oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang
Surya
Saya
melihat Presiden RI yang gila itu ada dua, yaitu Presiden Soekarno dan Presiden
Jokowi.
Soekarno dengan lantang pernah mengatakan,
“Amerika kita seterika! Inggris kita linggis!”
Itu teriakannya sesuai dengan kondisi
dunia saat itu. Bahkan, Soekarno menyatakan keluar dari Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB) karena organisasi itu sudah dikendalikan para kapitalis penjajah yang
merugikan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kini Jokowi pun mengatakan hal yang mirip.
Dia menantang Barat dengan akan melawan setiap upaya barat yang ingin mengeruk
kekayaan alam Indonesia secara tidak adil.
“Dulu kita dijajah dengan cara tanam
paksa, kerja paksa, sekarang ada lagi ekspor paksa! Mereka seperti penjajah VOC
dulu!” kurang lebih seperti itu kekasaran Jokowi pada Eropa Barat.
Jokowi (Foto: detikFinance-Detikcom) |
Dia memang menantang barat. Meskipun
pihak barat sudah mengalahkannya dalam sidang panel World Trade Organization
(WTO) dan Indonesia diwajibkan untuk menjual lagi nikel dengan harga murah,
Jokowi tidak peduli. Dia tetap kukuh dalam pendiriannya, tidak akan mematuhi
keputusan sidang itu, apa pun risikonya.
Bahkan, pidato yang saya tonton tadi
malam dalam pertemuan Uni Eropa-Asean, dia berkata keras di depan para pemimpin
Eropa, “Tidak boleh ada satu negara pun yang mendikte negara lainnya. Jangan
pernah ada anggapan bahwa pikiran atau cara dirinya yang paling benar,
sedangkan orang lain salah.”
Pendek kata, Jokowi benar-benar “on fire” jika soal kedaulatan dan harga
diri bangsa. Dia ingin yang untung besar adalah Indonesia, sedangkan yang lain
harus cukup ikut untung menempel kepada Indonesia. Negara lain yang harus
bergantung pada Indonesia, bukan sebaliknya, Indonesia bergantung pada negara
lain.
Kepada rakyatnya sendiri, Jokowi
memaksa untuk ikut permainan dunia. Dia memaksa rakyat untuk makin keras
belajar dan makin keras bekerja. Hal itu disebabkan jika rakyat kurang
pengetahuan dan kurang keterampilan, akan terlindas zaman, dan tertinggal jauh
di belakang. Salah satu cara yang dia lakukan adalah memasukkan investor dan
perusahaan-perusahaan asing untuk beroperasi di Indonesia. Hal itu dilakukannya
agar rakyat ikut dalam permainan itu sehingga mampu memiliki penghasilan lebih
layak dan memiliki pengetahuan karena ada program alih teknologi. Dia
seolah-olah ingin mengatakan bahwa kita ini sedang tidak biasa-biasa saja dan
harus melakukan sesuatu yang tidak biasa juga, harus lebih luar biasa.
Hal ini mengingatkan kita pada
pernyataan Soekarno bahwa rakyat Indonesia benar-benar akan menjadi kuli di
tanah air sendiri. Hal Itu disebabkan rakyat yang dianugerahi sumber daya alam
besar ini tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memanfaatkannya.
Jokowi (Foto: Lokadata.ID) |
Dengan banyaknya beragam perusahaan
dan produk, rakyat yang bisa menikmati pembangunan adalah mereka yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan tentang perusahan dan produk tersebut. Rakyat yang
diam-diam saja atau berleha-leha, tidak akan dapat menikmati keuntungan karena
tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa. Rakyat dipaksa untuk memiliki
pengetahuan dan keterampilan lebih dari biasanya.
Kengototan Jokowi agar bijih nikel
tetap berada di Indonesia dan diolah di Indonesia, segera disambut Cina. Tanpa
perlu basa-basi dan terlalu banyak syarat, Cina mematuhi kehendak Jokowi. Cina
tunduk pada Jokowi. Cina segera memindahkan smelter (peleburan) dan
pabrik-pabriknya dari Cina ke Indonesia, termasuk para ahli dan pekerja
terampilnya. Sementara itu, negara lain masih banyak mikir, banyak berhitung,
bahkan melawan Jokowi. Hal itulah yang menyebabkan Cina mendapatkan keuntungan
yang sangat besar dari proses pengolahan nikel di Indonesia. Bahkan,
dengar-dengar sih industri nikel Cina yang ada di Indonesia sudah mencapai atau
bahkan melebihi 50%.
Indonesia sendiri jelas memiliki
keuntungan dari pajak, bea cukai, pembangunan, terbukanya lapangan kerja bagi
rakyat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta alih teknologi.
Sekarang memang masih sangat teramat banyak tenaga kerja Cina yang ada di dalam
industri nikel Indonesia. Hal itu disebabkan memang Cina yang memiliki
teknologinya dan memahami cara kerjanya. Sementara itu, rakyat Indonesia belum
mampu mengoperasikannya. Akan tetapi, dengan adanya alih teknologi, Cina
sepakat untuk memberikan pengetahuan tentang industri nikel kepada rakyat
Indonesia. Dengan demikian, pada masa depan, rakyat dan para pengusaha
Indonesia mampu mandiri mengolah nikel milik bangsa sendiri tanpa harus
bergantung pada Cina.
Jokowi memang gila. Dia keras pada barat,
memaksa rakyatnya untuk bekerja, dan sudah menjadi konsekwensi bahwa Cina
mendapatkan untung besar karena kesediaannya mengambil kesempatan yang ada di
Indonesia sesuai dengan keinginan Indonesia.
Gambar Jokowi dalam aura marah saya
dapatkan dari detikfinance-Detikcom. Adapun gambar Jokowi membawa pentungan,
saya dapatkan dari Lokadata id.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment