

            Ternyata, yang menghebohkan pertama kali itu adalah beberapa media online yang menulis judul bahwa Gus Yaqut membandingkan adzan dengan gonggongan anjing. Hal itu terus ditangkap oleh mereka yang gemar bikin keributan, benci pemerintah, benci NU, dan benci Gus Yaqut untuk kemudian diperbesar dan dilebih-lebihkan. Akibatnya, banyak masyarakat yang juga terpengaruh.

            Kalau saya lihat videonya yang utuh, bukan hanya bisingnya gonggongan anjing yang dikatakan Gus Yaqut, melainkan pula suara bising dari tempat ibadat agama lain dan suara truk yang bising berbunyi berbarengan. Dia mencontohkan dirinya sebagai muslim jika hidup di mayoritas agama nonmuslim, lalu mendengar suara bising dari tempat ibadat agama lain selama lima kali dalam sehari, akan merasa terganggu. Hal ini memang terjadi di Belanda, misalnya, meskipun masyarakatnya mayoritas Kristen, mereka tetap terganggu dan protes keras karena terlalu bisingnya bunyi lonceng gereja. Demikian juga jika di kiri, kanan, depan, belakang ada bunyi truk yang keras berbarengan, dia akan terganggu.

            Intinya, Gus Yaqut sedang membicarakan suara bising yang mengganggu sehingga suara-suara itu harus diatur agar tidak mengganggu. Gus Yaqut tidak sedang membandingkan antara gonggongan anjing dengan adzan karena tidak bisa dibandingkan.

            Kalau kita sedang membahas adzan, hal yang dibicarakan pastinya adalah arti adzan, sejarah adzan, pelafalan adzan, cara menjawab adzan, syarat muadzin, dan syarat mengumandangkan adzan. Tidak ada hubungannya dengan pengeras suara. Tidak ada pula hubungannya dengan gonggongan anjing. Hal yang dibicarakan Gus Yaqut itu adalah suara bising yang keluar dari pengeras suara.  Oleh sebab itu, diatur hanya cukup 100 desibel (dbl) supaya hanya terdengar oleh lingkungan sekitarnya, tidak terlalu keras, nyaman, dan tidak berbenturan dengan suara dari masjid lain yang berdekatan. Sekarang ini kan sering berbenturan, masjid yang satu sudah hampir habis adzan, masjid yang satu lagi baru mulai hingga bersahut-sahutan. Suaranya keras lagi seperti sedang lomba siapa yang paling keras.

            Dilihat dari videonya, tidak ada satu kata pun Gus Yaqut mengatakan kata “adzan”. Memang bukan sedang membicarakan adzan, tetapi suara bising dari pengeras suara.

            Tidak setuju sama Gus Yaqut, boleh. Tidak suka, boleh. Beda pendapat, boleh. Minta Gus Yaqut turun, boleh. Minta diganti, boleh. Ini negara demokrasi. Akan tetapi, tidak boleh berlebihan sehingga menimbulkan fitnah, kebohongan, penghinaan, dan huru-hara. Kalau berlebihan, akibatnya masuk ke ranah hukum dan ini sudah terjadi. Roy Suryo yang mantan Menpora itu melaporkan Gus Yaqut ke polisi karena menganggap Gus Yaqut telah menghina agama. Ini berlebihan yang berakibat pada ditolaknya laporan Roy Suryo karena perbedaan locus serta dilaporkan balik oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor bersama Banser yang jumlahnya mencapai tujuh juta orang itu.

            Bagi saya, mereka yang justru mengatakan tentang adzan dengan gonggongan anjing itu adalah media-media online, Roy Suryo, Sugik Nur, dan orang-orang yang juga membuat berbagai postingan perbandingan itu. Gus Yaqut tidak membandingkan itu, tak ada kata adzan dari mulutnya saat itu. Kini semua harus lebih hati-hati karena GP Ansor sudah mengatakan bahwa akan melawan balik Roy Suryo dan pihak-pihak yang mengganggu Gus Yaqut. Siapa pun bisa mereka perkarakan. Bahkan, jika GP Ansor memerintahkan anak buahnya hingga ke tingkat kecamatan untuk memperkarakan orang-orang di tingkat kecamatan secara hukum ke aparat hukum, situasi akan terbalik, banyak orang yang bisa terjerat hukum. Roy Suryo sudah dilaporkan balik ke polisi. Kini mungkin pihak-pihak lain dalam catatan GP Ansor yang akan diperkarakan.

            Hati-hati semua bisa berbalik situasinya. Seperti kasus Jenderal Dudung yang dinyatakan tidak melanggar hukum setelah mengatakan “Tuhan kita bukan orang Arab”. Puspomad telah meminta pendapat para ahli tentang kata-kata Jenderal Dudung yang terdiri atas satu orang ahli hukum pidana dari Unair, seorang ahli IT dari Kominfo, dan dua ahli bahasa dari UI. Mereka tidak menemukan kesalahan Jenderal Dudung. Kalau Dudung mau, para pelapor itu bisa dilaporkan balik sebagai pencemaran nama baik untuk dimasukkan dalam penjara.

            Meskipun aturan tentang pengeras suara ini sudah diberlakukan, saya tidak yakin bahwa aturan ini akan berjalan dengan baik. Buktinya, aturan ini sebetulnya sudah ada sejak zaman Soeharto, tetapi tidak dilaksanakan. Penyebabnya, aturan ini hanya macan kertas, cuma ada di kertas, dan tanpa ada sanksi. Oleh sebab itu, Habib Kribo Zen Assegaf menyarankan dengan gaya slebornya agar jika ada masjid yang tidak mengikuti aturan, segera ditutup saja.

            Hal yang lebih lucu adalah peraturan soal pengeras suara ini sebetulnya yang terkena dampaknya adalah mayoritas warga Nahdlatul Ulama (NU) yang biasanya menggunakan pengeras suara dengan keras jika adzan, takbiran, tadarusan, khataman, maulidan, tahlilan, dsb., tetapi warga NU mencoba beradaptasi, menyesuaikan diri dengan peraturan Menag dan mencoba memahami manfaatnya untuk kehidupan yang lebih harmonis dan menenangkan. Justru yang banyak protes adalah mereka yang sering membidahkan orang yang tahlilan, takbiran, maulidan, dsb., bahkan sering protes jika dilakukan dengan suara keras dengan menggunakan pengeras suara. Aneh memang. Ini adalah tanda bahwa mereka pengen ribut saja.

Seperti saya bilang, boleh tidak suka, boleh tidak setuju, tetapi jangan berlebihan sehingga melanggar hukum. Orang Sunda bilang, bisa malik piloko. Hati-hati.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment