oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Inilah yang selalu saya
takutkan dua tahun belakangan ini. Saya selalu mewanti-wanti mahasiswa agar
menggunakan uang beasiswa yang telah dikuasakan kepada mereka untuk benar-benar
digunakan kuliah, terutama “uang saku” sebagai penunjang hidup mereka selama kuliah.
Apalagi sekarang, jumlahnya bertambah besar. Untuk mereka yang hidup dalam
keluarga sangat miskin, dengan adanya beasiswa, bisa terasa kaya raya mendadak
karena ada uang yang dapat digunakan sebagai uang saku yang lumayan besar.
Mungkin seluruh murid saya sudah sangat bosan mendengar
saya membicarakan hal ini. Mungkin mereka sudah hapal kata-kata saya tentang
hal ini. Bisa jadi pula ketika saya membicarakan hal ini, masuk dari kuping
kanan dan keluar dari kuping kiri karena saking hapalnya. Akan tetapi, saya
terus mengingatkan karena khawatir terhadap keselamatan diri mereka dan
keberhasilan pendidikan mereka. Jika tidak menggunakan uangnya dengan bijak dan
benar, pendidikan mereka tidak akan selesai dan jatuh dalam perilaku korupsi
karena itu adalah uang rakyat yang dikelola negara untuk membiayai diri mereka
dalam menempuh pendidikan. Akhirnya, baik diri mereka dan keluarga mereka harus
menanggung penderitaan akibat perilaku yang salah dalam menggunakan uang rakyat
yang dititipkan kepada mereka untuk digunakan menunjang perkuliahan mereka
hingga menjadi orang yang bermanfaat, baik untuk diri mereka sendiri, keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam
acara resmi baru-baru ini saya pun mengingatkan hal yang sama di Haris Fox
Hotel kepada para penerima baru beasiswa KIP Kuliah Universitas Al Ghifari,
Bandung. Jumlah mereka mencapai 291 orang. Pada saat itu saya selaku Ketua
Program Studi (Kaprodi) Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip),
Universitas Al Ghifari (Unfari) diminta untuk memberikan pembinaan kepada para
mahasiswa baru yang beruntung mendapatkan beasiswa. Acara itu bernama “Pembinaan, Monitoring, dan Evaluasi
Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Universitas Al Ghifari Tahun Akademik 2021-2022”.
Seperti
ini kira-kira yang saya sampaikan saat itu, “Kalian harus ingat bahwa uang itu
bukan hasil kerja keras orangtua kalian, bukan pula uang hasil usaha kalian.
Uang itu adalah uang rakyat yang dikelola negara, kemudian disalurkan
pemerintah ke Universitas Al Ghifari untuk membiayai kuliah kalian. Jadi,
upayakan sebaik mungkin untuk perjalanan kuliah kalian, bukan untuk membetulkan
rumah orangtua, bukan untuk bayar hutang saudara-saudara, bukan untuk bisnis,
bukan untuk berfoya-foya. Itu adalah uang rakyat. Rakyat berharap kalian
selesai kuliah dan menjadi orang yang bermanfaat. Kalau kalian tidak kuliah
dengan baik, bahkan tidak selesai, tetapi terus menerus menggunakan uang itu hingga
habis, kalian adalah koruptor! Kalian mengambil uang rakyat, tetapi digunakan
tidak untuk yang diinginkan oleh rakyat. Jangan ikut-ikutan demonstrasi
antikorupsi kalau begitu karena kalian sendiri adalah koruptor! Bla … bla … bla
….”
Kepanjangan
kalau semua kata-kata saya ditulis di sini karena saya berbicara saat itu
sekitar tiga puluh menit. Saya berbicara seperti itu karena tanggung jawab dan
berharap para mahasiswa penerima beasiswa dapat lebih baik lagi menggunakan
uang rakyat sehingga kuliahnya selesai dan hidup lebih baik pada masa depan. Di
samping itu, cepat atau lambat jika menggunakan uang itu tidak dengan benar,
hukum akan menguntit mereka dan menghukum mereka.
Dalam
tulisan ini saya upload foto ketika saya memberikan pembinaan pada acara di
Bandung, “Pembinaan, Monitoring, dan
Evaluasi Mahasiswa Penerima KIP Kuliah Universitas Al Ghifari Tahun Akademik
2021-2022”.
Kini kita dikejutkan oleh adanya lebih dari 400
mahasiswa yang terancam hukum tersangka korupsi beasiswa. Kejadiannya di Aceh
dan mereka adalah mahasiswa Aceh yang berada di kampus-kampus Aceh, luar Aceh,
bahkan di luar negeri. Mereka tahu bahwa mereka tidak berhak mendapatkan
beasiswa, tetapi kongkalikong dengan para pengelola atau Korlap beasiswa yang
berasal dari Dana Otonomi Khusus melalui aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA) tahun 2017. Kerugian negara mencapai sekitar 10 miliar rupiah. Kasus ini
sudah diselidiki oleh kepolisian.
Polisi
sudah memiliki daftar nama mahasiswa itu yang juga pasti menyasar para koordinator,
pengelola, atau mereka yang punya akses terhadap penyaluran dana itu, baik dari
pihak DPRA, kampus, mahasiswa, atau yang lainnya. Akan tetapi, untuk para
pelaku yang masih berstatus mahasiswa, kepolisian menyerukan agar segera
mengembalikan uang itu ke kas daerah untuk mengurangi jumlah tersangka. Jika
tidak mengembalikan, kemungkinan besar menjadi tersangka. Jika mengembalikan
uang, kepolisian kemungkinan akan lebih fokus kepada pihak-pihak yang bukan
mahasiswa dan menentukan dalam penyalahgunaan penyaluran beasiswa ini. Begitu
kira-kira yang disampaikan Kombes Pol Winardy.
Kejadian ini saya dapatkan dari Kompas dan dari Tribun.
Bayangkan, dana itu berasal dari tahun 2017, sekarang tahun
2022. Uang itu mungkin sudah habis digunakan, tetapi harus dikembalikan. Luar
biasa menyusahkannya. Oleh sebab itu, jangan main-main dengan uang yang bukan
haknya.
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi negara,
pemerintah, para wakil rakyat, pihak kampus dan lembaga pendidikan, para koordinator,
serta para mahasiswa di mana saja. Jika ada yang sudah merasa diri menggunakan
uang itu tidak dengan baik, segera perbaiki diri, hentikan, dan kembali gunakan
itu sesuai dengan keharusannya. Kalau tidak, hukum akan menguntit di dunia ini
dan di akhirat pun akan mendapatkan pembalasannya.
Hati-hati.
Sampurasun.
#KampusSangPemenang
#UnfariFisipHI
No comments:
Post a Comment