Saturday, 19 February 2022

Korupsi Beasiswa, 400 Mahasiswa Terancam Hukum

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Inilah yang selalu saya takutkan dua tahun belakangan ini. Saya selalu mewanti-wanti mahasiswa agar menggunakan uang beasiswa yang telah dikuasakan kepada mereka untuk benar-benar digunakan kuliah, terutama “uang saku” sebagai penunjang hidup mereka selama kuliah. Apalagi sekarang, jumlahnya bertambah besar. Untuk mereka yang hidup dalam keluarga sangat miskin, dengan adanya beasiswa, bisa terasa kaya raya mendadak karena ada uang yang dapat digunakan sebagai uang saku yang lumayan besar.

            Mungkin seluruh murid saya sudah sangat bosan mendengar saya membicarakan hal ini. Mungkin mereka sudah hapal kata-kata saya tentang hal ini. Bisa jadi pula ketika saya membicarakan hal ini, masuk dari kuping kanan dan keluar dari kuping kiri karena saking hapalnya. Akan tetapi, saya terus mengingatkan karena khawatir terhadap keselamatan diri mereka dan keberhasilan pendidikan mereka. Jika tidak menggunakan uangnya dengan bijak dan benar, pendidikan mereka tidak akan selesai dan jatuh dalam perilaku korupsi karena itu adalah uang rakyat yang dikelola negara untuk membiayai diri mereka dalam menempuh pendidikan. Akhirnya, baik diri mereka dan keluarga mereka harus menanggung penderitaan akibat perilaku yang salah dalam menggunakan uang rakyat yang dititipkan kepada mereka untuk digunakan menunjang perkuliahan mereka hingga menjadi orang yang bermanfaat, baik untuk diri mereka sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam acara resmi baru-baru ini saya pun mengingatkan hal yang sama di Haris Fox Hotel kepada para penerima baru beasiswa KIP Kuliah Universitas Al Ghifari, Bandung. Jumlah mereka mencapai 291 orang. Pada saat itu saya selaku Ketua Program Studi (Kaprodi) Hubungan Internasional  (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Universitas Al Ghifari (Unfari) diminta untuk memberikan pembinaan kepada para mahasiswa baru yang beruntung mendapatkan beasiswa. Acara itu bernama “Pembinaan, Monitoring, dan Evaluasi Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Universitas Al Ghifari Tahun Akademik 2021-2022”.

Seperti ini kira-kira yang saya sampaikan saat itu, “Kalian harus ingat bahwa uang itu bukan hasil kerja keras orangtua kalian, bukan pula uang hasil usaha kalian. Uang itu adalah uang rakyat yang dikelola negara, kemudian disalurkan pemerintah ke Universitas Al Ghifari untuk membiayai kuliah kalian. Jadi, upayakan sebaik mungkin untuk perjalanan kuliah kalian, bukan untuk membetulkan rumah orangtua, bukan untuk bayar hutang saudara-saudara, bukan untuk bisnis, bukan untuk berfoya-foya. Itu adalah uang rakyat. Rakyat berharap kalian selesai kuliah dan menjadi orang yang bermanfaat. Kalau kalian tidak kuliah dengan baik, bahkan tidak selesai, tetapi terus menerus menggunakan uang itu hingga habis, kalian adalah koruptor! Kalian mengambil uang rakyat, tetapi digunakan tidak untuk yang diinginkan oleh rakyat. Jangan ikut-ikutan demonstrasi antikorupsi kalau begitu karena kalian sendiri adalah koruptor! Bla … bla … bla ….”




Kepanjangan kalau semua kata-kata saya ditulis di sini karena saya berbicara saat itu sekitar tiga puluh menit. Saya berbicara seperti itu karena tanggung jawab dan berharap para mahasiswa penerima beasiswa dapat lebih baik lagi menggunakan uang rakyat sehingga kuliahnya selesai dan hidup lebih baik pada masa depan. Di samping itu, cepat atau lambat jika menggunakan uang itu tidak dengan benar, hukum akan menguntit mereka dan menghukum mereka.





Dalam tulisan ini saya upload foto ketika saya memberikan pembinaan pada acara di Bandung, “Pembinaan, Monitoring, dan Evaluasi Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Universitas Al Ghifari Tahun Akademik 2021-2022”.

 Kini kita dikejutkan oleh adanya lebih dari 400 mahasiswa yang terancam hukum tersangka korupsi beasiswa. Kejadiannya di Aceh dan mereka adalah mahasiswa Aceh yang berada di kampus-kampus Aceh, luar Aceh, bahkan di luar negeri. Mereka tahu bahwa mereka tidak berhak mendapatkan beasiswa, tetapi kongkalikong dengan para pengelola atau Korlap beasiswa yang berasal dari Dana Otonomi Khusus melalui aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tahun 2017. Kerugian negara mencapai sekitar 10 miliar rupiah. Kasus ini sudah diselidiki oleh kepolisian.

Polisi sudah memiliki daftar nama mahasiswa itu yang juga pasti menyasar para koordinator, pengelola, atau mereka yang punya akses terhadap penyaluran dana itu, baik dari pihak DPRA, kampus, mahasiswa, atau yang lainnya. Akan tetapi, untuk para pelaku yang masih berstatus mahasiswa, kepolisian menyerukan agar segera mengembalikan uang itu ke kas daerah untuk mengurangi jumlah tersangka. Jika tidak mengembalikan, kemungkinan besar menjadi tersangka. Jika mengembalikan uang, kepolisian kemungkinan akan lebih fokus kepada pihak-pihak yang bukan mahasiswa dan menentukan dalam penyalahgunaan penyaluran beasiswa ini. Begitu kira-kira yang disampaikan Kombes Pol Winardy.

Kejadian ini saya dapatkan dari Kompas dan dari Tribun.

Bayangkan, dana itu berasal dari tahun 2017, sekarang tahun 2022. Uang itu mungkin sudah habis digunakan, tetapi harus dikembalikan. Luar biasa menyusahkannya. Oleh sebab itu, jangan main-main dengan uang yang bukan haknya.

Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi negara, pemerintah, para wakil rakyat, pihak kampus dan lembaga pendidikan, para koordinator, serta para mahasiswa di mana saja. Jika ada yang sudah merasa diri menggunakan uang itu tidak dengan baik, segera perbaiki diri, hentikan, dan kembali gunakan itu sesuai dengan keharusannya. Kalau tidak, hukum akan menguntit di dunia ini dan di akhirat pun akan mendapatkan pembalasannya.

Hati-hati.

Sampurasun.

 

#KampusSangPemenang

#UnfariFisipHI

No comments:

Post a Comment