oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya heran kenapa ada yang
menyalahkan rakyat karena “panic buying”
gara-gara minyak goreng langka?
Panic buying itu semacam pembelian besar-besaran oleh
rakyat untuk keperluannya sendiri karena terjadi kelangkaan suatu barang.
Minyak goreng langka dan itu bukan bohong. Rakyat panik. Hal ini diawali oleh
harga minyak goreng yang naik tinggi yang kemudian terjadi kelangkaan di pasar.
Saya menulis ini sudah tiga kali sampai dengan tulisan
ini. Persoalan minyak goreng ini sudah hampir dua atau tiga bulan terjadi dan
rakyat belum melihat ada perbaikan. Rakyat sudah paham bahwa hal ini
diakibatkan kerakusan para pengusaha yang terlalu banyak menjual minyak ke luar
negeri dan ada penimbunan yang menyebabkan distribusi macet. Padahal, Indonesia
adalah penghasil minyak terbesar di dunia.
Rakyat
tak perlu lagi penjelasan yang rumit karena sudah jelas masalahnya. Rakyat
hanya perlu melihat minyak goreng tersedia di pasar dengan harga terjangkau.
Itu saja.
Pemerintah
memang sudah melakukan hal baik dengan cara memberikan subsidi untuk menekan
harga minyak goreng agar terjangkau rakyat. Saya dengar ada 7,9 triliun yang
dikucurkan pemerintah. Akan tetapi, minyak tetap langka dan kalaupun ada, harga
melambung sangat tinggi. Ini jelas ada kesalahan.
Saat
ini banyak yang menyalahkan rakyat karena melakukan panic buying. Rakyat
terlalu banyak membeli minyak goreng sehingga membuat minyak goreng langka
untuk masyarakat yang lainnya. Hal ini
memang terjadi, tetapi jangan salahkan rakyat karena rakyat tidak
memiliki keyakinan bahwa minyak goreng bisa tetap tersedia seperti sediakala.
Rakyat
itu sederhana berpikirnya.
Jika
tidak membeli banyak, bagaimana nanti jika diperlukan, tidak ada?
Ketika
ada minyak goreng, apalagi dengan harga murah, rakyat otomatis akan membeli
banyak. Ini soal keyakinan. Rakyat perlu diyakinkan oleh pemerintah bahwa,
misalnya, dalam satu atau dua bulan ke depan persediaan dan harga minyak
tersedia dan terjangkau. Pemerintah harus mampu mencapai target itu. Jika ada
perbaikan situasi, panic buying pun berhenti.
Soal
harga, ketersediaan, hukuman bagi para pengusaha dan penimbun rakus adalah
bukan tanggung jawab rakyat untuk menanggulanginya. Itu adalah kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah karena rakyat tidak memiliki kemampuan untuk itu.
Semuanya sudah diserahkan kepada pemerintah.
Jika kondisi tidak juga membaik, pemerintah harus
introspeksi, bahkan mungkin Presiden Jokowi harus mengganti Menteri Perdagangan
dengan orang lain yang lebih baik lagi bekerja dan memiliki kemampuan untuk
mengatasi hal ini. Jangan membiarkan hal ini berlarut-larut.
Pemerintah sudah melakukan banyak hal positif dan rakyat
mayoritas sangat puas. Dalam catatan, 82% pemilih Jokowi-Maruf Amin puas
terhadap kinerja pemerintah. Menurut Kompas, 73,9% rakyat puas terhadap Jokowi.
Bahkan, bukan pemilih Jokowi pun 57% merasa puas terhadap Jokowi. Bayangkan,
mereka yang saat Pilpres tidak memilih Jokowi pun puas terhadap Jokowi.
Artinya, banyak kebijakan dan hasil kerja Jokowi yang dinikmati rakyat
keseluruhan. Sampai hari ini pun rakyat tetap puas. Akan tetapi, prestasi yang
banyak itu bisa gugur atau terlupakan gara-gara tidak mampu mengatasi
permasalahan harga dan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Jokowi harus
hati-hati dan kalau diperlukan, segera turun tangan langsung. Sayang jika
kepuasan rakyat luntur karena hanya satu hal yang tak bisa tertanggulangi dengan
baik.
Jangan salahkan rakyat jika panic buying dan turun
kepercayaan kepada pemerintah. Rakyat hanya cukup terpuaskan jika minyak goreng
tersedia dengan harga terjangkau, insyaallah, panic buying pun berhenti.
Jika masih juga kesulitan, ganti Menteri Perdagangan. Jangan
kelamaan, rakyat membutuhkan kejelasan dan ketersediaan.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment