oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Indonesia telah kalah dalam
sidang panel World Trade Organization (WTO) yang akibatnya Indonesia diwajibkan
menjual kembali bijih nikel mentah ke luar negeri. Akan tetapi, Jokowi tidak
mau kalah, dia perintahkan untuk banding dan sewa pengacara mahal tingkat
Internasional untuk melawan Eropa. Dia tidak takut. Disangkanya bakal takut,
menurut, dan menyerah pada Uni Eropa, Jokowi malah balas menonjok Eropa Barat.
Dia malah menambah susah Eropa dengan menghentikan ekspor bauksit mentah ke luar
negeri. Dia ingin menjualnya ke luar negeri setelah diolah di Indonesia.
Bauksit
itu bahan mentah alumunium. Semua industri otomotif sangat membutuhkan bauksit.
Jokowi sudah tidak mau lagi mendapatkan untung kecil. Dia ingin rakyat
Indonesia sebagai pemilik sah bauksit yang mendapatkan untung besar.
Dengan
arogan, Eropa Barat memaksa Indonesia menggali tambangnya untuk dijual kepada
mereka dengan harga murah. Mereka mengalahkan Indonesia dalam sidang WTO,
tetapi Indonesia bukannya takut. Jokowi malah semakin menonjok keras Eropa
dengan melarang bauksit dijual ke luar negeri secara mentahnya mulai Juni 2023.
Foto
Jokowi yang berbicara sangat tegas saya dapatkan dari Epaper Media Indonesia.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Foto: Epaper Media Indonesia) |
Jokowi
memaksa seluruh dunia yang membutuhkan nikel dan bauksit Indonesia untuk patuh
pada keinginan dirinya. Mereka harus mematuhi aturan yang diberlakukan
Indonesia. Mereka harus membangun smelter, pabrik, bayar pajak, mempekerjakan
rakyat Indonesia, dan alih teknologi supaya Indonesia pada masa depan bisa
mandiri. Bukan hanya pihak asing yang dipaksa patuh, melainkan pula pengusaha
dan rakyat Indonesia sendiri.
Pengusaha
Indonesia tampaknya ketakutan pada kebijakan Jokowi. Mereka meminta agar Jokowi
memberikan waktu tambahan untuk mereka. Para pengusaha itu merasa tidak siap
kalau hanya diberikan waktu enam bulan untuk membangun smelter dan mengolah
sendiri bauksit untuk dijadikan alumina atau alumunium. Mereka meminta Jokowi
menunda kebijakan penghentian ekspor bauksit tersebut.
Kalau
menurut saya, para pengusaha di dalam negeri Indonesia ini sudah merasa terlalu
nyaman dan kaya raya dengan hanya menjual bauksit mentah ke luar negeri dan
merasa cukup dengan hal itu. Akan tetapi, dengan adanya pelarangan ekspor,
mereka dipaksa untuk membangun smelter dan pabrik di dalam negeri karena mereka
tidak bisa lagi menjual bauksit ke luar negeri. Jika mereka dipaksa untuk
membuat industri bauksit di dalam negeri, rakyat akan tambah banyak yang
bekerja dan akan tambah memahami hal ihwal pengolahan bauksit karena adanya
alih teknologi. Dengan demikian, Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan, baik
dari segi pendapatan, pembukaan lapangan kerja, dan alih teknologi.
Tampaknya,
Jokowi tidak mau menunda keputusannya.
Kalau
pengusaha Indonesia tidak siap, sampai kapan mereka siap?
Kalau
ditunda terus, Indonesia tidak akan pernah siap untuk maju dan sejahtera, terus
menjadi kuli bagi bangsa asing selamanya.
Kalau
para pengusaha Indonesia tidak siap, paling yang hadir ke Indonesia adalah
pengusaha asing, terutama pengusaha Cina beserta tenaga ahlinya. Jangan salahkan
siapa-siapa jika akan semakin banyak perusahaan Cina dan tenaga kerja Cina yang
berdatangan dan bekerja di Indonesia. Hal ini disebabkan para pengusaha dan
rakyat Indonesia tidak sanggup dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman dan
hanya merasa nyaman dengan penghasilan sehari-harinya. Tidak ada jalan bagi
para pengusaha dan rakyat Indonesia, kecuali memaksa melengkapi dirinya dengan
berbagai keterampilan dan kemauan untuk mengikuti zaman. Kalau pengusaha itu
tidak mampu mandiri membuat industri bauksit, bisa membangun konsorsium,
patungan beberapa perusahaan untuk mendirikan perusahaan yang lebih besar.
Dengan demikian, mereka akan tetap bertahan dan menyerap banyak tenaga kerja.
Jika tidak demikian, kita akan menjadi penonton perusahaan dan tenaga kerja asing, terutama Cina yang
bekerja di Indonesia karena keberanian dan keterampilannya dalam mengolah
sumber daya alam Indonesia.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment