oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ada grup baru ulama yang
bikin ketawa melaporkan Jenderal Dudung ke Pusat Polisi Militer TNI AD
(Puspomad). Mereka lapor karena Dudung dianggap telah menistakan agama dengan
pernyataannya, ‘Tuhan Kita Bukan Orang Arab’.
Ayat apa yang dinista Dudung dengan kalimat itu?
Ajaran yang mana?
Tuhan kan memang bukan orang Arab, bukan orang Indonesia,
bukan orang Amerika Serikat, bukan orang Eropa, bukan orang Israel, iya kan?
Kalau kalimat ‘Tuhan bukan orang Arab’ dianggap salah,
berarti yang benar yaitu ‘Tuhan adalah orang Arab’, begitukah?
Bisa kan membedakan antara kalimat ‘Tuhan bukan orang
Arab’ dengan kalimat ‘Tuhan adalah orang Arab’?
Kalau tidak bisa, tanya anak-anak SMP. Mereka pasti tahu.
Jangan ngelawak aja.
Hal yang bikin ketawa yang kedua adalah mereka melaporkan
Jenderal Dudung ke Puspomad. Saya kasih tahu ya, Puspomad itu adalah anak buah
Dudung. Kok enggak mikir, melaporkan pejabat tinggi ke anak buahnya. Itu ibarat
melaporkan kepala sekolah ke guru matematika, kan bodor.
Bisa melakukan apa guru matematika terhadap kepala
sekolah?
Kalau mau melaporkan Dudung, ya ke atasannya dong, ke
Panglima Andika Perkasa atau Presiden Jokowi.
Dudung tahu bahwa dirinya dilaporkan kepada anak buahnya.
Segera saja Dudung menginstruksikan Puspomad untuk menerima laporan itu,
kemudian setiap orang yang tergabung dalam koalisi ulama itu harus difoto
seorang-seorang agar dapat dicek siapa sebenarnya orang-orang itu.
Nah, kelucuan ketiga yang bikin ketawa adalah tentang
diri orang yang katanya ulama itu.
Siapakah sih mereka itu?
Kok berani-beraninya mengatakan diri sebagai grup ulama?
Ulama mana? Apa prestasinya? Telah melakukan kebaikan apa
kepada umat? Sehebat apa sih ilmunya?
Gampang banget menyatakan diri sebagai ulama, padahal
kita enggak tahu ulama apaan sih mereka?
Ulama-ulama hebat dari NU, ulama-ulama cerdas dari
Muhammadiyah, ulama-ulama tegas dari
Persis tidak ada yang meributkan soal perkataan Jenderal Dudung. Mereka
biasa-biasa saja. Padahal, yang namanya NU, Muhammadiyah, atau Persis itu
organisasi besar yang umatnya jelas banyak, kiprahnya terlihat, jasanya bagi
pendidikan dan sosial juga sudah ada sejak dulu.
Ini ada grup yang baru datang kemarin sore yang tidak
jelas jasanya bagi bangsa dan negara sudah ngaku-ngaku koalisi ulama. Oleh
sebab itu, tidak heran Jenderal Dudung meminta mereka diminta satu per satu
untuk diselidiki siapa mereka itu. Dudung saja yang berasal dari keluarga
santri tidak mengenal mereka, apalagi saya.
Dulu saya tidak setuju dengan adanya sertifikasi
pendakwah atau penceramah. Sekarang mah saya setuju banget bahwa pendakwah itu
harus punya sertifikat supaya jelas kelimuannya, pengalamannya, prestasinya,
karyanya, dan pengembangan dirinya; seperti saya dan teman-teman dosen lain
yang harus memiliki Nomor Induk Dosen Nasional dan harus terus berkarya
sekaligus mengembangkan diri sehingga jelas profesinya dan manfaatnya dalam
mendidik generasi muda.
Kalau tidak ada sertifikat, semua orang abal-abal juga
bisa mengaku ulama dan bisa menipu serta menyesatkan orang seenaknya.
No comments:
Post a Comment