oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sudah mah lucu, pengecut
lagi. Sebetulnya, kelompok mereka namanya Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara
Anti Penodaan Agama (Kuhap Apa). Jadi, di dalamnya ada orang yang katanya
ulama, habib, dan pengacara.
Dari namanya saja sudah lucu, Kuhap Apa. Untung nggak
pakai tanda tanya. Kalau pakai tanda tanya, makin bodor.
Kuhap Apa?
Nggak tahu. Tanya saja sama Kuhap Apa.
Dalam tulisan yang lalu saya bilang mereka lucu,
pikaseurieun, karena melaporkan Jenderal Dudung kepada anak buahnya, Puspomad.
Itu kan mirip melaporkan kepala sekolah kepada penjaga sekolah. Bodor.
Laporan mereka memang diterima Puspomad karena memang
Dudung memerintahkan Danpuspomad Letjen TNI Chandra W. Sukotjo menerima mereka.
Dudung pun memerintahkan agar wajah para pelapor itu difoto semuanya untuk
dicek siapa saja mereka sebenarnya.
Sebagaimana proses hukum, para pelapor itu dipanggil oleh
Puspomad untuk menjelaskan seluruh laporannya lebih jelas. Akan tetapi, mereka
ternyata tidak siap dan meminta waktu jadwal ulang untuk pemanggilan kembali.
Dari sini saja sudah kelihatan tidak siapnya mereka, baik untuk menjelaskan,
apalagi difoto. Biasanya, pelapor itu sangat gesit jika dipanggil untuk
menjelaskan karena ingin sekali pihak yang dilaporkannya dihukum berat. Saya
juga begitu kok, sangat tidak sabar untuk dipanggil polisi untuk menjelaskan
laporan saya, selalu siap, dan meninggalkan acara apa pun untuk menghadiri
pemanggilan itu. Bahkan, orang lain ada yang berulang-ulang menanyakan kasus
yang dilaporkannya dan menanyakan kapan dirinya akan dipanggil. Berbeda dengan
Kuhap Apa yang minta waktu jadwal ulang. Tidak siap benar mereka. Apalagi jika
dilihat dari cara mereka melapor yang tidak hadir langsung, tetapi beberapa
sumber mengatakan mereka menggunakan laporan tertulis.
Pada
pemanggilan berikutnya mereka memang datang, tiga orang, termasuk
koordinatornya Damai Hari Lubis. Akan tetapi, pelapor yang difoto hanya satu
orang, yaitu A. Syahrudin.
Ke mana yang lainnya?
Padahal kan namanya “koalisi” yang artinya banyak orang.
Lalu,
dari golongan mana Si Syahrudin itu?
Dia
itu dari golongan ulama, habib, atau pengacara?
Tidak
jelas. Kalau ada yang tahu dia dari golongan mana, kasih tahu saya. Saya akan
sangat berterima kasih.
Saya
dan banyak rakyat lainnya pengen tahu wajah mereka. Siapa mereka sebetulnya.
Oleh sebab itu, banyak pihak yang setuju dengan perintah Dudung bahwa mereka harus
difoto wajahnya seorang-seorang.
Saya
pikir kalau memang kelompok itu ada anggotanya yang berasal dari ulama, habib,
atau pengacara dan jumlahnya banyak, mayoritas mereka adalah pengecut, takut
difoto. Kalau difoto kan kelihatan jelas wajahnya. Apalagi jika diedarkan ke
masyarakat, akan lebih terang lagi tentang diri mereka sebenarnya. Soalnya,
netizen Indonesia itu jahat-jahat dan gila-gila. Ketika jati diri atau foto
para pelapor itu dipublikasikan, sudah pasti akan dibongkar, dikuliti,
ditelanjangi, atau diuber masa lalunya untuk kemudian dipublikasikan kembali
sehingga menjadi bahan bulian. Jangankan orang-orang yang ngaku-ngaku ulama,
mantan Wapres Jusuf Kalla saja dibongkar leluhurnya dan orang menjadi tahu
bahwa dia adalah keturunan Kahar Muzakar, pemimpin pemberontak NII atau DI/TII.
Lalu,
orang-orang bilang, “Pantas saja dia tidak pernah menghormat bendera ketika
upacara bendera di istana.”
Kan
jadi bahan bulian yang bisa merusakkan nama baiknya. Sudah saya bilang netizen Indonesia itu jahat-jahat dan gila-gila.
Jadi, siapa saja ulama yang tergabung dalam Kuhap Apa
itu?
Kita ingin lihat wajahnya. Jadi, bisa kita tahu mereka
itu siapa? Belajar agama di mana? Dari mana sumber pengetahuannya? Apa saja
yang diajarkannya? Buku apa saja yang dijadikan rujukannya? Seberapa besar
manfaatnya bagi umat? Bagaimana rekam jejaknya?
Jangan-jangan cuma ngaku-ngaku atau diaku-aku ulama,
tetapi nggak ada isi yang bermanfaat di otak dan perilakunya. Jangan-jangan cuma
abal-abal. Pantas kalau mereka itu cuma pengecut. Itu juga kalau memang benar
Kuhap Apa diisi dengan banyak orang yang terdiri atas ulama, habib, dan
pengacara. Yang saya lihat dari tayangan mereka yang sedang diwawancara
wartawan kan hanya tiga orang dan hanya tiga orang. Kalau cuma tiga orang,
jangan pakai istilah “koalisi” atuh, pakai saja nama “Trio ….”, tetapi jangan
pakai nama “Trio Macan” karena sudah dipakai oleh orang lain.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment