Saturday 10 December 2022

Bedanya Bunuh Diri dengan Mati Syahid

 

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Bagi saya, kalau ada orang, siapa saja, yang mengatakan bahwa ada sahabat Nabi Muhammad saw yang mati syahid dengan cara bunuh diri, mereka adalah penghina Sahabat, penghina Nabi saw, dan penista Islam. Saya tidak tahu mereka mengatakan seperti itu karena salah menganalisa atau memang pada dasarnya mereka itu adalah ingin mengacaukan pikiran orang. Akan tetapi, saya pun bisa salah menganalisa. Kalau saya salah, koreksi. Kalau saya benar, mari bersama perbaiki pikiran kita.

            Ada suatu riwayat yang sering disebut-sebut sebagai bunuh diri hingga syahid pada peristiwa Perang Uhud. Dalam perang itu kaum muslimin terdesak, Nabi saw terkepung. Salah seorang sahabat melihat hal itu, kemudian bernisiatif untuk melindungi Nabi saw dengan cara menerjang ratusan musuh sendirian. Akibatnya, dia terluka parah dan gugur. Kata mereka ini adalah contoh bunuh diri yang dilakukan sahabat Nabi saw, lalu menjadi dasar atau alasan pembenaran untuk melakukan bunuh diri dan menjadi syahid.

            Sungguh, mereka salah berpendapat. Pertama, situasi saat itu sedang perang dan jiwa Nabi Muhammad saw terancam. Kedua, sahabat itu gugur bukan oleh senjatanya sendiri. Dia tidak menebaskan pedang ke lehernya sendiri atau menusukkannya ke jantungnya sendiri. Sang Sahabat gugur akibat diserang musuh dan oleh senjata musuh-musuhnya. Dia tidaklah bunuh diri. Dia seorang pahlawan pemberani yang terus melawan hingga musuh menghancurkannya. Dia jelas syahid, bukan bunuh diri.

            Ada memang kasus bunuh diri saat perang bersama Nabi saw. Dalam suatu perang ada seseorang yang berperang dengan sangat berani di barisan kaum muslimin. Dia merangsek melibas kepungan musuh. Akibatnya, dia terluka parah, tampak jelas luka dan kucuran darah di sekujur tubuhnya. Ketika dia mati, kaum muslimin mengelu-elukannya sebagai syahid bersama syuhada lainnya karena keberanian dan luka-lukanya itu.

Akan tetapi, kata Nabi saw, “Dia tidak syahid.”

Para sahabat bingung, lalu bertanya kepada Nabi saw perihal orang itu. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa orang itu mati karena menusukkan anak panahnya ke ulu hatinya sendiri. Orang itu melakukannya karena saking tidak kuatnya menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Itu jelas bunuh diri karena dia mati oleh senjatanya sendiri dan bukan oleh musuhnya.

Dari kedua peristiwa itu jelas tampak bahwa mati syahid dalam perang adalah disebabkan oleh senjata musuhnya. Adapun mati karena senjata sendiri, menggunakan bom yang dililitkan di tubuhnya sendiri, sama sekali bukan syahid. Itu bunuh diri.

Di Indonesia pun ada yang insyaallah syahid seperti itu. Namanya sangat terkenal, tetapi orang lupa peristiwanya. Saya ingatkan lagi ya.

Berperang di jalan Allah swt, jihad fisabilillaah adalah dengan menggunakan harta dan jiwa. Orang-orang mukmin akan menggunakan harta dan jiwanya untuk “kemuliaan Islam dan kaum muslimin”. Mereka sudah tidak mempedulikan lagi dunia dan seisinya, termasuk dirinya sendiri. Yang ada dalam pikiran dan hatinya hanyalah Islam dan kaum muslimin dalam arti Allah swt dan rasul-Nya. Itulah yang menjadi tujuan hidupnya.

Adalah seorang pemuda berusia 19 tahun asal Bandung yang kemudian menjadi komandan Barisan Rakyat Indonesia (BRI) dalam melawan pasukan Nica. Namanya Mohammad Toha. Ia bersama-sama temannya tidak rela untuk dilucuti senjatanya oleh pasukan musuh. Ia sudah sangat gusar karena pasukan Indonesia di Bandung Utara terpaksa harus menyerahkan senjatanya kepada musuh. Ia tidak ingin pasukan Indonesia di Bandung Selatan harus bernasib sama. Oleh sebab itu, sebelum meninggalkan wilayah Kota Bandung, Mohammad Toha melakukan penyerangan terhadap musuh. Sayangnya, penyerangan itu gagal. Namun, Ia tidak ingin begitu saja menyerah dan meninggalkan Kota Bandung untuk dikuasai penjajah. Oleh sebab itu, agar penjajah tidak lagi memiliki cukup amunisi untuk melakukan kekejian terhadap rakyat Bandung khususnya, dan Indonesia umumnya, Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan meledakkan gudang mesiu di daerah Dayeuhkolot, Bandung.


Tugu Mohammad Toha, di belakangnya ada monumen api yang membakar Kota Bandung


Ada kalimat singkat abadi yang dia sampaikan kepada salah seorang kenalannya sebelum melakukan aksi heroik itu, “Titip namaku.”

Gudang mesiu itu pun meledak. Tubuh Mohammad Toha sampai saat ini tidak ditemukan. Siapa pun saat ini masih bisa melihat lubang ledakan itu yang kini menjadi sebuah kolam dan di sana ada monumen Mohammad Toha. Tugu itu ada di wilayah Dayeuhkolot, Bandung.


Kolam yang dulunya adalah lubang hasil ledakan yang dilakukan Mohamad Toha dan Mohammad Ramdan


Tak seorang Indonesia pun yang mencacinya sebagai tindakan “bunuh diri”. Ia menjadi pahlawan bagi rakyat. Namanya tetap hidup sampai saat ini.

Dia tidak membunuh dirinya, tetapi melakukan penyerangan dengan senjata seadanya. Hal itu bisa dilihat dari catatan sejarah bahwa para pejuang Bandung itu sangat miskin senjata sehingga satu senjata digunakan oleh lima orang.

Namanya menjadi nama Jalan Mohammad Toha, Bandung. Demikian pula rekannya, Jalan Mohammad Ramdan, Bandung.

Untuk mengenang peristiwa pembumihangusan Kota Bandung oleh para pejuang, didirikan pula Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, Bandung. Setiap tahun warga Bandung kerap mengadakan napak tilas dalam acara memperingati Bandung Lautan Api (BLA). Untuk menghormati peristiwa itu pun digubah syair lagu yang sangat terkenal di Indonesia dan tidak pernah dilupakan bangsa Indonesia, yaitu “Halo-Halo Bandung”.


Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, Bandung, itu ada anak bungsu saya


Pemuda itu dihormati, dikenang, diabadikan dalam monumen, dan terus diperjuangkan agar selalu diingat oleh rakyat Indonesia sebagai pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dia bukanlah pelaku “bunuh diri”. Dia berjuang dengan harta dan jiwanya untuk mengusir kemunkaran dan kekafiran dari tanah air Indonesia. Gudang mesiu yang rencananya digunakan untuk menguasasi seluruh wilayah Jawa Barat itu hancur karena serangan Mohammad Toha.

Semoga Allah swt memberikan tempat yang sangat mulia kepada Mohammad Toha, Mohammad Ramdan, dan rekan-rekan pejuang yang penuh kemuliaan itu. Amin.


Di samping Tempat Kejadian Perkara Mohammad Toha meledakkan gudang mesiu, berdiri Markas Komando Batalyon Zeni Tempur 3/YW


Tindakan bunuh diri di mana pun, mau itu di Suriah, Irak, Afghanistan, Mesir, Libya, Palestina, apalagi di Indonesia, tidaklah bisa dibenarkan meskipun dalam situasi perang. Jangan bunuh diri, beranilah hidupkan diri, jangan putus asa sekalipun dalam perang. Dalam perang saja jangan, apalagi dalam keadaan damai.

Saya pernah mengambil foto-foto terkait peristiwa Mohammad Toha beberapa tahun lalu. Foto-foto itu adalah tugu Mohammad Toha, di belakangnya ada monumen api yang membakar Kota Bandung; kolam yang dulunya adalah lubang hasil ledakan yang dilakukan Mohamad Toha dan Mohammad Ramdan; Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, Bandung, itu ada anak bungsu saya; di samping Tempat Kejadian Perkara Mohammad Toha meledakkan gudang mesiu, berdiri Markas Komando Batalyon Zeni Tempur 3/YW.

Bunuh diri sama sekali tidak sama dengan mati syahid.

Semoga Allah swt selalu memberikan kita petunjuk dan mencegah kita dari berbagai keburukan. Amin.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment