Wednesday, 23 February 2022

Minyak Goreng Langka, Rakyat Panic Buying

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Saya heran kenapa ada yang menyalahkan rakyat karena “panic buying” gara-gara minyak goreng langka?

            Panic buying itu semacam pembelian besar-besaran oleh rakyat untuk keperluannya sendiri karena terjadi kelangkaan suatu barang. Minyak goreng langka dan itu bukan bohong. Rakyat panik. Hal ini diawali oleh harga minyak goreng yang naik tinggi yang kemudian terjadi kelangkaan di pasar.

            Saya menulis ini sudah tiga kali sampai dengan tulisan ini. Persoalan minyak goreng ini sudah hampir dua atau tiga bulan terjadi dan rakyat belum melihat ada perbaikan. Rakyat sudah paham bahwa hal ini diakibatkan kerakusan para pengusaha yang terlalu banyak menjual minyak ke luar negeri dan ada penimbunan yang menyebabkan distribusi macet. Padahal, Indonesia adalah penghasil minyak terbesar di dunia.

Rakyat tak perlu lagi penjelasan yang rumit karena sudah jelas masalahnya. Rakyat hanya perlu melihat minyak goreng tersedia di pasar dengan harga terjangkau. Itu saja.

Pemerintah memang sudah melakukan hal baik dengan cara memberikan subsidi untuk menekan harga minyak goreng agar terjangkau rakyat. Saya dengar ada 7,9 triliun yang dikucurkan pemerintah. Akan tetapi, minyak tetap langka dan kalaupun ada, harga melambung sangat tinggi. Ini jelas ada kesalahan.

Saat ini banyak yang menyalahkan rakyat karena melakukan panic buying. Rakyat terlalu banyak membeli minyak goreng sehingga membuat minyak goreng langka untuk masyarakat yang lainnya. Hal ini  memang terjadi, tetapi jangan salahkan rakyat karena rakyat tidak memiliki keyakinan bahwa minyak goreng bisa tetap tersedia seperti sediakala.

Rakyat itu sederhana berpikirnya.

Jika tidak membeli banyak, bagaimana nanti jika diperlukan, tidak ada?

Ketika ada minyak goreng, apalagi dengan harga murah, rakyat otomatis akan membeli banyak. Ini soal keyakinan. Rakyat perlu diyakinkan oleh pemerintah bahwa, misalnya, dalam satu atau dua bulan ke depan persediaan dan harga minyak tersedia dan terjangkau. Pemerintah harus mampu mencapai target itu. Jika ada perbaikan situasi, panic buying pun berhenti.

Soal harga, ketersediaan, hukuman bagi para pengusaha dan penimbun rakus adalah bukan tanggung jawab rakyat untuk menanggulanginya. Itu adalah kewajiban dan tanggung jawab pemerintah karena rakyat tidak memiliki kemampuan untuk itu. Semuanya sudah diserahkan kepada pemerintah.

            Jika kondisi tidak juga membaik, pemerintah harus introspeksi, bahkan mungkin Presiden Jokowi harus mengganti Menteri Perdagangan dengan orang lain yang lebih baik lagi bekerja dan memiliki kemampuan untuk mengatasi hal ini. Jangan membiarkan hal ini berlarut-larut.

            Pemerintah sudah melakukan banyak hal positif dan rakyat mayoritas sangat puas. Dalam catatan, 82% pemilih Jokowi-Maruf Amin puas terhadap kinerja pemerintah. Menurut Kompas, 73,9% rakyat puas terhadap Jokowi. Bahkan, bukan pemilih Jokowi pun 57% merasa puas terhadap Jokowi. Bayangkan, mereka yang saat Pilpres tidak memilih Jokowi pun puas terhadap Jokowi. Artinya, banyak kebijakan dan hasil kerja Jokowi yang dinikmati rakyat keseluruhan. Sampai hari ini pun rakyat tetap puas. Akan tetapi, prestasi yang banyak itu bisa gugur atau terlupakan gara-gara tidak mampu mengatasi permasalahan harga dan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Jokowi harus hati-hati dan kalau diperlukan, segera turun tangan langsung. Sayang jika kepuasan rakyat luntur karena hanya satu hal yang tak bisa tertanggulangi dengan baik.

            Jangan salahkan rakyat jika panic buying dan turun kepercayaan kepada pemerintah. Rakyat hanya cukup terpuaskan jika minyak goreng tersedia dengan harga terjangkau, insyaallah, panic buying pun berhenti.

            Jika masih juga kesulitan, ganti Menteri Perdagangan. Jangan kelamaan, rakyat membutuhkan kejelasan dan ketersediaan.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment