oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kemana nih para anti-Jokowi?
Kok enggak protes soal harga
minyak tinggi?
Padahal,
rakyat, khususnya emak-emak sedang kesusahan beli minyak goreng karena mahal
harganya. Katanya pembela rakyat. Akan tetapi, mereka malah sibuk protes soal
Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang sudah jelas mau dibangun itu, soal
khayalan Gibran-Kaesang korupsi, soal Jenderal Dudung, soal wajah Kaesang ada
di bungkus biskuit, dan hal-hal lain yang tidak bermutu serta tidak ada gunanya.
Jangan-jangan, mereka kebagian untung dari mahalnya harga
minyak goreng yang harus dibeli rakyat. Mereka terdiam semua. Mungkin juga
enggak dapat untung, tetapi otaknya nggak sampai untuk menganalisis mahalnya
minyak goreng. Kalau ngomong kasar dan caci maki, kofar-kafir sama orang, mereka
paling jago. Bikin solusi buat rakyat mah pada enggak bisa.
Orang-orang yang protes keras soal harga minyak goreng ini
justru adalah para pendukung Jokowi. Meskipun sering membela pemerintah, ketika
rakyat susah, mereka marah membela rakyat.
Masalah minyak goreng ini tetap seperti yang sudah saya
tulis waktu itu. Karena Covid-19, produksi minyak goreng dunia turun. Sementara
itu, produksi Indonesia melimpah. Karena dunia kekurangan minyak goreng,
pengusaha Indonesia menjual minyaknya ke luar negeri sehingga pasokan untuk
dalam negeri menjadi berkurang. Karena berkurang, minyak di dalam negeri
menjadi langka. Kelangkaan itu menimbulkan kenaikan harga. Orang yang belajar
ekonomi di SMA pasti tahu teori ini. Kalau penawaran berkurang, permintaan
naik, harga menjadi mahal.
Mahalnya harga minyak goreng ini penyebab utamanya adalah
pengusaha minyak Indonesia yang rakus karena ingin untung besar dengan menjual
ke luar negeri yang jelas lebih mahal harganya. Akan tetapi, rakyat Indonesia
sendiri menjadi kekurangan sehingga harganya menjadi mahal merangkak naik mirip
dengan harga di luar negeri. Itu menyulitkan.
Seharusnya, penuhi dulu untuk rakyat sendiri dengan harga
terjangkau, setelah itu baru untuk luar negeri. Para pengusaha itu harus
diingatkan bahwa kelapa sawit yang mereka tanam itu di tanah Indonesia, tanah
bangsa Indonesia, izin usahanya pun dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Jahat sekali jika menggunakan fasilitas di Indonesia, tetapi hasilnya untuk
memenuhi kebutuhan luar negeri, sedangkan rakyat sendiri kesulitan. Di samping
itu, disinyalir pula ada pengusaha-pengusaha yang menimbun minyak sehingga
kurang ada di pasaran. Mereka akan mengeluarkannya ketika harganya mahal. Itu
juga jahat sekali.
Kuncinya ada di pemerintah Indonesia. Pemerintah harus
mampu mengendalikan para pengusaha itu agar tidak liar dalam mencari keuntungan
ke luar negeri, sementara rakyat Indonesia sendiri harus antri sekeluarga untuk
mendapatkan minyak goreng satu liter atau dua liter per orang. Suami, istri,
ayah, ibu, nenek, kakek, anak, cucu ikut-ikutan mengantri untuk mendapatkan
minyak goreng murah. Padahal, produksi minyak goreng kita melimpah dan sangat
cukup untuk rakyat.
Memang sekarang, dengar-dengar pemerintah mewajibkan
pengusaha minyak menyisihkan 20% dari hasil produksinya untuk kebutuhan rakyat
di dalam negeri. Dengan demikian, harganya bisa turun karena pasokan minyak
goreng bertambah lagi. Para pengusaha sudah dilarang menjual 100% hasil
produksinya ke luar negeri, rakyat dulu yang utama. Kebijakan pemerintah ini
wajib dan bagus untuk dilaksanakan, tetapi rakyat ingin cepat segera merasakan
pengaruh positifnya dalam rangka menghemat pengeluaran dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Pemerintah harus lebih mengawasi dan menggenjot para pengusaha untuk
memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia terlebih dahulu dibandingkan kebutuhan luar
negeri dan segera memberi tindakan pada para pengusaha curang.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment