oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sepertinya, sudah menjadi
agenda tahunan kalau Desember ini jadi ajang perdebatan soal ucapan selamat
natal, pohon natal, sinterklas, perayaan tahun baru, terompet, dan lain
sebagainya terkait hal itu. Banyak orang yang menyayangkan adanya keributan
tentang hal-hal itu. Menurut mereka, sebetulnya hal-hal itu tidak perlu lagi
diperdebatkan. Akan tetapi, bagi saya perdebatan atau keributan itu diperlukan
untuk menyeimbangkan situasi agar tidak terlalu berlebihan.
Sepanjang hanya keributan berupa perdebatan menggunakan
pendapat atau kata-kata, bagus saja. Hal itu disebabkan semua pendapat itu
mengimbangi pendapat yang lainnya. Mereka yang berpendapat bahwa ucapan selamat
natal, pohon natal, sinterklas, perayaan tahun baru, terompet itu adalah haram,
dapat mencegah orang-orang yang terlalu jauh berperilaku membolehkan segalanya.
Pendapat ini pun mengingatkan bahwa kita adalah muslim yang tetap harus
berpegang pada keislaman. Demikian pula orang yang menghalalkan ucapan selamat
natal, pohon natal, sinterklas, perayaan tahun baru, terompet, dapat mencegah
orang-orang agar tidak terlalu jauh terjebak dalam fanatisme dan kebencian
kepada nonmuslim. Kita harus ingat bahwa pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana
Anyar Bandung adalah pembenci Kristen. Dengan demikian, kita pun diingatkan
untuk selalu toleran dan tetap hidup dalam kebersamaan meskipun kita berbeda
dan majemuk.
So, semuanya baik-baik saja sepanjang hanya perang
kata-kata, perang dalil, atau perang pendapat. Akan tetapi, hal ini akan
menjadi sangat berbahaya jika perbedaan pendapat ini menjadi permusuhan, lebih
jauhnya menghalalkan darah orang lain hanya karena berbeda pandangan. Kalau sampai
pada titik ini, berarti kita masih belum dewasa, kita hanya anak-anak yang
hanya ingin menang sendiri, dan sangat suka melihat orang lain terjatuh. Kalau
sudah meningkat bahaya, kita punya Densus 88 dan BNPT yang dapat menjadi alat
terakhir untuk mencegah kekerasan radikalisme.
Saya punya beberapa teman dan sahabat yang sering sekali
berdebat dengan saya soal banyak hal. Malahan, perdebatan itu sangat keras
hingga saling ejek. Akan tetapi, itu terjadi hanya saat berdebat. Selepas itu,
kalau saya punya rezeki, suka memberikan keluarganya hadiah atau makanan.
Demikian pula, mereka sering memberi saya makanan atau informasi penting yang
sangat baik untuk saya. Biasa saja karena memang saya membiasakan hal itu.
Malah, saya beruntung memiliki mereka karena mereka pun bisa mengkritik keras
saya ketika saya salah. Saya jadi paham kesalahan saya. Tidak perlu bermusuhan.
Apa hubungannya dengan jagung?
Tidak ada.
Soal jagung itu hanya karena ketika saya pulang, di
pinggir jalan banyak pedagang jagung. Hal itu disebabkan memang biasanya pada
malam tahun baru orang banyak bakar-bakar jagung. Tidak setiap hari banyak
pedagang jagung. Saya pun jadi pengen jagung bakar, lalu membelinya.
Jangan bilang haram kalau beli jagung menjelang malam
tahun baru. Tidak ada dalilnya.
Dengan saya membeli jagung, pedagang jagung mendapatkan
rezeki untuk keluarganya. Jangan banyak menawar, beli saja sepanjang kita punya
uang mah. Itu kebaikan. Saya juga mendapatkan keuntungan, yaitu bisa makan
jagung bakar, membuat anak-anak dan istri saya tersenyum bahagia. Itu kebaikan.
Malahan, karena sekarang masih musim liburan sekolah, di rumah ada kerabat dan mertua
liburan di rumah saya. Jagungnya dibakar bareng-bareng pas malam Minggu, bertepatan
dengan malam tahun baru, semuanya senang. Itu kebaikan.
Hidup jagung!
Soal perayaan tahun baru, biasa sajalah. Kalender itu
banyak. Malam tahun baru itu banyak. Setiap kalender, punya tahun baru
masing-masing dan bisa diperingati juga. Yang biasanya diperdebatkan itu kan
kalender Masehi, padahal ada kalender yang lebih tepat berdasarkan peredaran
bulan, yaitu kalender Hijriyah, Sunda, India, dan Cina. Itu lebih tepat dan
tidak berubah. Adapun Masehi kerap ada perubahan karena kabarnya tercampur pula
dengan perhitungan peredaran Matahari. Padahal, peredaran Matahari itu hanya
tepat jika digunakan untuk perhitungan jam tangan, jam dinding, atau pokoknya
jam apa saja.
Hidup jagung!
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment