oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Bagi saya, kalau ada orang,
siapa saja, yang mengatakan bahwa ada sahabat Nabi Muhammad saw yang mati
syahid dengan cara bunuh diri, mereka adalah penghina Sahabat, penghina Nabi saw,
dan penista Islam. Saya tidak tahu mereka mengatakan seperti itu karena salah
menganalisa atau memang pada dasarnya mereka itu adalah ingin mengacaukan
pikiran orang. Akan tetapi, saya pun bisa salah menganalisa. Kalau saya salah,
koreksi. Kalau saya benar, mari bersama perbaiki pikiran kita.
Ada suatu riwayat yang sering disebut-sebut sebagai bunuh
diri hingga syahid pada peristiwa Perang Uhud. Dalam perang itu kaum muslimin
terdesak, Nabi saw terkepung. Salah seorang sahabat melihat hal itu, kemudian bernisiatif
untuk melindungi Nabi saw dengan cara menerjang ratusan musuh sendirian.
Akibatnya, dia terluka parah dan gugur. Kata mereka ini adalah contoh bunuh
diri yang dilakukan sahabat Nabi saw, lalu menjadi dasar atau alasan pembenaran
untuk melakukan bunuh diri dan menjadi syahid.
Sungguh, mereka salah berpendapat. Pertama, situasi saat itu sedang perang dan jiwa Nabi Muhammad saw
terancam. Kedua, sahabat itu gugur
bukan oleh senjatanya sendiri. Dia tidak menebaskan pedang ke lehernya sendiri
atau menusukkannya ke jantungnya sendiri. Sang Sahabat gugur akibat diserang
musuh dan oleh senjata musuh-musuhnya. Dia tidaklah bunuh diri. Dia seorang
pahlawan pemberani yang terus melawan hingga musuh menghancurkannya. Dia jelas
syahid, bukan bunuh diri.
Ada memang kasus bunuh diri saat perang bersama Nabi saw.
Dalam suatu perang ada seseorang yang berperang dengan sangat berani di barisan
kaum muslimin. Dia merangsek melibas kepungan musuh. Akibatnya, dia terluka
parah, tampak jelas luka dan kucuran darah di sekujur tubuhnya. Ketika dia
mati, kaum muslimin mengelu-elukannya sebagai syahid bersama syuhada lainnya
karena keberanian dan luka-lukanya itu.
Akan
tetapi, kata Nabi saw, “Dia tidak syahid.”
Para
sahabat bingung, lalu bertanya kepada Nabi saw perihal orang itu. Nabi Muhammad
saw menjelaskan bahwa orang itu mati karena menusukkan anak panahnya ke ulu
hatinya sendiri. Orang itu melakukannya karena saking tidak kuatnya menahan
rasa sakit di sekujur tubuhnya. Itu jelas bunuh diri karena dia mati oleh
senjatanya sendiri dan bukan oleh musuhnya.
Dari
kedua peristiwa itu jelas tampak bahwa mati syahid dalam perang adalah
disebabkan oleh senjata musuhnya. Adapun mati karena senjata sendiri,
menggunakan bom yang dililitkan di tubuhnya sendiri, sama sekali bukan syahid.
Itu bunuh diri.
Di
Indonesia pun ada yang insyaallah syahid seperti itu. Namanya sangat terkenal,
tetapi orang lupa peristiwanya. Saya ingatkan lagi ya.
Berperang
di jalan Allah swt, jihad fisabilillaah adalah dengan menggunakan harta dan
jiwa. Orang-orang mukmin akan menggunakan harta dan jiwanya untuk “kemuliaan
Islam dan kaum muslimin”. Mereka sudah tidak mempedulikan lagi dunia dan
seisinya, termasuk dirinya sendiri. Yang ada dalam pikiran dan hatinya hanyalah
Islam dan kaum muslimin dalam arti Allah swt dan rasul-Nya. Itulah yang menjadi
tujuan hidupnya.
Adalah
seorang pemuda berusia 19 tahun asal Bandung yang kemudian menjadi komandan
Barisan Rakyat Indonesia (BRI) dalam melawan pasukan Nica. Namanya Mohammad
Toha. Ia bersama-sama temannya tidak rela untuk dilucuti senjatanya oleh
pasukan musuh. Ia sudah sangat gusar karena pasukan Indonesia di Bandung Utara
terpaksa harus menyerahkan senjatanya kepada musuh. Ia tidak ingin pasukan Indonesia
di Bandung Selatan harus bernasib sama. Oleh sebab itu, sebelum meninggalkan
wilayah Kota Bandung, Mohammad Toha melakukan penyerangan terhadap musuh.
Sayangnya, penyerangan itu gagal. Namun, Ia tidak ingin begitu saja menyerah
dan meninggalkan Kota Bandung untuk dikuasai penjajah. Oleh sebab itu, agar
penjajah tidak lagi memiliki cukup amunisi untuk melakukan kekejian terhadap
rakyat Bandung khususnya, dan Indonesia umumnya, Mohammad Toha dan Mohammad
Ramdan meledakkan gudang mesiu di daerah Dayeuhkolot, Bandung.
Tugu Mohammad Toha, di belakangnya ada monumen api yang membakar Kota Bandung |
Ada
kalimat singkat abadi yang dia sampaikan kepada salah seorang kenalannya
sebelum melakukan aksi heroik itu, “Titip namaku.”
Gudang
mesiu itu pun meledak. Tubuh Mohammad Toha sampai saat ini tidak ditemukan. Siapa
pun saat ini masih bisa melihat lubang ledakan itu yang kini menjadi sebuah
kolam dan di sana ada monumen Mohammad Toha. Tugu itu ada di wilayah
Dayeuhkolot, Bandung.
Kolam yang dulunya adalah lubang hasil ledakan yang dilakukan Mohamad Toha dan Mohammad Ramdan |
Tak
seorang Indonesia pun yang mencacinya sebagai tindakan “bunuh diri”. Ia menjadi
pahlawan bagi rakyat. Namanya tetap hidup sampai saat ini.
Dia
tidak membunuh dirinya, tetapi melakukan penyerangan dengan senjata seadanya. Hal
itu bisa dilihat dari catatan sejarah bahwa para pejuang Bandung itu sangat
miskin senjata sehingga satu senjata digunakan oleh lima orang.
Namanya
menjadi nama Jalan Mohammad Toha, Bandung. Demikian pula rekannya, Jalan
Mohammad Ramdan, Bandung.
Untuk
mengenang peristiwa pembumihangusan Kota Bandung oleh para pejuang, didirikan
pula Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, Bandung. Setiap tahun
warga Bandung kerap mengadakan napak tilas dalam acara memperingati Bandung
Lautan Api (BLA). Untuk menghormati peristiwa itu pun digubah syair lagu yang
sangat terkenal di Indonesia dan tidak pernah dilupakan bangsa Indonesia, yaitu
“Halo-Halo Bandung”.
Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, Bandung, itu ada anak bungsu saya |
Pemuda
itu dihormati, dikenang, diabadikan dalam monumen, dan terus diperjuangkan agar
selalu diingat oleh rakyat Indonesia sebagai pahlawan yang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Dia bukanlah pelaku “bunuh diri”. Dia berjuang dengan
harta dan jiwanya untuk mengusir kemunkaran dan kekafiran dari tanah air
Indonesia. Gudang mesiu yang rencananya digunakan untuk menguasasi seluruh
wilayah Jawa Barat itu hancur karena serangan Mohammad Toha.
Semoga
Allah swt memberikan tempat yang sangat mulia kepada Mohammad Toha, Mohammad
Ramdan, dan rekan-rekan pejuang yang penuh kemuliaan itu. Amin.
Di samping Tempat Kejadian Perkara Mohammad Toha meledakkan gudang mesiu, berdiri Markas Komando Batalyon Zeni Tempur 3/YW |
Tindakan
bunuh diri di mana pun, mau itu di Suriah, Irak, Afghanistan, Mesir, Libya,
Palestina, apalagi di Indonesia, tidaklah bisa dibenarkan meskipun dalam
situasi perang. Jangan bunuh diri, beranilah hidupkan diri, jangan putus asa
sekalipun dalam perang. Dalam perang saja jangan, apalagi dalam keadaan damai.
Saya
pernah mengambil foto-foto terkait peristiwa Mohammad Toha beberapa tahun lalu.
Foto-foto itu adalah tugu Mohammad Toha, di belakangnya ada monumen api yang
membakar Kota Bandung; kolam yang dulunya adalah lubang hasil ledakan yang
dilakukan Mohamad Toha dan Mohammad Ramdan; Monumen Bandung Lautan Api di
Lapangan Tegalega, Bandung, itu ada anak bungsu saya; di samping Tempat
Kejadian Perkara Mohammad Toha meledakkan gudang mesiu, berdiri Markas Komando
Batalyon Zeni Tempur 3/YW.
Bunuh
diri sama sekali tidak sama dengan mati syahid.
Semoga
Allah swt selalu memberikan kita petunjuk dan mencegah kita dari berbagai
keburukan. Amin.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment