Friday 18 February 2022

Ulama Pengecut

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sudah mah lucu, pengecut lagi. Sebetulnya, kelompok mereka namanya Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara Anti Penodaan Agama (Kuhap Apa). Jadi, di dalamnya ada orang yang katanya ulama, habib, dan pengacara.

            Dari namanya saja sudah lucu, Kuhap Apa. Untung nggak pakai tanda tanya. Kalau pakai tanda tanya, makin bodor.

            Kuhap Apa?

            Nggak tahu. Tanya saja sama Kuhap Apa.

            Dalam tulisan yang lalu saya bilang mereka lucu, pikaseurieun, karena melaporkan Jenderal Dudung kepada anak buahnya, Puspomad. Itu kan mirip melaporkan kepala sekolah kepada penjaga sekolah. Bodor.

            Laporan mereka memang diterima Puspomad karena memang Dudung memerintahkan Danpuspomad Letjen TNI Chandra W. Sukotjo menerima mereka. Dudung pun memerintahkan agar wajah para pelapor itu difoto semuanya untuk dicek siapa saja mereka sebenarnya.

            Sebagaimana proses hukum, para pelapor itu dipanggil oleh Puspomad untuk menjelaskan seluruh laporannya lebih jelas. Akan tetapi, mereka ternyata tidak siap dan meminta waktu jadwal ulang untuk pemanggilan kembali. Dari sini saja sudah kelihatan tidak siapnya mereka, baik untuk menjelaskan, apalagi difoto. Biasanya, pelapor itu sangat gesit jika dipanggil untuk menjelaskan karena ingin sekali pihak yang dilaporkannya dihukum berat. Saya juga begitu kok, sangat tidak sabar untuk dipanggil polisi untuk menjelaskan laporan saya, selalu siap, dan meninggalkan acara apa pun untuk menghadiri pemanggilan itu. Bahkan, orang lain ada yang berulang-ulang menanyakan kasus yang dilaporkannya dan menanyakan kapan dirinya akan dipanggil. Berbeda dengan Kuhap Apa yang minta waktu jadwal ulang. Tidak siap benar mereka. Apalagi jika dilihat dari cara mereka melapor yang tidak hadir langsung, tetapi beberapa sumber mengatakan mereka menggunakan laporan tertulis. 

Pada pemanggilan berikutnya mereka memang datang, tiga orang, termasuk koordinatornya Damai Hari Lubis. Akan tetapi, pelapor yang difoto hanya satu orang, yaitu A. Syahrudin.

            Ke mana yang lainnya?

            Padahal kan namanya “koalisi” yang artinya banyak orang.

Lalu, dari golongan mana Si Syahrudin itu?

Dia itu dari golongan ulama, habib, atau pengacara?

Tidak jelas. Kalau ada yang tahu dia dari golongan mana, kasih tahu saya. Saya akan sangat berterima kasih.

Saya dan banyak rakyat lainnya pengen tahu wajah mereka. Siapa mereka sebetulnya. Oleh sebab itu, banyak pihak yang setuju dengan perintah Dudung bahwa mereka harus difoto wajahnya seorang-seorang.

Saya pikir kalau memang kelompok itu ada anggotanya yang berasal dari ulama, habib, atau pengacara dan jumlahnya banyak, mayoritas mereka adalah pengecut, takut difoto. Kalau difoto kan kelihatan jelas wajahnya. Apalagi jika diedarkan ke masyarakat, akan lebih terang lagi tentang diri mereka sebenarnya. Soalnya, netizen Indonesia itu jahat-jahat dan gila-gila. Ketika jati diri atau foto para pelapor itu dipublikasikan, sudah pasti akan dibongkar, dikuliti, ditelanjangi, atau diuber masa lalunya untuk kemudian dipublikasikan kembali sehingga menjadi bahan bulian. Jangankan orang-orang yang ngaku-ngaku ulama, mantan Wapres Jusuf Kalla saja dibongkar leluhurnya dan orang menjadi tahu bahwa dia adalah keturunan Kahar Muzakar, pemimpin pemberontak  NII atau DI/TII.

Lalu, orang-orang bilang, “Pantas saja dia tidak pernah menghormat bendera ketika upacara bendera di istana.”

Kan jadi bahan bulian yang bisa merusakkan nama baiknya. Sudah saya bilang netizen  Indonesia itu jahat-jahat dan gila-gila.

            Jadi, siapa saja ulama yang tergabung dalam Kuhap Apa itu?

            Kita ingin lihat wajahnya. Jadi, bisa kita tahu mereka itu siapa? Belajar agama di mana? Dari mana sumber pengetahuannya? Apa saja yang diajarkannya? Buku apa saja yang dijadikan rujukannya? Seberapa besar manfaatnya bagi umat? Bagaimana rekam jejaknya?

            Jangan-jangan cuma ngaku-ngaku atau diaku-aku ulama, tetapi nggak ada isi yang bermanfaat di otak dan perilakunya. Jangan-jangan cuma abal-abal. Pantas kalau mereka itu cuma pengecut. Itu juga kalau memang benar Kuhap Apa diisi dengan banyak orang yang terdiri atas ulama, habib, dan pengacara. Yang saya lihat dari tayangan mereka yang sedang diwawancara wartawan kan hanya tiga orang dan hanya tiga orang. Kalau cuma tiga orang, jangan pakai istilah “koalisi” atuh, pakai saja nama “Trio ….”, tetapi jangan pakai nama “Trio Macan” karena sudah dipakai oleh orang lain.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment