Sunday, 6 February 2022

Protes Harga Minyak Goreng Dong!

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kemana nih para anti-Jokowi?

Kok enggak protes soal harga minyak tinggi?

Padahal, rakyat, khususnya emak-emak sedang kesusahan beli minyak goreng karena mahal harganya. Katanya pembela rakyat. Akan tetapi, mereka malah sibuk protes soal Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang sudah jelas mau dibangun itu, soal khayalan Gibran-Kaesang korupsi, soal Jenderal Dudung, soal wajah Kaesang ada di bungkus biskuit, dan hal-hal lain yang tidak bermutu serta tidak ada gunanya.

            Jangan-jangan, mereka kebagian untung dari mahalnya harga minyak goreng yang harus dibeli rakyat. Mereka terdiam semua. Mungkin juga enggak dapat untung, tetapi otaknya nggak sampai untuk menganalisis mahalnya minyak goreng. Kalau ngomong kasar dan caci maki, kofar-kafir sama orang, mereka paling jago. Bikin solusi buat rakyat mah pada enggak bisa.

            Orang-orang yang protes keras soal harga minyak goreng ini justru adalah para pendukung Jokowi. Meskipun sering membela pemerintah, ketika rakyat susah, mereka marah membela rakyat.

            Masalah minyak goreng ini tetap seperti yang sudah saya tulis waktu itu. Karena Covid-19, produksi minyak goreng dunia turun. Sementara itu, produksi Indonesia melimpah. Karena dunia kekurangan minyak goreng, pengusaha Indonesia menjual minyaknya ke luar negeri sehingga pasokan untuk dalam negeri menjadi berkurang. Karena berkurang, minyak di dalam negeri menjadi langka. Kelangkaan itu menimbulkan kenaikan harga. Orang yang belajar ekonomi di SMA pasti tahu teori ini. Kalau penawaran berkurang, permintaan naik, harga menjadi mahal.

            Mahalnya harga minyak goreng ini penyebab utamanya adalah pengusaha minyak Indonesia yang rakus karena ingin untung besar dengan menjual ke luar negeri yang jelas lebih mahal harganya. Akan tetapi, rakyat Indonesia sendiri menjadi kekurangan sehingga harganya menjadi mahal merangkak naik mirip dengan harga di luar negeri. Itu menyulitkan.

            Seharusnya, penuhi dulu untuk rakyat sendiri dengan harga terjangkau, setelah itu baru untuk luar negeri. Para pengusaha itu harus diingatkan bahwa kelapa sawit yang mereka tanam itu di tanah Indonesia, tanah bangsa Indonesia, izin usahanya pun dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Jahat sekali jika menggunakan fasilitas di Indonesia, tetapi hasilnya untuk memenuhi kebutuhan luar negeri, sedangkan rakyat sendiri kesulitan. Di samping itu, disinyalir pula ada pengusaha-pengusaha yang menimbun minyak sehingga kurang ada di pasaran. Mereka akan mengeluarkannya ketika harganya mahal. Itu juga jahat sekali.

            Kuncinya ada di pemerintah Indonesia. Pemerintah harus mampu mengendalikan para pengusaha itu agar tidak liar dalam mencari keuntungan ke luar negeri, sementara rakyat Indonesia sendiri harus antri sekeluarga untuk mendapatkan minyak goreng satu liter atau dua liter per orang. Suami, istri, ayah, ibu, nenek, kakek, anak, cucu ikut-ikutan mengantri untuk mendapatkan minyak goreng murah. Padahal, produksi minyak goreng kita melimpah dan sangat cukup untuk rakyat.

            Memang sekarang, dengar-dengar pemerintah mewajibkan pengusaha minyak menyisihkan 20% dari hasil produksinya untuk kebutuhan rakyat di dalam negeri. Dengan demikian, harganya bisa turun karena pasokan minyak goreng bertambah lagi. Para pengusaha sudah dilarang menjual 100% hasil produksinya ke luar negeri, rakyat dulu yang utama. Kebijakan pemerintah ini wajib dan bagus untuk dilaksanakan, tetapi rakyat ingin cepat segera merasakan pengaruh positifnya dalam rangka menghemat pengeluaran dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemerintah harus lebih mengawasi dan menggenjot para pengusaha untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia terlebih dahulu dibandingkan kebutuhan luar negeri dan segera memberi tindakan pada para pengusaha curang.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment